bc

Sebatas Pengantin Pengganti

book_age18+
163
FOLLOW
2.6K
READ
HE
boss
drama
sweet
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Aludra Raveena Pratama—gadis manja yang tiba-tiba saja harus menggantikan saudara kembarnya—Alula, untuk menikah dengan pria pilihan kedua orang tua mereka, Arkananta Syahzad Mahendra. Jika Alula tidak mengancam bunuh diri, Aludra tentu tidak ingin menggantikannya untuk menikah dengan Arkananta. Selain tidak siap menikah, Aludra juga punya sifat yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Alula. Terdesak oleh keadaan, Aludra akhirnya mau bertukar identitas dengan saudara kembarnya. Aludra mengubah sifat dan perlahan mencintai Arka yang baik dan lemah lembut. Namun, ketika cinta itu tumbuh, Alula tiba-tiba saja datang dan meminta kembali posisinya sebagai istri Arka. Lantas, apa yang harus dilakukan Aludra? Setelah mengorbankan banyak hal, relakah dia melepaskan Arka? Atau, beranikah dia untuk jujur dan membongkar semuanya?

chap-preview
Free preview
1). Perjodohan
*** "Apa? Nikah?" Di sebuah restoran ternama, saat mereka makan malam keluarga, sang Papa melontarkan ucapan yang membuat Alula menghentikan kegiatan makannya. Dia menatap sang Papa juga Pria paruh baya yang duduk di depannya secara bergantian. Tak ada angin, tak ada hujan, sang papa, tiba-tiba saja menjodohkan Alula. Pria itu bernama Arka, yang malam ini kebetulan ikut hadir di acara makan malam. Selain keluarga Alula, ada juga keluarga Arka datang, meskipun tanpa ibunya. Ayah Arka, ternyata sudah merencanakan perjodohan ini sejak lama. Sifat Arka yang rajin, penurut, juga pintar dalam segala hal rasanya sangat cocok dengan Alula yang memiliki sifat serupa. Alula dan Arka akan menjadi pasangan yang serasi dan rumah tangga keduanya pasti akan sangat tertata, begitulah yang dipikirkan para orang tua ketika merencanakan perjodohan ini. "Iya, satu bulan lagi kamu nikah sama Arka," jawab sang papa yang membuat Alula semakin terkejut. "Pa, ini Papa lagi ngeprank?" tanya Alula—masih dengan wajah terkejutnya, dengan keputusan yang tiba-tiba saja diambil sang Papa, karena sebelumnya tak pernah sekali pun dia mendengar akan dijodohkan dengan siapapun. Lagipula, Alula sudah memiliki kekasih. Selain itu, dia juga berniat mengambil pendidikan lanjutan tentang ilmu design ke London. "No, Papa serius," jawab pria di depan Alula itu dengan raut wajah yang serius. Dari Alula, dia mengalihkan pandanganya ke arah Arka yang duduk di depan mereka. "Rencana perjodohan ini sebenarnya sudah lama kami buat, tapi Papa sengaja enggak kasih tahu supaya jadi kejutan." "Iya," jawab Dirga, Papa Arka. "Kamu tenang saja Alula, anak Om pria yang bertanggungjawab. Enggak perlu khawatir." "Iya kamu tenang saja, Saya pria baik-baik," ucap Arka yang ikut meyakinkan Alula agar percaya padanya. Namun, respon yang diberikan Alula tetap saja tak baik. "Ya bukan masalah tanggungjawab apa enggak, tapi ini dadakan banget, lho," ujar Alula yang masih tak terima. "Kalian pikir aku ini ayam, apa? Main nikahin aja sembarangan." "Udah sih, terima aja, orang calon suaminya ganteng," ucap Aludra santai. Berbeda dengan saudara kembarnya yang terlihat kesal, Aludra justru sebaliknya. Dia tetap santai menyantap makanannya ketika yang lain bahkan berhenti. "Apa sih, Ra? Coba deh kamu yang ada di posisi aku, dijodohin secara mendadak. Mau, enggak?" tanya Alula sewot. "Ekhem." Arka berdeham lalu kembali angkat bicara ketika mendapati perempuan yang akan menjadi istrinya itu masih tak terima dengan perjodohan ini. "Ya sudah kalau Alula belum siap, pernikahannya bisa ditunda sampai siap, Om. Saya juga enggak mau maksa Alula menikah, kalau dia enggak mau." "No, Arka," tolak Dewa—Papa Alula, dengan segera. "Alula bukan enggak siap, hanya sedikit kaget saja." "Tapi Alula memang sepertinya terlihat belum siap, Om," ucap Arka pesimis. "Iya," desah Alula. "Alula emang enggak siap." "Alula," tegur sang papa disertai tatapan tajam yang membuat putrinya itu tak berkutik. "Enggak nyangka sebentar lagi punya Kakak ipar," celoteh Aludra—masih dengan segala sikap santainya. Sambil mengunyah makanan di mulut, dia menatap Arka. "Mana Kakak iparnya ganteng lagi." Arka tersenyum samar ketika tatapannya beradu dengan Aludra. Dalam hati dia mengucap syukur karena yang dijodohkan dengannya itu Alula, bukan Aludra yang katanya memiliki sifat yang begitu pemalas. "Pokoknya sesuai rencana yang sudah kita buat ya, Pak Dirga." "Iya, Pak. Sesuai rencana saja." "Arka, tenang saja. Anak Om, baik. Sekali lagi, Alula bukan enggak siap, cuman sedikit kaget aja karena ini dadakan." "Semoga saja, Om," jawab Arka. "Tapi jika memang Alula belum siap, saya enggak akan memaksa. Saya bisa menunggu. Om tenang saja." Berbeda dengan pria lain yang akan menolak ketika dijodohkan, Arka memang memilih untuk menurut. Cukup baiknya hubungan dia dengan sang papa, membuat Arka yakin jika pilihan Papanya adalah yang terbaik untuknya. Selain itu, Arka juga sudah mendapatkan bocoran tentang bagaimana sifat dan sikap calon istrinya yang kebetulan sesuai dengan kriteria dia dalam mencari pasangan. "Enggak ada nunggu, Om mau kamu nikahin Alula secepatnya. Om enggak mau kehilangan calon menantu hebat seperti kamu." "Om terlalu berlebihan dalam memuji, saya enggak sehebat itu," ucap Arka. "Pokoknya kamu tetap harus nikahin anak Om, oke?" "Iya, Om." Pembahasan berlanjut, Alula hanya diam ketika sang papa terus membahas persiapan pernikahannya dengan Arka, sementara Aludra? Tentu saja dia tak ambil pusing dan memilih menikmati makan malamnya. Namun, diamnya Alula bukan berarti dia menerima, karena di rumah saat mereka baru saja sampai, Alula langsung melayangkan kembali protesan pada sang papa. "Pokoknya Alula enggak mau nikah sama laki-laki itu, Pa," ucap Alula sesaat setelah dia menghempaskan tubuhnya di sofa, diikuti Aludra yang melakukan hal serupa. "Alula mau lanjutin pendidikan ke London, Alula udah daftar." "Terus kamu mau mempermalukan Papa dengan batalin pernikahan ini, iya?" tanya sang papa tak mau kalah. "Ya suruh siapa main jodoh-jodohin aja?" tanya Alula. "Dengar Alula, Arka ini laki-laki baik. Papa jamin kamu enggak akan menyesal kalau nikah sama dia." "Enggak peduli, Pa. Mau sebaik apapun dia, Alula enggak mau," tolak Alula untuk yang kesekian kalinya. "Lagian kenapa enggak Aludra aja sih, Pa? Laki-laki itu juga pasti bakalan mau kok sama Aludra. Wajah kita kan sama." "Jangan banyak melawan, Alula. Ikuti aja perintah Papa. Lagipula Aludra sangat enggak mungkin nikah dalam waktu dekat. Kamu tahu sendiri gimana dia." "Good," ucap Aludra yang bahkan tak tersinggung sama sekali dengan ucapan sang mama. "Papa emang paling ngerti Rara." "Udah deh ya, daripada protes, lebih baik kamu masuk kamar, istirahat. Satu bulan lagi pesta, kamu harus jaga kesehatan. Papa mau istirahat dan nemuin Mama buat bicarain semuanya. "Papa," desah Alula yang diabaikan sang papa. Alih-alih menanggapi Alula, pria itu justru pergi menuju kamar untuk menemui sang istri yang memang tak ikut di acara makan malam karena sedang tak enak badan. "Ih enggak bisa! Aku enggak mau nikah dan enggak akan nikah sebelum cita-cita aku tercapai," ujar Alula ketika kini di ruang tamu hanya ada dia dan Aludra. Terdiam sejenak, sebuah ide tiba-tiba saja melintas di benak Alula. Cukup gila, tapi sepertinya inilah jalan keluar satu-satunya agar Alula tak harus menikah dengan Arka. Ya, tak ada cara lain lagi. "Aludra," panggil