Chapter 1 - Nangka Terjatuh
"Jangan nangis Le!" kata Bapak sambil menepuk-nepukkan tangannya ke kepalaku, "nanti malam kamu tidur saja di kamarku Le, ingat ya!!" lanjut Bapak sambil tersenyum.
Aku tersenyum pahit saat melihat senyuman yang tersungging di wajah Bapak. Mungkin sudah menjadi suratan takdir, aku harus menyaksikan Bapakku digelandang ke kantor polisi. Bapak dituduh telah melakukan tindakan pencurian barang berharga di rumah Bapak Kepala Desa.
Aku seorang pemuda yang saat ini bersekolah di kelas 2 sebuah STM di kota Kecamatan sana. Tetapi meskipun masih duduk di kelas 2 STM, aku berumur lebih dari 18 tahun sekarang. Mungkin kalian bertanya, bagaimana mungkin di usia segitu aku masih duduk di kelas 2?
Aku piatu. Ibuku meninggal saat melahirkan aku. Sejak Ibu meninggal, Bapak membesarkan aku seorang diri. Jadi bisa dibilang, dalam kehidupanku, aku tak punya sosok seorang Ibu.
Tumbuh besar hanya dengan didikan seorang Bapak, tentu saja banyak kekurangan dalam masa kecilku. Saat SD, aku tinggal kelas sebanyak dua kali. Saat SMP, aku tinggal kelas sekali. Bahkan bisa dibilang, aku lulus SMP karena belas kasihan guru-guruku. Atau mungkin mereka tak sudi lagi mengajar murid bengal sepertiku dan akhirnya memutuskan untuk meluluskan aku.
Itulah alasan kenapa di umurku yang seharusnya sudah dewasa dan mungkin ada di bangku kuliah sana, aku masih terjebak dengan putih abu-abu.
Saat ini, aku hanya bisa terduduk lemas di bale-bale bambu depan rumah setelah tadi pagi sekelompok polisi pergi membawa Bapakku untuk dibui.
Aku termenung. Ada satu hal yang aku tidak paham, kenapa Bapak memintaku tidur di kamarnya? Bukankah aku sudah punya kamar sendiri?
Tapi, sedari dulu, aku selalu menuruti permintaan Bapak, karena Bapak adalah orang satu-satunya yang kupunya di dunia ini. Bapak tidak pernah menikah lagi sejak kematian Ibu dan aku tidak punya saudara. Hanya kami berdua yang menghuni rumah dari papan kayu sederhana milik kami ini. Dengan hanya berbekal sawah sepetak dengan luas kurang lebih satu hektar, kami berdua memang bisa bertahan hidup. Meskipun tidak berlebih, tapi kami tidak pernah kekurangan. Itulah kenapa aku kaget sekali ketika Bapak dituduh mencuri barang berharga di rumah Bapak Kades.
Kami tidak kekurangan uang dan makanan, buat apa Bapak mencuri?
Malam harinya, sesuai pesan Bapak, aku membawa bantalku ke kamar Bapak dan tidur di sana. Kamar Bapak cukup aneh. Kamar ini bersih dan tanpa ada isi apa-apa, selain itu Bapak juga tidak pernah memakai ranjang atau dipan, dia selalu tidur dengan selembar tikar pandan di atas lantai plester yang dingin, tanpa lapisan keramik.
Aku tersenyum kecut membayangkan betapa dinginnya malam ini dan ingin kembali berlari untuk tidur di atas kasurku yang hangat dengan alunan lagu dari radio milikku. Tapi, aku masih saja tetap bertahan mengikuti pesan Bapak.
Tak lama kemudian aku pun tertidur di lantai dengan hanya beralaskan tikar pandan yang ada di kamar Bapak.
=====
Gedebugggg.
Tiba-tiba, terdengar suara menyerupai buah nangka berukuran besar terjatuh dengan keras. Aku terbangun karena kaget, secepat kilat aku melirik ke arah jam dinding. Saat aku melihat jam itu, aku tahu sekarang ini tepat jam 12 tengah malam.
Aku penasaran dengan suara yang baru saja kudengar. Tapi rasa penasaran itu bercampur dengan rasa malas dan kantuk yang kembali mendera. Tanpa berpikir panjang, aku kembali memejamkan mata dan meringkuk di balik selimutku, memilih untuk tidur.
Tak lama kemudian, saat kantuk mulai menyerang, aku mendengar suara langkah kaki diseret dengan perlahan. Rasa penasaranku kembali menyeruak dan mulai menghapus rasa kantuk yang tiba-tiba terbang melayang. Aku mencoba untuk mendengarkan lebih seksama lagi suara aneh yang berasal dari ruang tengah rumah kami.
Awalnya, aku menduga kalau tadi aku hanya salah dengar, tapi setelah terdiam selama beberapa saat dan benar-benar berkonsentrasi, kini aku mendengarnya. Suara itu benar-benar ada dan langkah kaki itu terdengar mulai mendekat kearah kamar Bapak.
Tanpa sadar, bulu kudukku berdiri meremang. Ada rasa takut yang tiba-tiba menerjangku dengan cepat dan membuat keringat dingin mengaliri tubuhku.
Setelah beberapa saat, aku tak lagi mendengar suara langkah kaki itu. Suasana hening mencekam, aku juga sadar bahwa tak ada lagi suara jangkrik dan hewan malam lain yang biasanya memenuhi sekitar rumahku di malam hari.
Aku menahan napas dan mencoba menekan rasa takutku sebisa mungkin.
Ha?
Tiba-tiba, aku merasakan suhu di kamar ini berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Aku memang masih meringkuk dalam selimutku dan menutupi seluruh tubuhku termasuk kepala, tapi hawa dingin yang tiba-tiba datang ini seolah langsung menerpa kulitku.
Sedetik kemudian, meskipun aku tak mendengar suara pintu dibuka, tapi aku tahu kalau ada 'sesuatu' yang saat ini berada di dalam kamar dan sedang berdiri di dekatku. Memang susah untuk dijelaskan, tapi ini seperti ketika kita tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang sedang melihat kita dari tempat tersembunyi dan entah dengan alasan apa, kita yakin bahwa sesuatu itu benar-benar ada, bukan hanya perasaan atau rasa was-was semata.
Itulah yang aku alami sekarang.
Aku tahu ada sesuatu di dekatku. Sesuatu yang menimbulkan bunyi suara langkah kaki diseret tadi. Mungkin juga dia adalah mahluk yang menimbulkan bunyi buah nangka terjatuh dan membuatku terjaga tadi.
Bulu kudukku tak berhenti berdiri. Aku tidak berani membuka selimut yang aku tutupkan ke kepalaku. Aku juga berusaha untuk diam tak bergerak sama sekali. Seolah-olah dengan berpura-pura diam, mahluk itu tak akan mengusikku.
Tiba-tiba, aku mendengar dengusan napas berat yang berhembus dan terdengar seolah-olah sedang menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu.
“Hrrrrmmmmmmmrrrrrrrrrhhhhh.”
Terdengar suara erangan dari mahluk yang berdiri di dekat tempatku berbaring itu. Suaranya dalam sekali dan seperti tersekat di tenggorokan. Di dalam kepalaku tiba-tiba muncul bayangan mahluk berbadan besar, tinggi, hitam, dan berbulu. Apa iya mahluk itu yang ada di kamarku saat ini?
"Dimana si kamprett Suprapto menyimpan barang itu?"
Aku mendengar mahluk itu bergumam dan menyebut nama Bapak. Kata-katanya membuatku tertegun. Apa hubungan Bapak dengan mahluk itu?
Setelah beberapa saat berjalan kesana kemari di dalam kamarku dan mencari sesuatu, mahluk itu terlihat semakin marah dan mulai kembali mengeluarkan suara geraman berat dan dalam seperti tadi sambil menendang perabotan yang ada di dalam kamar Bapak.
"Si Kamprett itu punya satu anak laki-laki. Siapa tahu dia melihat barang yang kucari, kalau dia tidak tahu, kumakan saja dia nanti!!!" teriak mahluk itu penuh kemarahan.