bc

Mystery of the hallway

book_age18+
85
FOLLOW
1K
READ
murder
revenge
mystery
another world
whodunnit
horror
like
intro-logo
Blurb

Yuni yang secara kebetulan datang di waktu yang bersamaan dengan kedatangan Haris. Rektor baru yang menyimpan banyak rahasia di masa lalunya.

Sementara itu, ada suatu sosok yang menunggu cukup lama. Menunggu waktu untuk mengungkapkan sebuah kebenaran. Melalui seseorang yang bernama Yuni, kebenaran itu akan diperjuangkan lagi, diungkap satu per satu hingga tabir misteri terpecahkan.

Akan tetapi, semua tidak berjalan seperti harapan. Kebenaran yang tersembunyi dengan rapi selama puluhan tahun itu sangat sulit dibongkar. Sementara semakin berjalan waktu kebenaran itu sudah dilupakan banyak orang.

Mystery of the hallway

chap-preview
Free preview
Mengumpulkan Semangat
Senja bersinar begitu indah dan menawan. Lukisan langit Tuhan memang tidak ada tandingannya. Warna cerah dan berkilau dipadukan dengan sedikit putihnya awan yang menambah keinginan untuk terus bisa melihatnya. "Bersyukur rasanya aku bisa ada di sini," ucap Yuni di teras kamarnya yang berada di lantai atas. Ia tersenyum menatap lukisan langit. Diperhatikan juga dari atas teras tersebut, tampak hiruk pikuk orang-orang yang baru pulang kerja di jalanan gang sempit. Begitu ramai dan padat penduduk. Beginilah suasana di sekitar kamar kos yang ditempati Yuni. Tak ada yang istimewa memang. Namun, bagi Yuni ini adalah hal yang lebih baik. Daripada harus tinggal di kampung yang dipenuhi segala macam kehororan. Kehororan yang lebih horor dari para penghuni alam lain. Apa lagi kalau bukan omongan orang yang tak bertanggung jawab. Menilai Yuni sebelah mata dan sesuka hatinya. Menertawakan Yuni atas kegagalan, mencemooh bahkan yang lebih parah lagi. Membandingkan keberhasilan Yuni dengan seseorang yang jelas latar belakang keluarganya berbeda. Padahal, gadis itu yakin dirinya hanya sedang diuji dengan keberhasilan yang tertunda. Suatu saat, jika waktunya tiba ia akan sukses seperti yang lain. Kini, angin sore menyapa lembut menenangkan perasaan. Yuni sedang mengumpulkan semangatnya. Besok, ia akan mendapat pekerjaan baru untuk pertama kali.  "Rasanya, memang lebih enak di sini. Daripada di kampung terus. Pokoknya semangat untuk besok. Kita mulai bekerja dengan baik." Yuni memenuhi perasaan dan pikirannya dengan segala energi positif. Ia akan berjuang untuk pekerjaan pertamanya besok. Akan ditunjukkan pada dunia jika dirinya bisa bekerja keras. ** Waktu sore berlalu begitu cepat dengan caranya. Tak ada yang tahu, kehidupan seperti apa yang akan datang menyambut seseorang. Jam yang berjalan berhasil menambah usia siapa saja yang hidup di dunia ini. Termasuk Yuni Rahayu, sebuah nama yang disematkan oleh kedua orang tuanya 19 tahun yang lalu. Yuni yang berarti menghormati orang tua. Sedangkan Rahayu yang artinya selamat. Atau jika dideskripsikan lagi, Rahayu memiliki makna agar si punya nama bisa selalu dalam keadaan selamat dari bahaya. Pagi-pagi sekali, Yuni sudah membuka matanya. Usai melakukan dua rakaat shubuh. Gadis itu bersiap untuk berangkat kerja. Masih kurang tiga puluh menit untuk berangkat. Yuni mengikat tali sepatu sambil berdendang lagu kesukaannya. Di tengah-tengah acara karaoke sesuka hati paginya ini. Tiba-tiba terdengar suara lirih menyapa. Yuni sontak terkejut dan menoleh kepada sosok yang menyapa itu. "Oala, ibu kos. Ada apa Bu?" tanya Yuni. "Kamu jadi kerja di kampus perawat itu?" tanya Bu Kos yang biasa dipanggil Bu Slamet.  Ikatan tali sepatu sudah selesai. Yuni mengangkat wajahnya dan menatap Bu Slamet. "Iya jadi lha Bu. Saya udah dikontrak di sana selama enam bulan ke depan." Bu Slamet terlihat berpikir. Garis halus di sekitar matanya makin kian tampak. "Kalau gitu, hati-hati ya kalau kerja. Di sana terkenal angker. Kamu jangan sampai ambil apa-apa dari tempat itu, jangan ketawa keras-keras, jangan banyak tingkah, jangan melakukan hal-hal m***m dan selalu berdoa." Yuni tersenyum ramah. Ia sangat senang mendapat nasehat sekaligus sebuah perhatian dari bu kosnya. Diraih tangan keriput Ibu Slamet. "Kalau gitu, saya pamit ya Bu." "Ah." Bu Slamet agaknya terkejut dengan perlakuan dari Yuni barusan. Rasanya baru kali ini ada anak kos yang mau mencium punggung tangannya dengan sopan. Seperti yang dilakukan seorang anak berbakti kepada ibunya. "Yuni berangkat