bc

from Skin to Heart

book_age18+
172
FOLLOW
1K
READ
possessive
family
love after marriage
pregnant
arranged marriage
scandal
goodgirl
comedy
bxg
twink
like
intro-logo
Blurb

Tiba-tiba, Fazio harus siap menjadi Kepala Keluarga ketika mendapatkan wasiat dari almarhum Ibunya yang meminta ia segera untuk menikah. Sungguh, lelaki yang berprofesi sebagai make-up artis itu tidak siap!

Fazio masih ingin jalan-jalan dan clubbing!

Namun yang lebih mengejutkannya lagi adalah wanita yang akan menjadi calon isteri dari Fazio adalah seorang wanita bercadar yang begitu taat dengan Agama. Pria itu benar-benar ingin menghilang!

Apa Fazio yang terkenal lembut bisa menjadi sosok kepala keluarga? Tapi, bagaimana dengan sosok cinta pertamanya yang tiba-tiba menghilang lalu kembali?

chap-preview
Free preview
Part 1
  "Ini beneran lo cuman dibayar story sama post foto di feed doang?"   "Beneran," jawab Fazio sambil menyedot minuman dengan topping bobanya dengan santai. Bunyi sroot-sroot dari tarikan sedotan terdengar memenuhi taksi yang sedang berjalan itu.   "Lo kok mau, sih?" tanya Acha dengan ekspresi tak percaya. "Pengikut Mbak itu belum ratusan ribu, Fazio Anggasta Gumelar!" lanjutnya sambil mendengus. "Paling enggak lo mintakin setengahnya aja."   "Enggak papa kali," jawab Zio santai sambil mengambil satu cup minuman lagi dari plastik lalu memberikannya pada Acha—asistennya.   "Pasti ada sesuatu yang buat lo enggak tega nagihnya kan?" tanya Acha tatapan mata menyipit curiga, minuman boba yang berada ditangan tak ia pedulikan.   Fazio menggeleng dengan ekspresi polos, lau kembali menyedot minumannya  sekaligus berusaha menutupi jika sebenarnya apa yang ditebak oleh Acha adalah benar.   Ia tidak mungkin mengatakan bahwa orang yang Fazio rias tadi baru saja nampak mengalami kekerasan, beberapa bagian bawah mata dan tulang pipi wanita itu membiru. Selama merias juga, wanita itu sama sekali tak mengatakan apapun hanya diam menatap ke arah pantulan cermin. Acha memang tak melihatnya karena gadis itu Zio suruh untuk membeli bulu mata palsu.   "Padahal satu kali lo ngerias udah dapat 15 juta!" ujar Acha sambil menusuk sedotan itu ke minumannya. Tus!   "Udah ikhlasin aja, nambahin pengikut aja. Jadinya banyak yang tahu gue.”   "Palingan nambah berapa ratus doang pengikut kita," balas Acha membuat Fazio meringgis membenarkan. Pria itu kemudian mengerutkan dahinya ketika mendekati rumah asistennya.   "Pak, di depan berhenti ya," pinta Zio pada sopir taksi yang membawa mereka berdua.   "Baik, Mas,” angguk sopir taksi itu.   "Lo beneran mau langsung pulang? Enggak ke apartemen gue?" tanya Fazio sambil membuka bungkus cemilan berisi wafer yang tebalnya berlapis-lapis.   "Enggak dulu, gue mau jalan sama pacar gue nanti," ujar Acha dengan ekspresi berbahagia—jauh berbeda ketika tahu bahwa Fazio tidak menerima bayaran dari orang yang menggunakan jasa mereka.   "Nanti gue transfer jajan lo bulan ini."   "Aaaaa, makasih banget Kak Zio!” pekik Acha sambil memegang lengan bosnya.   "Gilaran di-tf aja manggil kakak lo, sialan!" dengus Fazio membuat gadis di sampingnya tergelak tak tahu diri. Acha memang lebih muda tiga tahun dari Fazio. Tepatnya baru saja berumur 18 tahun. Gadis itu baru tamat beberapa bulan yang lalu dan memilih untuk tidak kuliah.   Sedangkan Fazio sendiri, 21 tahun dan sendiri. Ah, sedih sebenarnya tapi itu tidak perlu dijelaskan panjang lebar karena laki-laki itu bahagia sendiri.   "Berhenti, Pak!" pinta Acha ketika taksi berhenti di depan gang rumahnya.   "Gue pulang deluan. See youuu!" Acha mengerucutkan bibirnya, memberikan ciuman jarak jauh yang membuat Fazio memutar bola matanya kesal.   "Too," jawab Zio pendek membuat Acha melebarkan hidungnya kesal membuat laki-laki itu balas mendengus.   Taksi kembali berjalan ketika Acha sudah turun dan menutup pintu, Fazio kembali menyedot minuman dengan boba di dalamnya. Bagi laki-laki yang berprofesi sebagai Make-up Artist itu minuman dan makanan dengan rasa manis adalah salah satu cara menghilangkan rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya.   Kalian tentu tidak salah dengar, Fazio Anggasta Gumelar memang merupakan seorang MUA—-orang yang menjadikan merias sebagai pekerjaannya.    Tentu saja ia sangat ditentang, profesi yang identik dengan seorang perempuan itu membuatnya mendapat perkataan buruk dari keluarga besarnya. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Fazio memilih berhenti dari kuliah bisnisnya saat di semester dua dan memilih mengikuti kursus.   Namun, Fazio sama sekali tidak menyesal dengan apa yang ia pilih. Ia baru bisa kembali menarik dan menghembuskan nafas tanpa rasa sesak di hatinya ketika memberikan surat pengunduran diri pada pihak kampus. Ia baru saja bisa tersenyum dengan lebar tanpa harus berpura-pura ketika berada di depan tempat kursusnya ketika pertama kali datang.   Fazio merasa kembali hidup saat itu.   Walau ia menjalankannya dengan bahagia, tentu saja jalannya tidak akan semulus itu. Beberapa kali ia ingin menyerah dan menangis. Namun, apa ia harus berhenti dengan apa yang menjadi pilihannya? Tidak, ia masih memiliki acara balas dendam untuk mereka yang menghinanya. Setidaknya itu yang membuat Zio bertahan. Dan, sekarang ia telah membuktikannya, menjadi seorang MUA terkenal dengan bayaran yang cukup fantastis.   Banyak pejabat bahkan artis papan yang selalu menggunakan jasanya.   Tapi, tetap saja, keluarga besarnya tetap memandang pekerjaannya remeh.   "Berhenti disini aja, Pak," pinta Fazio lalu melihat argo taksinya. "Ini uangnya, Pak. Makasih ya."   Fazio kemudian turun dari taksinya sambil menenteng makanan berisi cemilan yang sempat dibeli Acha ketika gadis itu pergi membeli keperluan make-up. Laki-laki itu ingin masuk ke unit apartemennya lalu merebahkan tubuhnya di kasur, karena demi apapun ia dan assitennya baru pulang jam 2 pagi dan kembali berangkat jam 7 pagi.   Ting!   Fazio keluar dari kotak besi yang membawanya menuju lantai tempat apartemennya berada, pria diawal 20 tahun itu mendengus ketika melihat seorang laki-laki dengan tubuh tegap berdiri di depan pintu apartemennya. Ingin rasanya Zio memutar tubuhnya dan berlari secepat mungkin lalu menginap di hotel yang berada di depan gedung apartemennya, namun seribu sayang, orang yang ia hindari itu sepertinya memiliki kemampuan sensor jarak jauh sehingga bisa merasakan kehadirannya.   "Ngapain kesini, Mas?” tanya Fazio to the point, tanpa basa-basi.    "Begitu cara seorang adik menyapa kakaknya sendiri?" tanya pria itu membuat Zio merotasikan bola matanya malas.    Chandra kemudian tersenyum lebar. Adiknya sama sekali tidak berubah. "Naya besok ikut kontes di sekolahnya, kamu bisakan gambarin mukanya kayak harimau? Ponakan kamu itu mau ikut lomba story telling.”   "Cari MUA lain aja deh, Mas,” sahut Fazio.   "Ngapain cari yang lain kalo adek sendiri jago make-up,” balas Mas Chandra membuat Fazio sedikit bangga. Memang hanya Kakak tertuanya itu yang sama sekali tidak menentang keputusan untuk berhenti kuliah dan menjadi MUA.   "Serius Mas cuman kesini karena itu?" tanya Fazio tak percaya.   "Mama kangen sama kamu, Yo.”   "Lombanya besok kan? Anter aja Naya besok kesini," ujar Zio sambil menyebutkan nama keponakannya. Pria itu kemudian berbalik dari hadapan sang Kakak, mencari kunci apartemen dari slig-bagnya.   "Mama pengen kamu nginap di rumah. Kebetulan Mas sama Mbak Aya nginap di rumah.”   "Enggak bisa, Mas,” tolak Fazio.   "Papa juga kangen kamu,” tambah Chandra.   "Enggak bisa juga, Mas.” Tidak ada alasan untuk Fazio meginjakan kaki ke rumah yang sudah ia tinggali sejak dua tahun lalu.   "Aku enggak mau ke rumah kalo Mama masih terus jodohin aku,” ujar Fazio akhirnya menyebutkan alasan yang membuatnya tidak mau kembali ke rumah itu hanya sekedar untuk bermain sejak tiga bulan yang lalu.   Perjodohan yang membuat ia merasakan kembali seperti di penjara.   Laki-laki itu berharap bahwa Kakaknya yang menjadi orang yang paling ia hormati bahkan dari Papanya itu mengerti dan tidak memaksakan keinginan Mama mereka.   "Mama mau yang terbaik untuk kamu, Fazio.” Laki-laki itu mendengus, sepertinya tidak ada lagi yang bisa ia harapkan dari keluargannya sendiri. Termasuk Kakaknya sendiri.   "Kenapa cuman aku? Itu si Dirga juga belum nikah. Harusnya Mama lebih peduli sama anak—"   "Fazio,” tegur Chandra yang tidak pernah suka jika adiknya membahas hal ini.   "Pokoknya aku enggak mau kalo nanti ujung-ujungnya bahas nikah atau aku langsung balik!” seru pria dua puluh satu tahun itu membalikan tubuhnya.   Chandra yang mendengar itu memijat kepalanya pusing, padahal ia sudah berjanji pada Mamanya untuk mencoba menesehati Zio. “Oke.”   Fazio menghela nafasnya panjang, mengangguk. “Sebentar, aku ambil baju dulu.”       ——-     Mobil tipe supercar itu melaju dengan kecepatan sedang membelah siang hari di Ibu kota. Chandra beberapa kali melirik adiknya yang sedang menonton serial drama korea dari ponselnya sambil mengunyah cemilan.   Pria yang lebih tua itu terkekeh melihatnya. Fazio memang agak sedikit berbeda dengan kebanyakan laki-laki yang mungkin akan menoton siaran ulang bola tadi malam atau adu gulat. Adiknya bahkan tidak suka itu, ia pernah mengajak adiknya menonton pertandingan gulat di televisi dan berakhir muntah sebelum acara di mulai.   Fazio itu sedikit istimewa.   Jika kebanyakan laki-laki akan memiliki catatan perkekelahian setidaknya dari bangku taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas dan berurusan dengan BK, adiknya itu malah melanjani pendidikannya dengan sangat mulus, bahkan menjadi murid kesayangan BK karena sering mengunjungi ruang mengerikan itu untuk mengantarkan anak yang bermasalah.   Fazio terlahir dengan hati selembut kapas dan memiliki simpati yang begitu tinggi pada orang sekitarnya.   “Mas jangan ngelamun, aku belum nikah masa udah jadi almarhum deluan,” sunggut Fazio ketika melihat Kakaknya itu nampak melamun.   “Tapi, enggak sekarang juga nikahnya!” tambah laki-laki itu lagi ketika melihat Chandra hendak mengatakan sesuatu. Pasti tentang perjodohan lagi!   “Gimana kerjaaanmu? Lancar?” tanya Chandra menanyai kabar adiknya.   “Lancar, aku masih kaya kok. Belum butuh uluran tangan,” jawab Fazio sambil terkekeh. Chandra yang mendengarnya ikut tertawa.   “Kamu enggak mau kerja di perusahaan, Yo?”   “Udah ada Mas Chandra, Dirga terus pasti si kunyuk itu kan?” tanya Zio mengeluarkan aplikasi streaming dari ponselnya. “Pasti karyawan bosan kali lihat anaknya Pak Rendra semua.”   “Perusahaankan punya Papa, Yo. Wajar kalo anaknya ikut bantu disana.”   “Bilang aja kalo anak Papa yang satunya lagi sedang berjuang di jalannya sendiri,” jawab Zio santai sambil mengobrak-abrik bungkusan berisi makanan.   “Yo, nanti jangan banyak ulah. Di rumah lagi agak kurang bersahabat,” beri tahu Chandra ketika mobil mereka berhenti di depan sebuah pagar besar dengan aksen warna emas dan putih, tak lama pagar itu terbuka dan mobil itu kembali melaju.   “Apa lagi yang dilakuin si kunyuk itu?” tebak Fazio berdecih. Adiknya paling bungsu itu memang selalu membuat masalah.   “Masuk dulu, nanti diceritain semuanya,” ajak Chandra.   Benar saja, suasana rumah nampak sedang tidak baik-baik saja. Pasti si kunyuk itu ngelakuin hal gila lagi, mampus! Batin Fazio.    Semua anggota keluarga besar Gumelae berada di ruangan keluarga. Bahkan Opa dan Omanya berada disana menatap kedatangan Fazio dan Chandra.   Namun, apakah Fazio peduli? Tidak, tentu saja. Tujuannya datang ke sini untuk merias ponakannya. Tidak ada unsur lain, sekalin pun diajak ia pin akan langsung berterima kasih dan langsung menolaknya. Tak mau.    Laki-laki itu tahu semua pandangan tertuju padanya, namun ia hanya mengangguk sekilas pada orang-orang yang berada di ruangan keluarga lalu melawatinya untuk menuju lantai dua. Kamarnya.   “Lihatlah tingkah lakunya. Apa seperti itu hormat anakmu, Rendra?” suara Opanya terdengar ketika Fazio hendak menaiki tangga.   “Fazio kayaknya lelah, Pa. Jadi biarkan saja dia langsung istirahat dulu,” ujar Rendra yang sedikit terkejut kehadiran anaknya. Ia pikir Fazio akan menolak seperti sebelumnya untuk datang kesini.   “Papa selalu aja bela dia, enggak pernah bela aku!” seru seorang laki-laki berusia 17 tahun berdiri.   “Barga!” seru seorang wanita yang berada di samping Rendra. Arumi menatap anak bungsunya itu tajam. “Duduk!”   “ Mama bahkan lebih sayang sama anak tiri daripada anak kandung Mama, aku!” teriak Barga lagi sambil menatap tajam ke arah punggung seorang laki-laki yang masih berdiri di ujung tangga.   “Mentang-mentang ibunya sudah meninggal, kalian lebih sayang sa—-“   BUGH!   Satu bogeman mentah langsung menderat ke arah pipi Barga membuat remaja itu terjaduh dengan sudut bibir mengeluarkan darah.   “Barga!” seru Arumi yang khawatir dengan kondisi anaknya. Tentu saja ia juga menyayangi anaknya.   Tentu saja bukan Fazio yang melayangkan pukulan itu—ia tidak sekuat itu by the way tapi itu Chandra yang muak dengan tingkah adiknya.   “Kedatangan kamu memang hanya membawa bencana, Fazio!” seru Omanya yang melihat cucu kesayangan terluka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook