bc

The Science Of Love

book_age4+
649
FOLLOW
2.6K
READ
love-triangle
goodgirl
brave
comedy
sweet
bxg
humorous
serious
genius
first love
like
intro-logo
Blurb

Valencia Anggraini Wijaya adalah seorang cewek SMA yang masih duduk di kelas X dan alergi Kimia. Cinta pertamanya harus kandas karena penikungan dua arah yang dilakukan pacar dan sahabatnya. Dia pun tidak berniat pacaran lagi. Namun, pertemuannya dengan Pascal yang merupakan juara Kimia membuatnya tidak bisa menolak untuk berpacaran lagi. Bagaimana nasib Valenci? Apakah patah hatinya dan alerginya akan sembuh atau sebaliknya?

chap-preview
Free preview
PROLOG
Aku nggak suka Fisika, itu sugesti pertama yang tertanam saat guru Fisika mulai masuk dan mengajarkan materi. Mulai dari gaya gravitasi, hukum Newton hingga energi, aku sama sekali nggak bisa menguasai. Namun teman sebangkuku yang merupakan ahli Fisika menyelamatkanku. Selalu sabar mengajariku, memberikan contekan tiap tugas dan memberikan bimbingan gratis tiap ulangan membuatku bisa melewati pelajaran Fisika selama tiga tahun di SMP dengan nilai pas-pasan. Sekarang, di SMA, aku harus bertemu dengan Kimia. s**l, itu yang akukatakan tiap kali guru Kimiaku masuk ke kelas buat mengajar padahal aku sudah berdoa jutaan kali biar beliau sakit, izin atau apapun yang membuatnya enggan masuk kelas atau minimal terlambat masuk. Sayangnya, doaku jarang dikabulkan. Bab hakikat Kimia, struktur atom hingga ikatan Kimia telah sukses memberikan tekanan yang besar di masa SMA-ku hingga membuatku yakin bahwa aku sudah stress berat. Aku bahkan kehilangan berat badan lebih dari 5 kg hanya dalam waktu beberapa bulan. Hasil yang mengejutkan mengingat aku pernah diet selama setahun dan hanya turun 1-2 kg. Tumpukan stress itu diperparah dengan masuknya bab baru Reaksi oksidasi dan Reduksi hingga tata nama senyawa di semester dua kelas X. Sebalnya, si nyebelowo, sebutan untuk guruku yang nyebelin tapi selalu meminta muridnya legowo (menerima nasib) setiap kali harus remidi. Sungguh guru terhaqiqi, mengingat beliau adalah seorang wanita yang sudah menikah, berpostur tubuh pendek, kurus dan memiliki suami yang tampan serta satu anak yang ganteng berusia 10 tahun. Puncak rasa nggak sukaku pada Kimia pun memuncuk sehingga aku terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit karena semalaman berusaha belajar dan memahami si Kimia dari hati ke hati. Saat itulah dokter memberikanku vonis yang mengerikan. Aku alergi Kimia. Seandainya bisa, aku ingin pindah jurusan dari IPA ke IPS. Sayangnya, hal itu nggak bisa dilakukan walau sekolah mengizinkan murid IPA pindah ke IPS atau sebaliknya tiap awal semester tahun ajaran baru. Ya, walau harus di tes dulu, nggak bisa langsung pindah. Selain nggak yakin bisa lulus tes, ada alasan lain yang membuatku nggak bisa pindah jurusan. Papa pasti akan mencoret keanggotaanku di kartu keluarga jika melakukan itu. Terlebih, mas Atom, nama kakakku satu-satunya adalah si juara olimpiade Fisika. Aku nggak tahu bagaimana bisa dia mencintai Vektor, Kinematika dan lain sebagainya itu. Mas Atom dua tahun di atasku. Saat ini, mas Atom sudah kelas 12 di SMA yang berbeda dariku. Mas Atom SMANSA ( SMA Negeri Satu ), sedangkan aku SMADA ( SMA Dua). Belum punya pacar alias jomblo. Baginya mengerjakan soal-soal Fisika lebih menyenangkan daripada harus berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. "Cewek nggak ada buku panduan rumusnya, jadi susah dipahami," begitu alasan dari mas Atom tiap kutanya mengapa nggak mau pacaran. Awalnya aku mengira mas-ku itu homo ( pecinta sesama jenis ), ternyata masih normal. Berbeda dengan mas Atom, aku pernah pacaran sekali. Dia kakak kelasku saat SMP, namanya, hm, aku mendadak amnesia. Yang jelas, kami putus barusan, tepat dua bulan setelah semester dua dimulai. Alasannya, karena dia dan sahabatku mulai menyimpang dari orbit pertemanan serta menjalin sebuah hubungan bertema penikungan dua arah. Alhasil, aku pun diputusin. Aku nggak dendam sama mereka, cuma langsung mensugesti otakku bahwa dua orang itu harus dicoret dari hidupku. Jadi, sekarang aku jomblo dan berniat nggak mau pacaran lagi. Rencananya begitu, walau kemudian hanya sebatas niat