Alula pada sang adik yang hampir saja terlelap. "Apa?" tanya Aludra. "Ganggu aja, orang baru mau tidur." "Ikut Kakak," ucap Alula. "Ke mana?" "Ayo ikut aja!" ujar Alula lagi yang tanpa ragu menarik tangan Aludra menuju tangga. Tarikan di tangannya cukup erat juga Alula yang berlari, membuat Aludra mau tak mau ikut berlari agar bisa menyesuaikan langkah. "Mau ke mana sih, Kak?!" "Ikut aja." Sampai di lantai dua, Alula membawa Aludra ke kamarnya. Sebelum mengutarakan ide gilanya, Alula mengunci pintu agar aman. "Apa, sih?" tanya Aludra. "Ra, kamu sayang enggak sama Kakak?" tanya Alula tanpa basa-basi. "Sayanglah, sayang banget," ujar Aludra. "Kalau sayang, kamu mau kan tolongin Kakak?" tanya Alula. Aludra yang duduk di pinggir kasur, menaikkan sebelah alisnya. "Bantuin apa?" tanyanya. "Kamu ...." Alula menjeda ucapan lalu duduk di depan Aludra. "Mau ya gantiin Kakak buat nikah sama Arka?" "Hah?!" Kaget dengan ucapan yang baru saja dilontarkan Alula, Aludra memekik bahkan dia membulatkan matanya. "Kakak gila?! Gimana caranya, Kak?!" "Caranya gampang, Ra. Kita cuman perlu tukeran posisi sama identitas. Kamu jadi Kakak, dan Kakak jadi kamu. Mau ya?" "Sinting ya?" tanya Aludra. "Enggaklah! Aku enggak mau. Terlalu gila tau enggak sih, Kak. Ide Kakak tuh. Udahlah, terima aja. Nikah sama Arka terus lupain pendidikan design yang Kakak maksud. Enggak penting juga, kan?" "Kok enggak penting sih, Ra?" tanya Alula. "Pendidikan design itu penting banget buat Kakak, Ra. Kakak juga udah bayar semuanya, lunas. Kamu tahu sendiri, kan, Kakak pengen jadi designer? Ayolah, Ra. Tolongin Kakak. Katanya sayang?" "Ya tapi ini gila, Kak Lula!" ujar Aludra. Tak mau mendengar lagi ucapan gila sang Kakak, Aludra beranjak dari kasur. "Udahlah, daripada makin ngaco, kakak mending tidur. Aku juga mau tidur, ngantuk." "Rara." "Enggak waras," celetuk Aludra yang langsung berjalan menuju pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika Alula memanggilnya. "Kalau kamu enggak mau, Kakak mendingan mati aja, Ra. Kakak mau jadi designer, dan Kakak enggak mau nikah," ucap Alula. "Terserah!" jawab Aludra tanpa menoleh, hingga rintihan Alula membuatnya berbalik dan tentunya dia terkejut melihat Alula menggoreskan pisau cutter pada pergelangan tangannya. "Kakak ngapain, Kak?!" Aludra berlari menghampiri Alula—berniat untuk mengambil pisau cutter tersebut dari tangan sang kakak. Namun, gagal karena Alula memegang pisau tersebut dengan sangat erat. "Kak Lula jangan gila, Kak!" "Kakak lebih baik mati aja, Lu!" "Kak Lula, sadar!" Alula mendongak—menatap Aludra dengan wajah memelas. "Ra, please gantiin Kakak, Ra," lirihnya sambil terisak, sementara kedua tangan kanannya setia memegang cutter. "Kak, itu gila, Kak." "I know, Ra, tapi please. Bantuin Kakak," ucap Alula. "Atau kamu emang seneng lihat Kakak mati, supaya kamu enggak ada saingan, iya?" Aludra menggeleng. "Enggak Kak, enggak gitu," ucapnya. "Ya terus kenapa kamu enggak mau nolongin Kakak buat gantiin nikah sama Arka?" "Ya karena Papa jodohinnya sama Kakak, bukan sama aku," ucap Aludra. "Persetan sama semua itu," desis Alula. "Kalau kamu sayang sama Kakak, kamu enggak akan banyak mikir buat bantu Kakak. Kamu emang enggak sayang sama Kakak, Ra! Kakak tahu itu. Udahlah, kakak mending mati aja kalau gini!" "Kak Lula, enggak!" bentak Aludra yang sigap menahan tangan Alula yang berniat lagi menggoreskan cutter. "Please, Ra. Gantiin Kakak," lirih Alula. "Kak Lula." "Kamu harapan Kakak satu-satunya, Ra. Mau kan, Ra? Mau ya?" "Tapi kan, Kak." "Aludra Raveena, please. Mau ya?" Aludra memandang Alula dengan lekat untuk beberapa detik. "Kak." "Kenapa? Kamu mau?" "Aku ... A-aku ...."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook