bc

Tattooed Heart

book_age12+
167
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
second chance
brave
dare to love and hate
CEO
boss
drama
sweet
city
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Pertengkaran dalam sebuah hubungan bukanlah hal yang tabu, namun akan menjadi masalah yang serius ketika menyebabkan putusnya sebuah hubungan, menjauhkan dua insan yang memiliki ikatan, seperti hubungan Valerio dan Avelyn.

Lalu, apa jadinya jika Avelyn kembali dengan hati yang masih utuh namun tidak dengan Valerio karena ia memiliki kekasih baru? Perempuan yang dulunya adik kelas mereka, Fara namanya.

Fara yang duduk diatas kursi roda sebenarnya disebabkan oleh kecelakaan yang juga melibatkan Avelyn, lalu bagaimana reaksi Valerio saat mengetahuinya?

Avelyn juga dekat dengan seorang pria bernama Kaival, bisa dibilang ia memiliki posisi lebih tinggi ketimbang Valerio. Apa yang akan dilakukan Valerio ketika ia menyadari jika ia membohongi dirinya sendiri, faktanya ia masih mencintai Avelyn dan sekarang perempuan itu bersama pria lain? Ditambah, sebuah rahasia dari Fara terbongkar, sebuah rahasia yang membuat Valerio beralih membencinya.

Apa rahasia itu? Jadi, bagaimana kelanjutan hubungan Valerio dengan Velyn? Akhirnya bersatu atau muncul masalah baru?

chap-preview
Free preview
1. Halo, Mantan!
Sore yang cerah, seorang perempuan menarik kopernya menuju satu rumah berwarna putih yang cukup besar. Ia tersenyum kecil, kepulangannya mungkin akan mengejutkan orang-orang di rumah itu karena ia sama sekali tak mengabarkan hal ini. Ia kemudian mengetuk pintu rumah, beberapa kali hingga terdengar sahutan dari dalam. "Iya, sebentar!" Pintu perlahan terbuka, ia menahan bibir agar tak tertawa. Entahlah tapi bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayang dalam jangka waktu yang sangat lama membuatnya terlalu senang hingga rasanya mendekati lucu. "Hai, Ma," sapanya dan tertawa kecil ketika pintu telah terbuka. Perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik itu terdiam sebelum berteriak. "Velyn?! Ini ... kamu?" tanyanya sembari mendekati Avelyn, atau biasa disapa Velyn. "Iyalah, jadi siapa lagi, Ma." Avelyn memeluk Mamanya dan mengecup pipinya. "Mama baik-baik aja, kan?" tanyanya kemudian. "Baik, Mama baik. Kamu pulang kenapa gak bilang-bilang, sih?!" Mama menggeram pelan sembari menuntun Velyn masuk ke dalam rumah. "Mau buat surprise aja, Ma," jawab Velyn ringan, ia mengedarkan pandangannya. "Rumahnya gak berubah, gini mulu dari dulu," sambungnya berdecak. Beberapa foto masa kecilnya masih tergantung manis di dinding. "Biarin aja, Mama suka kok, kalau kamu gak suka ya itu masalah kamu," sahut mama cuek, membuat Velyn mencibir karenanya. Mamanya ini memang jago membuat orang lain kesal. Tapi, tidak apa. Ia lebih suka Mamanya yang seperti ini daripada diam karena sakit, ia tak mau hal itu terjadi kembali. "Anyway, Papa mana, Ma?" tanya Velyn duduk di sofa disebelah mama yang duduk terlebih dahulu. "Bentar lagi mungkin pulang. Papa kamu akhir-akhir ini selalu sibuk, Vel," ujar mama yang intonasinya terdengar serius di telinga Velyn. "Papa kan udah tua, jadi ini waktu yang tepat buat kamu ngendaliin perusahaan." Tepat sekali! Satu hal yang menjadi bayangan pikiran Avelyn ketika ia hendak pulang adalah ini. Memimpin sebuah perusahaan terdengar mengerikan baginya, ia takut melakukan sebuah kesalahan yang akibatnya akan fatal. "Tapi, Ma--" "Apa yang kamu takutin? Kamu coba aja dulu, gak seserem yang kamu bayangin, kamu juga enggak sendirian, ada papa di belakang kamu, siap dukung dan bantu kamu," ujar mama sembari mengusap pelan rambut hitam legam Velyn. Kalau nada bicaranya tenang begitu, Velyn sama sekali tak berani membantah. Tapi ia memang tidak ingin menggantikan papanya. Ada banyak ketakutan mendera. Mama yang melihat ekspresi Velyn berubah jadi ikut merubah ekspresinya menjadi ceria kembali. Anak semata wayangnya itu baru saja pulang dan itu semacam keajaiban karena sangat sulit meminta Velyn untuk pulang. Jadi, rasa-rasanya masih tak cocok membicarakan tentang perusahaan sekarang ini. "Betewe, kamu kenapa jadi makin jelek gini, Vel?" Si mama tampak serius sembari memegang dagu Velyn dan mengarahkan wajah anaknya itu ke hadapannya. "Ma, seriously?!" Velyn berteriak kesal. "Mantan aku banyak loh disana, Ma!" "Terus, banyak mantan berarti cantik?" Mama menaikkan sebelah alisnya. "Mama buat kesel deh." Mama tertawa ia kemudian kembali mengelus rambut hitam bergelombang Velyn. "Mama bercanda. Yauda sekarang kamu naik ke atas, bersih-bersih terus turun makan, okey?" Velyn menghela nafas pelan, ia memeluk mamanya sebentar sebelum bangkit berdiri dan menarik kopernya menaiki anak tangga. Mama sendiri bangkit menuju dapur. Baru saja ingin memakai apron ketika pintu rumah terbuka, Mama kemudian cepat-cepat meletakkan apron ke atas meja dapur dan berjalan cepat menuju ruang tamu. Itu suaminya! Dan ia sangat yakin suaminya itu akan sangat senang mendengar anak mereka sudah berada di rumah. Namun, langkahnya perlahan terhenti ketika melihat dua pria berdiri disana. Bukan hanya suaminya. Dan ia jelas mengenali pria satunya lagi. Tapi ... kenapa ia disini? "Papa?" Salah satu pria yang tampak berumur lima puluh tahunan itu menoleh dan tersenyum menghampiri sang mama. "Oh, Ma. Maaf ya Papa gak bilang dulu sebelumnya. Tapi ada yang harus Papa diskusiin sama Valerio, gak bisa di kantor karena Papa agak kurang enak badan." Mama mengangguk paham. Hanya saja ... disini ada Avelyn. Ia tahu kejadiannya sudah lama. Namun, ia belum tahu pasti bagaimana perasaan anaknya sekarang, Avelyn terkadang terlalu