saja. Waktu itu, aku lagi nangis bombay di belakang perpustakaan. Nyudut karena nggak mau diketahui orang kalau baru saja diputusin, lewat SMS lagi. Soalnya dia ngeWhatApps dan nggak akubaca-baca karena nggak ada kuota. Miris. Sungguh cara patah hati yang menyedihkan. Dalam keadaan wajah mengerikan, hidung dan mata bengkak, seluruh permukaan wajah jelek serta penuh air mata dan ingus itulah, dia memergokiku. "Hei," panggilnya yang ngebuat kepalaku tertoleh dan menatapnya dengan genangan airmata yang membuatku nggak begitu melihat wajahnya. Ditambah minus lima membuat pandanganku kabur. "Pergi sana," usirku sembari mengibaskan tangan dan menyedot sedikit ingus yang mulai numpuk. Setelah mengusirnya, aku nundukin kepala lagi, mau lanjut nangis. Tapi anehnya, dia nggak jijik meski kelakuanku begitu. Dia malah mendekat. "Kamu tahu nggak, air mata itu kok bisa kebentuk?" tanyanya yang ngebuat aku menghela napas. Meneketehe. Emang penting air mata gimana kebentuknya? Kalau nangis ya keluar tuh air mata. Bodo amat datangnya darimana. Bukan si X, jadi nggak perlu dicaritahu gimana datangnya. "Nggak pengen tahu ya? Kalau kandungan air mata, tertarik buat tahu nggak?" tanyanya lagi. Dia siapa sih? Nggak ada kerjaan amat ngajak orang nangis menganalisa kandungan air mata. "Emang apaan?" tanyaku, males juga dia nyaksiin aku nangis. Mungkin habis kutanya dan dia ngejawab, dia akan pergi dan ngebiarin aku sendiri. "Nah, air mata yang dihasilkan saat emosi atau sedih banget, itu mengandung 24% protein albumin lebih banyak dari biasanya lho! Itu bagus buat metabolisme tubuhmu," jawabnya dengan antusias. "Selain itu, air mata mengandung elektrolit leusinenkefalin, adrenokortikotropik, prolaktin dan imunoglobulin yang semuanya menghasilkan rasa asin. Makanya air mata rasanya asin." Dia melanjutkan. Aku hanya mengendus udara, sama sekali asing dengan semua yang disebutkan barusan. "Kalau kebahagiaan mengandung apa aja? Bisa aku buat nggak? Aku pengen bahagia," kataku sembari menoleh ke sepatunya. Dimana aku sedang berjongkok sementara dia berdiri. Hening, nggak ada tanggapan. Ya, emangnya siapa yang mau menanggapi pertanyaan konyol semacam itu? Bodohnya diriku. Nggak usah nyanyi, bukan lirik lagu. "Anu, lupain aja!" kataku sembari mendesah pelan. "Aku nggak bisa," katanya. Hah? "Aku nggak bisa menganalisa kebahagian apa yang kamu mau. Butuh penelitian dulu buat tahu," jelasnya. "Nggak usah nggak apa-apa, lupain!" kataku sembari menyembunyikan wajahku di sela lutut, malu. "Tapi kalau obat yang bisa buat bahagia, mungkin bisa. Kalau nggak salah komposisinya terdiri dari soda, oksigen, karbondioksida, kalium, natrium dan air mata bahagia. Komposisinya harus seimbang." Aku mengangkat wajahku sedikit, menautkan alis, jadi tertarik buat tahu dia siapa walau belum berani menatap langsung. Kalau dari suara dan ujung celananya yang kelihatan, jenis kelaminnya cowok. "Aku suka obat yang manis," kataku, mulai menanggapi dirinya yang ngawur. "Gampang, tinggal tambah dua sendok gula. Kalau masih kurang, injeksi insulin aja. Tapi jangan kebanyakan, bisa gawat." Aku menghela napas panjang, entah sejak kapan aku berhenti menangis dan sedihku pergi. "Jadi, kamu patah hati?" Aku mengangguk. "Kalau begitu, kamu tinggal membangkitkan hormon bahagia aja di tubuhmu biar sakit di hatimu sembuh," sarannya. "Gimana caranya? Bikin obat juga?" "Nggak perlu, mau akubantu?" Aku diam, belum yakin mau jawab apa. "Kalau iya, ayo pacaran!" "Hah?" Kepalaku mendongak secara otomatis dan menatap dia yang hanya memamerkan barisan giginya yang putih. Wajahnya kelihatan karena jarak di antara kami sudah dekat. "Namamu siapa?" tanyanya. "Valenci," jawabku. Dia tersenyum manis. "Nama yang bagus," pujinya. "Oke, salam kenal Valenci. Mulai hari  ini kita pacaran sampai patah hatimu sembuh." "Eh?" "Sudah tahu aku siapa kan?" tanyanya. Aku hanya mengangguk mengiyakan. "Sip, sudah bel. Masuk kelas sana. Dah." katanya lalu pergi meninggalkan aku yang hanya mampu melongo. Hari itu, cinta keduaku dimulai. Masalahnya, cowok itu adalah sumber alergiku. Kak Pascal, kelas XI-IPA-1, Si juara olimpiade Kimia tahun lalu. s**l.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook