Bab 5

1000 Words
"Bagaimana? Apakah mas kamu ada di sana?" tanya seorang wanita di ujung panggilan. Saat panggilannya diangkat oleh adik sepupunya, yang ditugaskan untuk memeriksa keberadaan sang suami. "Tidak ada, Mbak. Tapi …" Fachri menjeda. Memikirkan baik-baik apakah akan memberitahu tahu atau tidak, informasi yang baru saja ia dapatkan dari pihak resepsionis. Informasi yang mengatakan bahwa, benar kakak sepupunya semalam datang kesana tapi sudah check out dari pukul dua malam. Lebih menyakitkan, yang mengambil kunci kamar ke resepsionis adalah seorang gadis yang umurnya masih muda. Demi kesehatan sang kakak, Fachri harus menimbang dengan baik apakah akan mengatakan yang sebenarnya atau tidak. Atau tetap merahasiakan apa yang sebenarnya terjadi, sampai menemukan bukti dan menangkap basahnya sendiri. Agar tidak ada kesalahan dalam menyampaikan informasi. "Tapi apa Fachri? Apakah dia di sana?" wanita tersebut kembali bertanya. Membuyarkan lamunan Fachri, tentang penimbangannya. Ah, andai saja ia diizinkan untuk melihat rekaman cctv hotel, tentu saja ia tak harus berpikir keras seperti sekarang. "Tidak, Mbak. Dia tidak ada di sini. Katanya sudah checkout, tapi dia sendirian. Tidak bersama wanita lain seperti yang orang Mbak katakan." Fachri akhirnya memutuskan untuk melindungi suami kakak sepupunya tersebut. Hanya kali ini saja. Tidak untuk ke depannya, karena ia sendiri yang akan turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. "Oh … jadi dia tidak ada di sana? Syukurlah! Berarti dia jujur hanya numpang istirahat sepulang dari Surabaya. Tapi, entahlah, aku pun tidak paham apakah ini benar atau tidak. Aku tidak mengerti," lirih wanita tersebut. Mendudukkan bokongnya di tepi ranjang saat rasa pusing kembali menerpa. Selalu saja begitu jika ia terlalu banyak berpikir. Kepalanya langsung pusing dengan perut yang begitu mual. "Mbak, sudahlah. Jangan berpikir yang tidak-tidak dulu. Meskipun dia berbohong, tetap saja dia masih bisa dimaafkan karena dia datang kesini sendirian. Mungkin saja saat ini dia sedang menghadapi masalah di perusahaan, yang tidak ingin diketahui oleh Om dan Tante." "Semoga saja, apa yang kamu katakan adalah sebuah kebenaran. Mbak tidak akan pernah bisa memaafkannya jika benar bermain api di belakang." Tutup wanita itu. Sebelum berpamitan dan mengakhiri panggilannya dengan Fachri. Sehingga Fachri bisa bernafas lega, karena tidak perlu lagi mencari banyak alasan lain untuk melengkapi kebohongannya. "Kamu tenang saja, Mbak. Aku yang akan memberikan hukuman kepada pria yang tidak tahu diri itu, jika bermain-main dengan pernikahan kalian," gumam Fachri. Sebelum meninggalkan hotel bintang empat tersebut. Mulai hari ini Fachri berjanji akan membuntuti kemana pun suami kakak sepupunya, pergi. Terutama jika pria itu tengah berada di Bandung. Karena Mayang, kakak sepupunya, mengatakan Bandung adalah kota yang membuat sang suami berubah. Membuat sang suami banyak diam dan menjaga jarak darinya, setelah empat tahun pernikahan mereka tidak dikaruniai buah hati. Mayang dan suaminya sudah sama-sama memeriksakan diri ke rumah sakit. Tapi, tidak ditemukan masalah apapun diantara mereka berdua. Namun, empat tahun menikah dan tidak kunjung juga memiliki buah hati, suaminya Mayang mulai bermain api. Ia yakin Mayang tidak sehat, tapi memalsukan hasil tesnya. Untuk menyembunyikan kekurangan yang ia miliki. Semenjak pertengkarannya dengan sang suami hari itu, Mayang menangkap gelagat lain dari suaminya. Apalagi semenjak perjalanan bisnis ke Bandung beberapa