Mobil yang dikendarai Dimas telah berhenti di depan rumah Elvina, hujan masih mengguyur dengan derasnya, Elvina berniat membuka pintu mobil, namun Dimas mencegah dengan memegang bahunya.
“Biar aku yang buka,” ucap Dimas, mengambil payung berwarna hitam yang di letakkan di kursi belakang. Elvina mengernyitkan kening melihat payung itu, seperti payung yang sama dengan yang dikenakan mereka saat bertemu di parkiran beberapa hari lalu, namun bukankah semua payung berwarna hitam hampir terlihat sama persis.
Dimas membuka pintu mobilnya dan juga membuka payungnya, keluar dari mobil dan memutar untuk membukakan pintu Elvina. Kedua kalinya mereka memakai payung yang saya, dan kedua kalinya pula Dimas memegang bahu Elvina agar menempel padanya, hingga Elvina sampai ke terasnya dan Dimas kembali ke mobil, mengambil cake yang tadi mereka beli.
Elvina masih merasa debaran jantungnya yang berpacu cepat seolah ingin copot karena kerasnya detakan itu saat bersama dan bersentuhan dengan Dimas tadi.
Dimas menyerahkan plastik cake itu ke tangan Elvina setelah sampai ke teras rumah Elvina, menutup payung hitamnya dan meletakkan di sudut tiang depan rumah Elvina.
Elvina mendorong pintu rumahnya dan mempersilakan Dimas masuk ke dalam, nampak orang tua Elvina dan juga Yonna sedang duduk di karpet menonton televisi. Yonna menoleh dan langsung bangkit memeluk ibunya.
“Mamah,” ucap Yonna, namun pandangannya teralih saat melihat sosok pria tinggi di belakang ibunya.
“Hai,” sapa Dimas ke Yonna. Kedua orang tua Elvina menoleh ke sumber suara pria yang terdengar asing. Lalu mereka berdua ikut berdiri, tak menyangka jika Elvina membawa temannya kerumah. Mereka pikir tadi Elvina pulang sendiri.
Yonna bersalaman dengan Dimas, mencium punggung tangannya dengan sopan, tangan Dimas terulur ke kepala Elvina, mengusap rambutnya dengan lembut. Lalu Dimas menyalami kedua orang tua Elvina.
“Dimas, Om, Tante.” Dimas memperkenalkan diri saat bersalaman dengan kedua orang tua Elvina tersebut.
“Ayo duduk,” ajak ayah Elvina. Elvina membawa tentengan yang tadi mereka beli ke dapur sementara Dimas nampak berbincang dengan ayah Elvina.
Lalu Elvina keluar lagi membawa potongan kue, dan roti yang mereka beli tadi, meletakkan ke atas meja, termasuk membawa teh manis hangat untuk Dimas.
“Wajahnya kayak nggak asing ya?” tanya ayah Elvina. Elvina pun duduk di sofa panjang satu sofa dengan Dimas, sementara ayahnya di sofa tunggal.
“Mas Dimas ini teman kuliah Mas Radhika, Yah, mungkin pernah bertemu dulu,” ucap Elvina.
“Oalah, pantas seperti pernah melihat, ya sudah silakan di minum tehnya, ayah ke dalam dulu ya,” ujar ayah Elvina, memberi waktu bagi Elvina untuk berbicara dengan Dimas. Sementara ibu Elvina yang semula duduk di depan televisi pun diajak ayah Elvina ke kamar, sehingga Yonna tak ada teman menonton dan ikut duduk di tengah antara Dimas dan Elvina. Mengambil potongan cake cokelat yang telah diletakkan di piring kecil oleh Elvina.
“Yonna kelas berapa?” tanya Dimas, Yonna menoleh, dengan mulut penuh kue dia menjawabnya, “Kelas dua, Om.”
Elvina mengusap kepala Yonna dengan penuh kasih sayang, mengelap sudut bibir Yonna dengan tissue yang ada di meja, karena sudah bercecer cokelat. Melihat Yonna yang tampak sangat menikmati kue cokelat tersebut membuat Dimas yakin pilihannya membelikan kue itu sangat tepat.
“Om, kayak artis korea,” kekeh Yonna sambil tersenyum lebar.
“Banyak yang bilang begitu sih,” ucap Dimas sambil tertawa, membuat matanya jadi tampak semakin kecil.
“Tuh kan, keturunan Korea ya Om?” tanya Yonna lagi.
“Nggak, Om asli Indonesia, kakek buyut Om yang dari China, jadi matanya agak sipit,” ujar Dimas.
“Oh dikira dari Korea, Om pacaran sama Mamah?” tanya Yonna lagi, membuat Dimas dan Elvina jadi tersenyum canggung dan saling menatap dengan perasaan serba salah. Dimas memajukan tubuhnya untuk menatap Yonna.
“Om sih pengennya jadi suami mamah kamu, tapi mamah belum jawab tuh,” tutur Dimas sambil mengedipkan sebelah matanya ke Yonna. Yonna tertawa dan melihat ke arah ibunya yang wajahnya sudah bersemu merah.
“Nanti aku yang bilang ke mamah untuk nikah sama om.”
“Memangnya Yonna setuju kalau Om jadi ayah Yonna?” tanya Dimas lagi, mengambil kesempatan untuk merebut hati calon anaknya itu.
“Setuju lah, kalau bisa nikahnya sebelum hari ayah,” ujar Yonna antusias. Dimas menoleh ke arah Elvina yang hanya menggeleng geli mendengar interaksi Dimas dengan putrinya itu.
“Ada apa di hari ayah?” tanya Dimas pada Elvina.
“Ada acara di sekolahnya, disuruh ngajak ayah katanya,” jawab Elvina.
“Kapan acaranya?”
“Bulan depan,” jawab Elvina lagi.
“Oh, makanya cepat terima lamaran aku, biar kita bisa nikah sebelum acara itu.”
“Ya, nanti aku pikirin lagi,” ucap Elvina, memutus kontak mata dengan Dimas secepatnya karena mata itu bisa menyihirnya untuk mengucapkan kata Ya, padahal dia masih harus banyak memikirkan sesuatu.
Kali ini giliran Dimas mewawancarai Yonna, tentang hobi dan kesukaannya, pembicaraan mereka mengalir bagai air. Elvina bisa melihat Dimas yang memang pandai berinteraksi dengan lawan bicaranya sehingga membuat Yonna nyaman berbincang dengannya.
Hingga ibu Elvina keluar dari kamar dan menyiapkan makan malam, mengajak Dimas untuk ikut serta makan bersama.
Dimas jelas menolaknya, dia beralasan ingin pulang, namun ayah Elvina memaksanya untuk ikut makan, dan Dimas menjadi sangat tak enak hati, jika dia menolaknya, dia khawatir mereka akan menyangka dirinya sombong, dan bisa saja tak merestui Dimas yang ingin melamar Elvina.
Sepanjang makan malam itu, Dimas tampak cepat sekali akrab dengan keluarganya, tak jarang mereka saling tertawa saat melemparkan senda gurau. Elvina benar-benar sangat salut dengan Dimas yang cepat sekali mengambil hati orang tuanya itu.
Dimas memilih pulang ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam, besok dia berjanji akan menjemput Elvina untuk berangkat kerja bersama karena motor Elvina yang ditinggal di parkiran kantor itu.
Hujan memang sudah berhenti, namun udara dingin dan titik gerimis masih tampak turun sehingga lingkungan rumah Elvina sangat sepi, mungkin orang-orang memilih tidur cepat karena cuaca yang mendukung.
Elvina mengantar Dimas sampai mobilnya, lelaki itu sudah membuka pintu mobil namun menutupnya lagi, berbalik untuk menghadap Elvina. Yonna sudah masuk dan hanya mengantar sampai pintu rumahnya saja.
Dimas menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tak ada orang yang lewat atau melihat mereka.
“Kenapa?” tanya Elvina. Dimas memajukan tubuhnya memegang kedua tangan Elvina.
“Jangan terlalu lama menjawabnya ya,” ucap Dimas dengan senyum mempesonanya. Elvina hanya terdiam di tatap seperti itu, seolah tubuhnya tersihir dan tak dapat bergerak sama sekali. Hingga Dimas memegang dagu Elvina dan mendaratkan kecupannya, kemudian menghisap bibir Elvina, dan secara refleks Elvina membuka bibirnya sehingga Dimas bisa menghisapnya dan menyatukan napas mereka.
Elvina memejamkan mata, menikmati lembutnya bibir Dimas yang menyatu dengan bibirnya, perutnya terasa bergejolak seolah banyak sekali kupu-kupu terbang di dalamnya. Dimas mengusap pipi Elvina dan melepas ciumannya, Elvina menunduk dan Dimas mengangkat dagunya lagi.
“Pikirkan lagi ya, aku serius ingin menikahi kamu,” ucap Dimas sambil mengusapkan ibu jarinya pada pipi Elvina. Elvina mengangguk dengan wajah bersemu dan jantung yang berdegup cepat, bahkan kakinya seolah bergetar lemah. Tak pernah terbayangkan olehnya mengenai hari ini. Dimana Dimas berada di depannya dan dengan cepat membuatnya jatuh hati.
Dimas melepas tangannya dari yang dipakai menggenggam tangan Elvina dan masuk ke mobil. Elvina masih membeku seolah kakinya terpaku pada lantai dibawahnya, hingga Dimas memundurkan mobilnya dan meninggalkan Elvina sambil melambaikan tangannya.
Sepeninggal Dimas, Elvina meraba bibirnya, masih terasa ciuman hangat dan lembut barusan, membuatnya merasakan debaran lagi. Elvina tak menyadari bibirnya yang tersenyum, sepertinya dia akan cepat menjawab lamaran Dimas, saat ini pun dia merasa sangat ingin berada di dekapannya yang pastinya akan membuatnya nyaman.
Tak butuh waktu lama bagi Dimas untuk membuat Elvina jatuh cinta dan Elvina berharap Dimas memberikannya cinta yang besar untuknya agar mereka dapat melangsungkan pernikahan dengan bahagia selamanya.
***