lihai menyimpan perasaannya sendiri. "Sore, tante," sapa pria tampan yang tampak berwibawa pada Mama. Ia Valerio. "O--oh iya, sore juga," jawab mama sedikit terbata. "Mama mau masak ya?" Papa tahu karena arah datangnya Mama, yakni dari dapur. "Yauda sekalian aja makan malam bareng, ya kan Val?" "Boleh, om," sahut Valerio cepat, ia tersenyum. Mama menghela nafas, ia bingung sekarang harus melakukan apa. Kalau ia memasak sekarang, bisa saja Avelyn turun dan jelas ia akan bertemu dengan Valerio tanpa persiapan. Kalau ia ke atas, suaminya pasti akan banyak bertanya dan ia tak bisa mengelak. "Ma? Kok ngelamun?" Mama terkekeh pelan. "Oh yauda. Papa sama Valerio duduk aja dulu. Nanti kalau udah siap, Mama panggil ya," ujar Mama sebelum berbalik ke dapur. Mama memutuskan untuk memasak dahulu. Namun, dengan kekuatan super agar lebih cepat siap. Dan benar saja, hanya butuh 25 menit semua selesai, walau hanya tersaji dua lauk saja. Mama melirik ke lantai atas, pintu kamar Velyn masih tertutup dan ia bersyukur akan hal itu. Mama ingin memberitahu papa kalau ada Avelyn disini. Namun suaminya dengan Valerio masih tampak serius berdiskusi di ruang tamu. Mama memutuskan berjalan pelan ke arah tangga. Mengendap-endap agar tak menimbulkan suara. Namun sayangnya, Papa menyadari hal itu. "Ma? Udah siap? Mau kemana?" Mama berhenti melangkah, matanya terpejam sebelum menoleh perlahan dan tersenyum kikuk. "Mau ke kamar mandi bentar, Pa," ujar mama beralasan. "Jauh banget, kamar mandi di dapur kenapa emangnya?" Mama bingung harus menjawab apa hingga akhirnya berjalan cepat ke arah Papa, hendak menarik suaminya itu, memberitahunya kalau ada Avelyn di rumah ini. Tapi, tiba-tiba terdengar sebuah suara dari lantai atas membuat Mamanya kaku seketika. "Ma, udah siap ya?" Hancur sudah. Itu suara Velyn. Anaknya itu menunduk menguncir rambutnya sembari menuruni anak tangga. Papa jelas terkejut! Valerio pun berlaku sama, tapi ekspresinya lebih ia kontrol sebaik mungkin agar terlihat biasa saja. "Loh, Velyn?!" Avelyn baru mengangkat kepalanya, ia tersenyum lebar dan hendak berseru ke papanya kalau saja matanya tak menangkap keberadaan Valerio yang juga melihat ke arahnya. Hal itu tak luput dari pengawasan mama dan ia kini yakin kalau Avelyn masih belum bisa melupakannya. Sebagai seorang mama, ia tentu tahu pasti bagaimana Avelyn, sikap tubuhnya yang menunjukkan sesuatu juga mamanya bisa memahaminya. "Hey, kamu kenapa gak bilang-bilang mau pulang?" Papa bangkit dan menghampiri Avelyn, memeluk anak gadisnya itu. "Maaf ya, Pa. Cuma mau kejutan aja," jawab Velyn membalas pelukan papanya. Papa tersenyum kecil, hatinya mengembang senang akan kehadiran Avelyn. Rumah yang dahulunya memang sudah sepi, menjadi lebih sepi ketika Avelyn memutuskan untuk kuliah di luar negeri. "Tapi, kenapa Mama gak bilang dari tadi kalau Avelyn udah pulang?" Papa melepas pelukan, berbalik dan menatap Mama sengit. "Yaa tadi mau bilang, Pa. Cuma kelupaan." Mama beralasan, tidak mungkin juga mengungkapkan hal sebenarnya. "Oh." Velyn berseru, ia beralih menatap Valerio. "Ada Valerio ya," sambungnya tersenyum manis. Ia tentu tidak boleh bersikap sombong. Mama memandang papa dengan tatapan yang hanya dimengerti mereka berdua. Papa menjawabnya hanya dengan senyuman, seolah berkata semua akan baik-baik saja. "Ada yang perlu dibicarain antara Papa sama Valerio, makanya Valerio di sini," ujar Papa yang sebenarnya menjawab pertanyaan Velyn tentang mengapa ada Valerio di sana, "Oh gitu." Velyn menganggukkan kepalanya paham, ia tak tahu harus berbicara apa lagi. Bahkan sekarang, di kepalanya masih terngiang-ngiang sapaannya tadi ke Valerio dan entah kenapa ia merasa menyesal mengucapkannya. "Gimana kabar kamu, Vel? Udah lama gak ketemu." Velyn cukup terperanjat kaget mendengar ucapan Valerio, ia sama sekali tidak menyangka kalau pria itu akan berbicara padanya seperti saat ini. Terdengar santai padahal ia sendiri menahan kegugupannya. "Baik, kamu sendiri?" "Sama, baik." Mama menelan saliva susah payah. Percakapan antara Velyn dan Valerio begitu kaku. Tapi, ada satu yang membuatnya lega, yakni Velyn dan Valerio yang sudah mau membuka suara. Karena dulu, tepatnya lima tahun yang lalu. Jangankan berbicara, bertatapan saja mereka tidak mau. "Btw, Mama udah siap ya masaknya?" Velyn menghampiri Mamanya dan menggandeng lengannya. "Oh iya, udah, ayo ke meja makan. Valerio juga, keburu dingin ntar," ajak Mama yang membuat Velyn mengernyit samar. "Loh, bukannya Papa sama Valerio ada yang mau dibicarain?" gumam Velyn tanpa sadar. "Udah selesai tadi, sekarang tinggal makan," sahut Papa tersenyum kecil. "Oh gitu." Velyn mengangguk-angguk. "Yauda, ayo kalau gitu," ujarnya menarik mamanya ke meja makan diikuti papa dan Valerio di belakang. Selama acara makan berlangsung. Semuanya tampak diam, fokus kepada makanan masing-masing. Sesekali papa dan Valerio berbincang tentang pekerjaan, lalu senyap kembali. Velyn sendiri hanya diam, tapi tidak dengan hatinya yang berteriak kencang. Kenapa ia masih merasakan perasaan itu?! Velyn tak bisa bernafas leluasa rasanya. Tak lama kemudian, Valerio sudah selesai dengan makanannya, sedangkan yang lainnya belum. "Taruh situ aja, Val. Biar Velyn nanti yang cuci," ujar Mama menunjuk piring Valerio. "Oke, Tan," setujunya mengangguk pelan. Dan juga, dlihat dari sisi manapun, tampak sekali jika Valerio sedang gelisah, apa yang ia pikirkan? "Kamu mau pulang, Val? Yauda gak papa pulang aja, ntar Fara cariin kamu lagi." Velyn menatap papanya bertanya-tanya. Fara? Siapa Fara? Ia lalu menatap Valerio. Namun, pria itu terlihat menghindari tatapannya sebelum kemudian berdiri dan berpamitan dengan kedua orang tuanya, juga dirinya. "Jadi, Velyn ...." Papa menatap Velyn serius dengan tangan bertangkup didepan wajah ketika Valerio sudah pergi dari sana. "Papa tau kamu mau kasih kejutan buat mama dan papa. Tapi, pasti kamu punya alasan 'kan kenapa pulang?" Papa menyipitkan matanya menatap Velyn. "Pa plis, aku pulang sama sekali gak ada alasan lain. Aku cuma pengen pulang aja," jawab Velyn serius, ia juga jujur akan hal ini. Papa menilik wajah Velyn sebentar sebelum menghela nafas. "Yauda bagus, berarti kamu gak macem-macem di luar sana," lirih Papa membuat Velyn lumayan kesal karena pasti dirinya dituduh melakukan hal yang tidak-tidak selama tidak ada yang mengawasi. "Gak usah cemberut gitu, Papa seneng kamu pulang. Kenapa gak dari tahun kemarin aja kamu pulangnya, kenapa harus tunggu satu tahun lagi? Padahal udah tamat dari tahun kemarin," ujar papa yang disetujui mama. "Aku cuma pengen sedikit lebih lama lagi disana, Pa. Abisnya view disana bagus banget, kan jadi betah." Papa mengangguk mengiyakan saja sebelum mengganti ekspresinya menjadi lebih serius. "Sekarang Papa bener-bener serius mau tanya kamu." Mama beralih melihat dari papa ke arah Velyn, ia sudah bisa menebak apa yang akan ditanyakan oleh suaminya itu. "Apa, Pa?" Tak dipungkiri, Velyn merasa jantungnya mulai berpacu cepat. Ia takut jika hal yang dibahas selanjutnya tentang perusahaan. "Selama lima tahun, kamu pastinya udah lupain Valerio, 'kan?" Velyn mengerjap, pertanyaan itu ternyata. Tapi pertanyaan itu juga belum bisa ia jawab dengan tegas untuk saat ini. Hatinya masih abu-abu, tidak jelas. "Sayang, kamu jawab jujur aja, ya." Mama mengusap punggung Velyn. Apapun jawaban anaknya, ia pasti akan memberi saran terbaik untuk putri semata wayangnya itu. Namun, Velyn tak mampu menjawab, membuka sedikit bibirnya saja tidak. "Biar Papa kasih tau sekarang," ujar Papa menarik nafas dalam. "Valerio udah punya kekasih, Vel. Mereka bahkan mau tunangan. Namanya Fara, kamu mungkin tadi bertanya-tanya siapa Fara, kan?" Velyn tidak kehilangan nafasnya, hanya saja terasa berat. Ia tak bisa mengungkapkan dengan lantang kalau ia masih mencintai Valerio. Namun, tak bisa juga mengatakan sudah melupakan pria itu. Ada sebagian dari hatinya yang masih digenggam Valerio dan sebagian lagi yang sudah bebas. "Jadi, kalau kamu masih ada rasa ke dia. Papa minta lupain. Tapi, kalau kamu memang udah lupa, ya bagus," sambung Papa dan menggenggam tangan mungil Velyn. "Raut muka kamu menggambarkan jawaban sebenarnya, gak papa. Kamu bisa lewatin ini. Inget ya, masih banyak pria lain di luar sana yang pantes jadi temen hidup kamu, okey?" Velyn terharu, papanya memang lelaki terbaik di hidupnya. Ia tak tahu harus berapa banyak bersyukur karena diberi papa yang sangat penyayang. Velyn memeluk papanya cukup erat, dan mama memberi jempol kanannya ke papa sembari tersenyum. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.0K
bc

My Secret Little Wife

read
91.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook