PART 06: BERTEMU KAVI
Sekitar jam sepuluh pagi, Muezha sudah berada di dalam taksi menuju ke Center on the Beach Sanur untuk menemui Kavi. Karena kemarin malam, yang terlintas di pikirannya hanya restoran itu saja.
Lagi pula restoran itu juga sudah menjadi salah satu tempat favoritnya selama nyaris satu bulan ia menetap di Bali. Karena restoran itu didominasi oleh warna putih, dan biru yang dapat memberikan rasa nyaman bagi setiap pengunjungnya. Sehingga Muezha sangat betah bila sudah berada di sana.
Saat melangkahkan kakinya menuju ke arah jejeran meja dan kursi, Muezha langsung bisa menemukan keberadaan Kavi, yang melambai-lambaikan tangan ke arahnya.
"Akhirnya kau datang juga," sapa Kavi dengan raut wajah gembira. Ia lantas berdiri, membimbing Muezha untuk segera duduk ke atas kursi.
Entah kenapa, Muezha malah merasa bersalah. Ia merasa kalau pertemuan ini tidak benar. Apa lagi saat ia melihat bagaimana Kavi yang masih memperlakukannya dengan sangat baik.
Bukankah, ia sudah tidak pantas lagi untuk mendapatkan perlakuan manis seperti sekarang ini? Karena ia yang sudah memutuskan Kavi.
"Kavi, kau tahu kan kalau aku datang ke sini bukan untuk makan? Tetapi untuk membicarakan hal yang serius, agar kau bisa segera pulang ke Jakarta." kata Muezha setelah melihat menu makanan yang sudah terhidang di atas meja. Seolah-olah Kavi memang sengaja untuk menyambut kedatangannya.
Tepat setelah Muezha mengucapkan kalimat barusan, Kavi langsung mengembuskan napas panjang dengan raut wajah lelah.
"Zha, aku tidak ingin kita berpisah. Tolong mengertilah."
Muezha menggelengkan kepalanya begitu mendengar ucapan Kavi. "Seharusnya kaulah yang mengerti aku. Aku sudah menikah, Kavi. Dan kita juga sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi."
Kavi menggeleng kuat. Ia tidak ingin berpisah dari Muezha begitu saja. "Aku sama sekali tidak keberatan dengan statusmu sekarang. Kita masih bisa berpacaran seperti semula, 'kan?"
"Maaf, Kavi. Aku tidak bisa, tolong mengertilah." Muezha tetap pada pendiriannya, dan ia segera berdiri sambil menenteng tas tangannya, bermaksud untuk segera berlalu dari sana.
Namun, Kavi langsung menahan pergelangan tangannya. Lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Dan yang lebih parah lagi, pria itu juga menciumnya. Mencium bibirnya.
Muezha membelalak tak percaya dengan mulut yang terkatup rapat. Sebelah tangannya sudah terangkat untuk mendorong Kavi dengan sekuat tenaga, tapi belum sempat ia melakukannya, seseorang sudah lebih dulu datang dan menarik Kavi dengan gerakan kasar, lalu menonjok wajahnya. Hingga Kavi terlihat sempoyongan.
Semua orang langsung terkesiap.
Seakan belum cukup, orang itu kembali melayangkan beberapa pukulan, yang membuat Kavi terdorong hingga punggungnya menghantam salah satu kursi di dekat mereka.
Muezha langsung terpekik di tempat. Apa lagi saat mengenali orang yang baru saja menghajar Kavi dengan sangat keras, ia benar-benar speechless melihatnya.
Beberapa pengunjung dan pelayan pria langsung berbondong-bondong menghampiri tempat mereka. Ada yang membantu Kavi berdiri dan ada juga yang menahan Aksa agar tidak memberikan serangan lagi.
Kavi mengumpat pelan sambil memegangi hidungnya yang terasa sakit dan berdarah.
"Pak, tolong jangan membuat keributan di sini, dan Anda juga harus memberikan bayaran sebagai ganti rugi."
Aksa menoleh marah pada si pelayan pria yang memegangi sebelah tangannya. Lalu, ia pun menyentak tangan itu dengan kasar. "Ambil ini," katanya setelah menyodorkan berlembar-lembar uang berwarna merah ke arah si pelayan pria.
Setelah itu, ia segera menghampiri Muezha yang tampak berdiri ketakutan, dan menyambar sebelah tangan wanita itu dengan cukup kasar, sampai membuatnya terkesiap.
Sebelum benar-benar pergi dari sana, Aksa menyempatkan diri untuk kembali menatap ke arah Kavi.
"Kalau kau berani mencium istriku lagi, aku tidak akan segan-segan untuk menghajarmu sampai mati."
Bulu kuduk Muezha langsung meremang begitu mendengarnya. Ia tahu kalau Aksa sedang tidak main-main dengan ucapannya. Lalu tatapan tajam milik pria itu pun menyorot ke arahnya, dan Muezha hanya mampu menelan ludah dengan susah payah. Ia tahu kalau masalah besar sedang menantinya di villa.