dulu ya Bu, assalamualaikum!" “Waalaikum salam,” sahut Bu Slamet. Wanita setengah abad itu begitu tersentuh dengan perlakuan dari Yuni. Apalagi dirinya yang memang tidak memiliki anak sejak pernikahan dulu. "Hati-hati Nak!" Dengan begitu semangat Yuni memulai langkahnya. Tak lupa basmalah untuk memulai segala kegiatan yang baru hari ini dilakukan. Ia begitu yakin dirinya bisa bekerja dengan baik. Bukan hanya bisa, tapi harus dilakukan. Karena bagaimanapun, bagi Yuni, berat meninggalkan kampung halaman. Apalagi ia yang juga memiliki banyak adik yang begitu amat disayangi. Baru beberapa hari saja di kota. Jujur, ia merasa rindu teramat dalam. Namun, dipupus semua rasa itu. Hal terpenting sekarang, ia harus berjuang untuk masa depan. Kini langkah gadis itu sudah sampai di depan gerbang sebuah kampus. Kampus yang akan menjadi tempat kerjanya.  Yuni memperhatikan dengan seksama. Bangunan itu tampak dikelilingi pagar besi yang gayanya seperti zaman kolonial. Banyak yang sudah berkarat. Belum lagi papan reklame yang tampak usang. "Yang bener aja, masak ini kampus keperawatan sih," batin Yuni agak bingung. Awalnya ragu sekali untuk melangkah masuk. Seperti ada sepasang mata yang tengah melihat Yuni dari kejauhan. Ada rasa berbeda yang hinggap tiba-tiba. Bersamaan dengan angin dingin tertiup dari rimbunan pohon besar yang tumbuh di sekitar kampus. Yuni akhirnya masuk, selangkah demi selangkah rasanya begitu berat. Ada hal aneh yang tampak di setiap penjuru. Hingga tiba di sebuah lapangan berlantai batako yang kental dengan aroma basah. Agak terasa licin saat diinjak. Lumut seolah menjadi lapisan yang cukup tebal berada di atasnya. "Ya ampun, kampus macam apa ini?" batin Yuni bertanya sambil melempar pandang ke segala penjuru. Kosong, sepi, sunyi dan tak berpenghuni. Itulah yang terlihat dan terasa. Sepanjang yang tertangkap mata di bagian depan kelas hanya ada bangku kosong dan deretan pohon bonsai yang mulai liar dirambati rumput. "Kenapa suasananya seperti ini. Ini kampus beneran atau bukan," gumam Yuni.  Tiba-tiba saja hatinya bergetar, ia tak paham apa yang terjadi menimpa dirinya saat ini. Begitu saja ada aroma melati cukup kuat menyeruak menghanyutkan perasaan. Yuni bergegas menyadarkan pikiran. Ia segera memutar langkahnya untuk kembali ke pintu masuk.  "Lebih baik ada seseorang yang menemaniku berjalan di sekitar sini," batin Yuni mencoba tenang. Segera ia mengambil langkah seribu. Tujuh meter jarak lapangan dengan pintu pagar. Terasa jauh sekali bagi Yuni yang tengah berlari. Nafasnya mulai terdengar kencang. Hingga tiba-tiba karena tak melihat ke depan Yuni tanpa sengaja menabrak seseorang. "Brugh." Suara Yuni terjatuh ke tanah cukup keras. Yuni sedikit terkejut. Kepalanya mendadak pusing karena perutnya yang sebenarnya keroncongan menahan lapar. Tadi pagi, dirinya memang tak sarapan. Terlalu pagi rasanya harus mengeluarkan uang. "Hey, kamu nggak papa?" tanya seseorang yang tertabrak dengan Yuni. Yuni mencoba melihat sosok itu. Wajahnya tampan seperti pangeran. Tapi, saat kedua matanya melihat semakin ke bawah ada yang aneh. Bukan karena wujudnya yang Yuni curiga bukan manusia karena wajahnya yang terlalu rupawan. Memang, ini adalah pertama kalinya Yuni berjumpa makhluk seganteng itu. Dikibaskan kepalanya dengan cepat. Ternyata sosok tersebut memang tampan, tapi mengapa bajunya tidak serasi.  "Ka, kamu siapa?" tanya Yuni yang masih tersungkur di lantai. Sosok itu mencoba membantu. Diulurkan tangannya untuk menolong. Yuni membalasnya agar bisa bangun.  "Tangannya dingin banget," batin Yuni. Ia bisa merasakan dingin pada tangan pria itu.  "Hey kamu lihatnya kok sampe segitu sih. Kenapa?" "Tangan kamu dingin banget!" "Iya, aku abis selesai pake masker es batu." Yuni mengangkat sebelah alisnya. Tanda ia tak paham sama sekali. Sosok tampan bagai arjuna itu tersenyum. "Jangan-jangan kamu nggak pernah denger masker es batu ya?" Yuni yang sudah berdiri berusaha membersihkan sisa kotoran di bajunya. Diperlihatkan wajahnya yang penuh tanya. "Aku nggak tahu. Kamu siapa?" "Aku Bima, mahasiswa di sini." Yuni masih bingung. "Aku percaya kalau kamu mahasiswa. Tapi, kenapa pake baju satpam. Rasanya nggak cocok wajah kayak artis pake baju satpam." Sosok yang mengaku bernama Bima itu tertawa. "Kamu ada-ada aja!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook