Hari ini tepat satu bulan umur anakku dan hari ini aku juga mengadakan acara tasyakuran serta aqiqah anakku di rumah. Banyak sanak keluarga, teman dan relasi kami yang datang.
Bella juga datang saat itu dan ia membawakan banyak kado untuk Vino anakku.
Namun, Ada sesuatu yang mengganjal dipikiranku sedari tadi. Salah seorang teman kakakku sebut saja namanya mas Adit. Belakangan diketahui kalau beliau ini seorang indigo, ia memang terkenal bisa membaca firasat masa depan. Bahkan menurut kakakku, sudah banyak ramalannya yang terbukti. Sebenarnya aku tidak pernah meminta mas Adit membaca nasibku atau memprediksi kehidupanku, tiba-tiba saat bersalaman mas Adit langsung berkata kalau ia melilhat ada sesuatu yang ganjil pada diri suamiku.
"Maaf mba Vina, kalau saya lancang. Saya perhatikan dari jauh ada yang aneh sama suami Mba," ucap mas Adit.
"Hmm ... maksudnya gimana, Mas? " tanyaku kebingungan. Ya tentu saja aku tidak paham maksud ucapannya.
Karena tidak ingin didengar orang banyak, aku memilih untuk mengajak mas Adit mundur dari keramaian. Ku minta ia mengikuti langkahku menuju teras belakang agar kami bisa lebih leluasa untuk bercerita.
"Aura mas Aldi itu gelap, Mba Vina. Mohon maaf, tapi seperti ada aura gelap yang mengikuti suami Mba Vina," jelas mas Adit.
Kedua belah alis mataku saling bertaut. Bukannya paham aku tentu saja semakin bingung. Ini mas Adit serius atau gimana? Aura gelap seperti apa yang ia maksud.
"Begini, Mba," lanjut Mas Adit. Ia seolah paham melihat ekspresiku yang hanya diam karena kebingungan. "Kalau menurut penglihatan saya, ada sesosok bayangan hitam yang sedari tadi mengikuti Mas Aldi entah apa tujuannya."
Aku semakin terkesiap. Berusaha untuk mencerna ucapan Mas Adit. Aura gelap? Bayangan hitam? Apakah ini maksdunya makhluk gaib?
Namun, belum sempat aku menanyakan lebih detail, samar terdengar namaku dipanggil oleh beberapa tamu hingga akhirnya memaksaku untuk mengurungkan niat bertanya lebih banyak.
"Mas, maaf saya harus pergi. Nanti kita lanjut lagi."
Ku tinggalkan Mas Adit begitu saja. Karena pikirku, setelah selesai menemui tamu, aku bisa kembali menghampirinya. Tapi, niatan itu nyatanya urunf terlaksana. Baru saja hendak kembali menghampiri, Della yang merupakan adik perempuanku tiba-tiba datang lalu menghampiri. Menarik lenganku tanpa ragu seolah ada sesuatu yang ingin ia tunjukkan.
"Kenapa, Del?" tanyaku penasaran.
"Aku mau tunjukin sesuatu," balasnya. Lalu ia mengarahkan telunjuknya menunjuk salah satu tamu yang hadir dalam acara tasyakuran hari ini.
"Itu cewek yang sering jalan sama mas Aldi."
Aku menajamkan penglihatan. Memastikan kembali siapa sosok yang Della tunjuk.
"Kamu yakin?"
"Iya. Aku yakin banget, Kak. Dua kali aku ketemu dia jalan bareng sama mas Aldi."
Aku terdiam sejenak. Ada perasaan terkejut karena wanita yang Della tunjuk adalah Bella, sahabatku sendiri. Tapi beberapa saat kemudian, aku membuang segala prasangka buruk yang memenuhi otakku. Bella sudah lama bersahabat dengan aku dan Aldi. Jadi tidak ada alasan untukku cemburu padanya. Mungkin saja saat itu Aldi dan Bella hanya ketemu dan makan biasa. Itu sebabnya, aku tidak begitu ambil pusing dengan apa yang dikatakan Della.
Malahan, yang mengganggu pikiranku sedari tadi adalah ucapan Mas Adit. Jujur, aku penasaran ingin tahu lebih banyak dengan sosok yang katanya mengikuti Mas Aldi. Tapi sayang, belum sempat bertanya banyak, Mas Adit sudah keburu pergi.
***
Tiga hari setelah acara aqiqah, tanpa sengaja aku dan Della kembali bertemu Mas adit di sebuah swalayan. Dengan penuh rasa ingin tahu ku tanyakan apa maksud perkataan Mas Adit kemarin di rumah. Tanpa ragu, Mas adit akhirnya mengajakku duduk dan minum teh di salah satu kedai yang letaknya pas di samping swalayan.
Begitu banyak pertanyaan aku layangkan. Intinya, segala sesuatu yang mengganjal harus aku tanyakan sampai ke akar-akarnya.
"Makhluk itu aslinya mirip jin mba, dia selalu mengikuti ke mana pun Mas Aldi pergi."
Dengan sabar Mas Adit menjelaskan. Ia menceritakan kalau selama ini ada bayangan hitam yang selalu mengikuti ke mana pun Aldi pergi. Seperti sengaja menempel pada tubuh suamiku.
"Kalau boleh saya tebak, itu seperti kiriman orang yang tidak suka sama Mas Aldi. Karena saya sempat berkomunikasi dan meminta makhluk itu untuk pergi. Tapi ia hanya tertawa menyeringai, mengisyaratkan kalau dia selama ini senang di samping mas Aldi."
Aku Kembali terdiam mendengar cerita Mas Adit. Bingung harus menanggapi seperti apa. Lagi pula, untuk tujuan apa orang lain sampai mengirimkan makhluk tersebut untuk mengikuti Aldi. Seingatku, mami bahkan tidak pernah punya musuh apalagi mengganggu orang lain.
"Asal Mba tau, rumah yang Mba tempati itu hawanya juga nggak enak. Biasanya, penghuni rumah bakalan sering sakit karena energi negatif-nya terlalu kuat. Bisa jadi, nanti orang-orang di dalamnya sering berselisih paham, bertengkar hebat, atau bahkan berseteru sampai bercerai berai."
"Jadi saya harus bagaimana, Mas?" tanyaku khawatir. Mana bisa aku tidak kepikiran kalau ternyata serius seperti ini.
"Rajin-rajin sholat dan baca Al-quran aja mba. Seperti yang kita semua tau, makhluk ghaib nggak suka dengan rumah yang penghuninya rajin beribadah. Insya Allah, mereka akan pergi dengan sendirinya."
Setelah lama berbincang, aku dan adikku akhirnya memutuskan untuk bergegas pamit. Sebelum benar-benar pergi, Mas Adit sempat memberikan nomor handphone-nya. Ia mengungkapkan siapa tau di kemudian hari aku membutuhkan pertolongannya. Maka, kami pun bertukar nomor telpon.
Saat di jalan pulang, tanpa sengaja aku melihat mobil Aldi dari kejauhan. Entah apa yang ada dilikiranku saat itu hingga memutuskan untuk mengikuti ke mana mobil itu melaju. Setelah hampir 10 menit membuntuti secara diam-diam, mobil yang Aldi kendarai berhenti di sebuah rumah makan.
Dari kejauhan, tampak dengan jelas Aldi turun lalu mengitari mobil kemudian membukakan pintu penumpang. Ternyata benar dugaanku, ada Bella di dalam mobil Aldi.
"Tuh kan," seru Della. "Mas Aldi pergi bareng wanita itu lagi."
"Ya mungkin mereka emang sering makan bareng. Lagi pula, apa salahnya makan siang sama-sama?"
"Emang Kakak nggak cemburu? Nggak curiga mereka punya hubungan lain? Mba Bella itu cantik, Kak. Cantik banget malahan. Bisa-bisa, Mas Aldi malah kepincut beneran."
"Husstt sembarangan!" tegurku.
"Loh, serius, Kak. Aku yang perempuan aja suka liat muka Mba Bella. Apalagi cowok-cowok di luar sana," ungkap Della. "Menurutku, Kakak harus tanya langsung ke mas Aldi, sebelum terlambat. Mana tau mereka beneran ada hubungan di belakang kakak. Atau kalau mau aman kakak selidikin sendiri saja dulu mereka berdua."
Aku terhenyuh sesaat. Yang dikatakan Della ada benarnya. Siapa tahu ternyata selama ini mereka berdua memang menjalin hubungan lebih dari sahabat di belakangku. Lagi pula, kebetulan ini terlalu sering terjadi. Tidak ada salahnya juga kalau aku menyelidiki mereka secara diam-diam demi memastikan apakah pikiran burukku memang benar atau salah.
Masih di dalam taksi, aku terus menunggu Aldi dan Bella yang tengah menyantap makan siang. Setelah selesai, mereka kembali ke mobil dan Aldi kembali memacu mobilnya. Karena masih diliputi rasa penasaran, aku memutuskan untuk mengikuti ke mana mereka pergi. Dan ternyata keduanya menuju kediaman Bella.
Aku sempat merasa lega. Akan tetapi ada pemandangan yang kurang sedap ku lihat saat itu.
Terlihat Aldi kembali membukakan pintu mobil untuk bella. Setelah keluar dari dalam mobil, ku lihat dengan sangat jelas dari kejauhan Bella mencium pipi kanan dan pipi kiri Aldi, hal yang tak pernah sama sekali mereka lakukan sebelumnya.
Ingin rasanya aku hampiri mereka, tapi ku tahan langkahku. Seperti yang ku pikirkan sebelumnya, aku harus menyelidiki mereka terlebih dahulu.
Sunggug, aku tidak ingin gegabah apalagi salah langkah. Persahabatan kami dipertaruhkan di sini.
Bukan, bukan hanya persahabatan saja tetapi pernikahanku juga dipertaruhkan jika benar aldi dan Bella terbukti memiliki hubungan di belakangku .
"Sekarang kakak liat sendiri apa yang mereka lakukan." Della kembali mengoceh. Seolah mengejek pikiran baikku selama ini. "Aku nggak mengada-ngada seperti pikiran kakak. Jelas mereka punya hubungan lebih di belakang Kakak."
"Iya, tapi kakak nggak mau gegabah. kakak harus selidiki terlebih dahulu," jawabku dengan lirih.
"Kakak harus siap dengan kemungkinan terburuk juga. Tapi, semoga aja yang kita takutkan nggak terjadi. Aku tetap berharap mereka hanya sebatas dekat aja. Nggak sampai melakukan hubungan yang terlalu jauh."
Aku bergeming mendengar ucapan Della. Sepanjang perjalanan pulang otakku penuh dengan sejuta tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi antara Adli dan Bella di belakangku.
Mencoba terus berfikir positif, tapi apa daya aku tentu saja tidak mampu membohongi perasaanku sendiri. Dadaku terasa sesak menahan tangis, mencoba tetap terlihat tegar di depan adikku.
Aku tidak mau ia terlihat sedih di hadapannya apalagi kalau-kalau orang di rumah sampai tahu masalah yang menderaku saat ini.
Namun apa daya, tangis ini tidak dapat lagi ku bendung. Ku pinta adikku untuk tutup mulut dengan apa yang baru saja aku dan ia lihat.
Ia mengangguk dan langsung memelukku, mencoba untuk terus menenangkan. Berusaha mengingatkan kalau sebentar lagi kami berdua akan sampai tujuan.
"Kalian sudah pulang, belanja apa aja tadi?" tegur Jbu saat melihat kedatanganku dan Della. "Kok tumben lama banget," tanyanya kemudian.
"Tadi mampir ketemu teman dulu, Bu. Jadi keasyikan cerita sampai lupa waktu," jawabku sambil berlalu.
Setalah menjawab pertanyaan ibu , aku cepat-cepat menuju kamar. Aku hanya takut kalau ibu sadar mataku memerah karena menangis saat di perjalanan pulang tadi. sesampainya di kamar , ku lihat anakku sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Langsung ku peluk Vino erat-erat , tak terbayangkan jika suatu saat Vino harus tumbuh tanpa sosok seorang ayah di sisinya. Pasti hidupnya akan berantakan.
Namun, sepertinya aku terlalu berpikir jauh.
Mana mungkin Aldi tega meninggalkan kami demi wanita lain. Dan belum tentu benar juga Aldi memiliki hubungan spesial dengan Bella yang nyata-nyatanya sahabat kami sendiri.
Tapi di sisi lain, perkataan adikku ada benarnya juga. Sebenarnya tidak ada alasan seorang pria menolak Bella yang notabene sempurna di kelasnya. Tapi Aldi juga bukan tipe pria lelaki gampangan yang mudah memalingkan pandangan. Kalau aldi suka Bella, kenapa tidak dari dulu saja mereka berpacaran? Kenapa harus memilihku untuk menjadi istrinya.
Ku tarik napas dalam-dalam. Ku coba untuk menengakan perasaanku yang sebenarnya tidak karuan. Memaksa agar mood yang tadinya berantakan kembali normal.
Aku tidak mau emosi saat menghadapi Aldi nanti.
Sebisa mungkin aku harus menghadapi Aldi dengan tenang dan kepala dingin. Lelaki mana yang suka diintimidasi apalagi dicurigai terlalu berlebihan.
Sambil terus mengatur mood yang sebelumnya kacau balau, ku dengar suara mobil Aldi memasuki garasi. Buru-buru aku berlari ke kamar mandi demi membasuh wajah. Aku hanya tidak ingin ia melihat kondisiku yang sedikit kacau.