***
Begitu masuk ke dalam kamar, Aksa sempat merasa curiga dengan raut wajah yang Muezha tampilkan. Ia mengira kalau wanita itu sedang menghubungi Viona. Sehingga ia langsung mengambil ponselnya Muezha, dan menyimpannya ke dalam laci nakas. Ia berencana untuk mengecek ponsel itu setelah Muezha terlelap dalam tidurnya.
Namun, ia tidak menemukan adanya riwayat panggilan yang mengatasnamakan Viona, ataupun dari nomor yang mencurigakan lainnya. Sehingga ia memutuskan untuk mengecek aplikasi w******p yang ada di sana.
Ia tahu kalau perbuatannya ini sudah melanggar privasi seseorang, tapi apa boleh buat? Ia benar-benar penasaran kemana perginya Viona, dan penyebab wanita itu memutuskan untuk pergi darinya. Karena nomor ponselnya Viona sudah tidak pernah aktif hingga hari ini. Wanita itu benar-benar seperti ditelan bumi, dan Aksa masih tidak mengerti.
Jempol Aksa bergerak cepat untuk membuka ruang obrolan yang ada di urutan paling atas.
Dari kontak bernama Kavi.
Sebelum membaca chat yang ada di sana, ia sudah bisa mengingat siapa sosok Kavi sebenarnya.
Pacarnya Muezha.
Entah kenapa, ia malah merasa kesal begitu mengetahui jika Muezha masih bertukar pesan dengan kekasihnya. Padahal wanita itu sudah menikah dengannya.
Lebih kesal lagi saat membaca isi pesan terbaru mereka berdua. Aksa ingin sekali menghancurkan ponsel itu menggunakan kedua tangannya.
From Kavi: Persetan dengan pernikahanmu. Karena aku masih mencintaimu, dan sekarang aku sudah berada di Bali. Aku tidak akan kembali ke Jakarta sebelum kau menemuiku di sini.
To Kavi: Jangan bercanda, Kavi. Itu tidak lucu.
From Kavi: Aku tidak sedang bercanda, Zha. Aku serius. Aku tidak akan kembali ke Jakarta sebelum kau menemuiku.
To Kavi: Baiklah aku akan menemuimu besok pagi. Di Center on the Beach Sanur, sekitar jam sepuluh.
From Kavi: Aku tidak sabar menunggu hari esok. Karena aku sudah benar-benar merindukanmu.
From Kavi: Zha, apa kau sudah tidur?
From Kavi: Baiklah. Sepertinya kau memang sudah tidur. Lagi pula ini sudah malam. Have a nice dream, Sweetheart ❤❤❤
From Kavi: Ah ya, satu lagi. Semoga kau memimpikan aku malam ini
Aksa baru benar-benar tertidur sekitar jam 2 pagi, dan mood-nya benar-benar berantakan setelah membaca semua chat yang Kavi kirimkan kepada Muezha.
Sialan, umpat Aksa dalam hati begitu ia terbangun di pagi hari, dan memikirkan Muezha yang akan menemui kekasihnya hari ini.
Demi Tuhan! Wanita itu adalah istrinya sekarang. Istrinya. Berarti wanita itu hanya miliknya, dan berani-beraninya dia memiliki pria lain di belakangnya.
Aksa yang merasa tidak terima, memutuskan untuk membuntuti Muezha. Ia berpura-pura sudah pergi ke Hotel untuk bekerja seperti biasanya. Padahal yang ia lakukan adalah mengunjungi Center on the Beach Sanur secara diam-diam, dan menunggu kedatangan Muezha di sana.
Ia langsung tersenyum sinis begitu melihat Muezha mendatangi salah satu meja, dan mendapatkan perlakuan manis dari seorang pria yang bukan dirinya.
Aksa memperhatikan kedua orang itu tanpa mengalihkan kedua matanya. Sampai akhirnya Muezha berdiri secara tiba-tiba, dan pria bernama Kavi itu segera memeluknya.
Memeluk Muezha!
Aksa langsung berdiri, dan berjalan cepat untuk mendekati mereka berdua.
Darahnya semakin mendidih begitu melihat Kavi yang mencium bibirnya Muezha. Karena ia yang telah berstatus sebagai suami sahnya Muezha saja, tidak pernah mencium bibir istrinya.
Pria itu sungguh lancang!
"Sialan." Aksa mengumpat cukup keras hingga menarik perhatian beberapa pengunjung yang dilewatinya.
Ia langsung menarik Kavi dengan kasar agar pria itu segera menjauh dari Muezha, lalu menghadiahi pukulan keras tepat di wajahnya sampai pria itu langsung terlihat sempoyongan.
Ia juga menyadari suara terkesiap dari semua pengunjung yang ada di sekitar mereka.
Namun, ia tidak peduli, dan kembali melayangkan beberapa pukulan lagi ke wajahnya Kavi. Kemudian terkekeh sinis begitu melihat tubuh Kavi yang oleng, sampai akhirnya menabrak salah satu kursi.
Ia jadi berpikir kalau Muezha pasti sudah terkena guna-guna sampai bisa memiliki kekasih seperti Kavi. Si pria lemah yang tidak bisa melawan pukulan darinya.
Dasar lemah, Aksa membatin dengan sinis ketika beberapa orang datang menghampiri Kavi untuk membantunya berdiri.
*****