bulan yang lalu. Suaminya memasang pola di hp, dan sering membawa ponselnya ke kamar mandi. Tidak seperti suaminya yang dulu, yang tidak ada batasan apapun diantara mereka. Dan hari ini, suaminya mengatakan ada pekerjaan di Surabaya, tapi orang suruhannya malah mengatakan ia di Bandung. Bohong? Untuk apa berbohong jika hanya bersangkutan dengan pekerjaan. Mayang yakin kebohongan yang suaminya berhubungan dengan wanita idaman lain, bukan soal pekerjaan di kantor. Namun, Fachri mengatakan tidak menemukan wanita lain di hotel tempat suaminya menginap, membuat Mayang sedikit tenang karena kabar tersebut. Setidaknya belum ada bukti yang mempertegas jika suaminya kini menjalin hubungan dengan wanita lain. ### #### Fachri yang penasaran dengan keberadaan Arin di hotel tadi subuh, segera mencari tahu jadwal kuliahnya dari dosen jurusannya. Meskipun ia yakin Arin tidak memiliki kelas pagi, tetap saja ia ingin memastikan agar pikirannya tenang. Arin yang merupakan mahasiswi berprestasi, sangat sayang jika terjebak di lembah gelap. Masa depannya bisa hancur, begitupun dengan pendidikannya. Fachri tidak ingin itu terjadi kepada salah satu mahasiswi favoritnya. "Tidak ada kelas lain. Hanya dengan saya dan dosen ilmiah setelah jam saya usai. Memangnya kenapa, Pak? Ada masalahkah dengan Arina?" tanya pria paruh baya, yang merupakan dosen jurusan Arin. "Ehem …" Fachri memperbaiki letak kacamatanya. "Tidak ada, Pak. Saya hanya ingin meminta tolong kepada Arin untuk menyusun data mahasiswa baru. Makanya saya tanya Bapak dulu apakah yang bersangkutan memiliki jadwal pagi ini atau tidak. Kalau ada, takutnya malah menggangu jadwal kelasnya," terangnya. Sedikit berbohong agar tidak dicurigai mencari tahu tentang aktivitas dan jadwal Arin di kampus. "Ah, begitu, ya. Saya pikir Bapak ada keperluan lain dengan Arina. Kalau begitu biar saya bantu untuk menghubunginya dan memintanya untuk segera datang kesini." Segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Cepat, jari tangannya menari di atas layar ponsel, untuk menghubungi Arin. "Terimakasih atas bantuannya, Pak. Kalau Arin sudah mengangkat panggilan, katakan padanya untuk menemui saya di gedung tiga. Saya mengajar di sana." Pria paruh baya tersebut mengagguk. "Pasti. Pasti akan saya sampaikan." "Sekali lagi terima kasih, dan saya pamit dulu," ucap Fachri. Sedikit membungkuk untuk memberikan hormat, sekaligus berterima kasih atas bantuan dosen seniornya itu telah bersedia menghubungi Arin. Arin yang baru saja sampai di kosan, dan baru saja terlelap dalam tidurnya, tersentak. Saat ponselnya yang ada di atas nakas berkali-kali bergetar. Dengan malas dan memaksakan diri untuk membuka kedua matanya, setelah beberapa kali melewatkan panggilan akhirnya Arin mengangkatnya juga. "Harus sekarang, Pak?" tanya Arin lemas. Saat dosen jurusannya mengatakan Fachri memintanya untuk segera datang ke kampus. Karena Fachri ingin meminta tolong banyak hal kepada Arin. "Iya, sebaiknya kamu segera datang karena pak Fachri telah menunggu di gedung tiga." Arin menghela nafas. Dengan sangat terpaksa ia menyetujui keinginan Fachri yang memintanya untuk segera datang ke kampus. Padahal saat ini moodnya sangat buruk dan tidak ingin bertemu dengan siapapun. Ia juga masih mengantuk dan lelah, karena aktivitasnya dengan Zidan tadi malam. Namun, mau atau tidak Arin akhirnya bersiap juga untuk kembali ke kampus. membantu Fachri, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh dosen jurusannya barusan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD