bc

My Beast

book_age18+
376
FOLLOW
3.2K
READ
possessive
contract marriage
arranged marriage
student
drama
sweet
highschool
first love
school
seductive
like
intro-logo
Blurb

Seria Manhataga adalah seorang siswi SMA yang sempurna. Dia cantik dan memiliki badan yang bagus. Gelimang harta juga melingkupinya. Ya dia memang terdengar sempurna dan membuat siapa saja iri.

Namun siapa sangka, dia punya keterbatasan. Hal yang membuat dia menjadi tidak sempurna dan hal yang membelenggu dia untuk terbang bebas, yakni perjodohan.

Sam Dargantara si cowok dengan segudang jerawat di wajah dan berlusin daftar kenakalan itu adalah tunangannya. Jelas, dia bukan yang Seria inginkan.

Dia belajar terbang meskipun tahu sayapnya telah dibelenggu. Sesaat dia merasakan dirinya begitu berani, namun lama kelamaan siapa sangka belenggu di sayapnya adalah manisanya cinta yang pernah ada.

Meski begitu, keputusan ada di tangannya sendiri. Menetap atau berlari? Kita akan segera tahu dari setiap lembar yang tersaji.

Picture by: Pinterest

Font: Canva

chap-preview
Free preview
Prolog
Cantik. Itulah yang mendefinisikan aku, Seria Manhataga. Aku benar-benar beruntung mendapat gen ibu sehingga menjadi cantik seperti ini. Tentu saja menjadi pemilik gen semacam ini membawa banyak keberuntungan. Aku bisa dengan mudah memiliki teman perempuan. Beberapa jelas mendekat untuk kecipratan kepopuleran, tapi aku tidak peduli. Yang seru lagi tanpa perlu mengejar, akan ada banyak laki-laki yang meminta untuk menjadi kekasihku. Aku juga bisa dengan mudah mendominasi sosial media. Sungguh sangat menyenangkan. Namun ada satu hal yang akan membatasi aku terbang tinggi, yakni perjodohan. Aku tahu hal semacam ini sangat norak, tapi begitulah tradisi di keluarga kami. Orang tua yang akan menentukan jodoh anak-anaknya. Biasanya hal ini dilakukan saat kami di bangku SMA sehingga kami punya banyak waktu untuk berkenalan. Selain itu pihak laki-laki akan mulai dipacu untuk membangun karir untuk memastikan masa depannya ketika menikah. Perjodohan semacam ini tidak bisa kami hindari. Meski aku telah berulang kali mengatakan pada papa bahwa hal ini sangat norak, nyatanya papa tidak bisa menerima pendapatku. Bahkan ketika aku bilang Aliya dan yang lain bebas memilih jodoh, papa sama sekali tidak sedih mendengar bahwa putrinya menjadi satu-satunya yang terjebak perjodohan seperti ini di dalam kelompoknya. Lebih menyebalkannya lagi, saat ini aku telah berada di bangku SMA. Itu berarti aku benar-benar kehilangan kebebasanku. Untung saja aku tidak seperti kakakku yang hobi jatuh cinta sehingga aku tidak perlu khawatir akan patah hati jika jodohku ternyata seorang pria asing. Ya setidaknya aku merasa aman sampai malam ini duduk di meja makan dengan gaun peach tanpa lengan. Malam ini kami kedatangan keluarga Dagantara. Entah bagaimana hubungannya dengan Papa, aku tidak tahu. Yang jelas salah satu dari dua pria yang kini duduk di depanku akan menjadi jodohku. Perjodohan ini hanya sekali. Kemungkinan batal tidak akan pernah. Kecuali jika salah satu dari kami mati. Itu berarti siapapun yang malam ini diberikan padaku, maka sampai kapanpun dia lah pasanganku. Aku tidak bisa memilih. Karena semua ini adalah keputusan Papa. Dua Dagantara bersaudara ini sebenarnya telah sering aku lihat. Kami bersekolah di tempat yang sama. Yang bernama Arkan Dargantara itu satu jurusan denganku. Hanya saja kami duduk di kelas yang kelas yang berbeda. Banyak yang aku tahu tentang Arkan. Dia salah satu murid cowok paling populer di sekolah. Tampan dan merupakan ketua klub basket sekolah. Dia menyumbang banyak piala untuk sekolah dan menjadi pujaan kaum hawa. Untuk mengisi waktu senggang, aku dengar dia bekerja di sebuah bar sebagai bartender. Tidak buruk. Setidaknya dia masih menghasilkan uang, bukan hanya mabuk-mabukan tidak jelas. Aku bahkan tahu warna kesukaan dan makanan favoritnya. Bagaimana tidak? Satu sekolah membicarakannya, aku tidak bisa pura-pura tuli setiap informasi tentangnya menyapa telinga. Sementara itu di sebelahnya adalah yang lebih tua. Namanya kalau aku tidak salah adalah Samuel Dagantara. Dia duduk di kelas 12 dan memiliki reputasi yang sangat buruk. Dengar-dengar dia sering berkelahi. Pernah ada kabar beredar dia mendekap di penjara beberapa hari karena melakukan tawuran massal. Sisanya aku tidak tahu. Maklum, dia tidak populer seperti adiknya. Namanya terkubur dalam, terlebih setelah dia kelas 12 dan memutuskan untuk mengurangi sifat buruknya. Namun tetap saja itu tidak menjadikannya populer. Meskipun dia memilih postur tegap dan tinggi, nyatanya dia memiliki banyak jerawat di wajah dinginnya tersebut. Jelas, dia tidak masuk ke dalam tipe idaman kaum hawa. Belum lagi cara berpakaiannya yang asal. Bahkan malam ini alih-alih memakai kemeja rapi dia malah mengenakan kaos biasa dan jeans robek. Papa tentu tidak akan mencapnya buruk, karena dia memang ingin melihat keaslian calon menantunya. “Maaf aku terlambat.” Yah, kakaku yang paling menyebalkan itu datang. Dia mengenakan gaun indah dengan riasan yang norak. Ups, aku terlalu jujur. Dia terlalu berambisi menjadi cantik sepertiku. Tidak hanya berbotol-botol skincare dan uang untuk treatment yang ia habiskan, dia juga menambah porsi make up-nya. Mungkin dia kira dengan begitu dia akan mengalahkanku, namun nyatanya dia malah terlihat sangat norak. Ya kuharap, dua Dagantara ini tidak akan jujur soal itu atau dia akan meraung keras seperti bayi. “Karena semua sudah lengkap. Mari kita mulai menyantap hidangan lezat ini.” Papa membuka makan malam dengan sumringah di wajahnya. Pasti dia telah menantikan saat ini sejak lama. Ya, sejujurnya aku juga. Bukan menantikan karena antusias, namun menantikan karena penasaran. Makan malam berlangsung damai, empat orang tua itu berbincang-bincang untuk menentukan perjodohan. Kami berempat pula hanya diam mendengarkan. “Aera, ini Samuel Dagantara.” Papa menunjuk Sam dengan tangannya. Aku melihat jelas wajah Aera yang menggelap. “Aku tidak mau,” teriaknya. Dasar bayi! Papa melototinya cepat. “Aera!” “Aku tidak mau, Pa.” Ya, bayi besar pun merengek. “Aku tidak suka dia. Dia jelek dan jahat.” Aku hanya mengerling malas, siapa sangka malah membuat aku terpikat wajah dingin Sam. Yah aku bisa merasakan seberapa rusaknya harga dirinya mendengarkan penolakan itu. Meskipun hal itu fakta, nyatanya cara Aera berteriak telah membuat Sam merasa sangat rendah. “Aera..” Kali ini mama yang turun tangan. “Pokoknya aku tidak mau.” Dasar keras kepala! Meskipun tidak suka harusnya dia menerima saja. Kan sudah papa bilang sejak dahulu, bahwa perjodohan semacam ini tidak bisa ditawar sama sekali. “Jon, sudahlah.” Tuan Manuel Dagantara angkat suara. “Aku memang tidak berharap banyak dari dua putrimu untuk putraku yang satu ini.” Sam memotong pudding buahnya, membawa satu potongan kecil ke dalam mulutnya dengan santai. Tapi ketika tanpa sengaja dia melihatku, aku bisa membaca jelas ada luka di dalam maniknya. Bagaimana tidak? Bahkan ayahnya sendiri tidak yakin dirinya bisa memiliki pasangan dengan rupa seperti itu. “Pa, aku sudah mengenal Seria.” Arkan buka suara. Aku tahu maksudnya. Pasti dia ingin aku yang dijodohkan dengannya. Oh tidak semudah itu ferguso. “Aku yang paling tua, Pa.” Benar, Aera. Kamu yang paling tua. Kamu yang akan menikah lebih dulu. Mau dengan Arkan? Ambil lah. Aku tidak peduli. Aku memakan puddingku lagi. Argumen-argumen antara papa dan Tuan Manuel berlanjut. Hingga akhirnya keputusan final diumumkan. “Baiklah, Aera mulai hari ini hingga selamanya kamu dan Arkan adalah sepasang.” Aera tersenyum bahagia. Dia melemparkan tatapan merendahkan padaku. Cih, aku bahkan tidak iri sama sekali meskipun dia berhasil mendapatkan pria paling populer bernama Arkan itu. “Seria,” panggil papa. Aku mengangkat kepala dari piring puddingku. “Iya, Pa?” “Maaf, Seria. Kamu terpaksa bersama Samuel. Papa tidak peduli kamu suka atau tidak, yang jelas ini keputusan mutlaknya. “ Benar, kata maaf itu hanya hiasan saja. Biar bagaimana pun sifat pemakasa papa tidak akan hilang. Aku melempar tatapan sekilas pada Sam. “Dia juga manusia. Kenapa tidak?” kataku. Meskipun dia jelek dan memiliki reputasi buruk, entah kenapa aku merasa dia tidak pantas mendapatkan perlakuan semacam itu. Bukan hanya Aera, ayahnya sendiri dan bahkan papa telah meremehkan dia hanya karena wajahnya. Aku akui dia jelek, tapi tidak perlu sampai menyakiti perasaan seperti itu. Dia juga tetap manusia. “Baiklah, kamu dan Samuel adalah sepasang. Papa tidak akan menerima alasan apapun jika kalian akhirnya memutuskan untuk berpisah. Kalian harus tetap bersatu. Bagiamana pun caranya, harus tetap bersatu!” Aku jadi menyesal karena telah membela Samuel. Aku bahkan jadi lupa bahwa ini keputusan untuk seumur hidup. Harusnya aku merengek saja seperti Aera. Ah, Samuel sialan. Kenapa juga aku harus kasihan padanya tadi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook