bc

Sweet Struggle

book_age18+
8.6K
FOLLOW
86.6K
READ
contract marriage
mafia
sweet
ambitious
campus
secrets
spiritual
wife
husband
athlete
like
intro-logo
Blurb

Di saat Zeyara harus memilih antara cita-cita atau cadarnya, Tuhan mempertemukannya dengan Lazio, ketua keluarga Siluet, mafia terbesar di Asia Tenggara.

Pria tak mengenal Tuhan itu jatuh cinta pada pandangan pertama, terobsesi dan menikahinya tanpa memberitahu identitas.

Bisakah Zeyara bertahan dan mewujudkan cita-cita setelah mengetahui identitas suaminya?

chap-preview
Free preview
1. Aku Bertemu Kamu
Langit gelap dengan kumpulan bintang tanpa bulan, mobil memasuki halaman rumah bercat hitam putih. Mataku yang berada di balik cadar melihat sekeliling. Ketika turun dari mobil, barisan pria berjejer. Aku yang masih memakai gaun pengantin terkejut, tidak jadi turun dari mobil dan menoleh ke belakang. Lazio, suamiku mengangkat kedua alisnya dengan senyum simpul. "Apa ini?" tanyaku heran. Lazio mempersilakan turun dari mobil tanpa menjawab. Setelah aku turun bersamanya, semua pria memakai jas hitam dan berbadan kekar itu menunduk pada kami. "Selamat datang di keluarga bandit nomor 1 di Asia Tenggara, Zeyara Parvin Az-Zahra. Istriku." Lazio tersenyum lebar. Ia melebarkan tangan, pamer. Kakiku mundur, terkejut karena masuk ke sarang kriminal. Mataku melihat sekeliling, bangunan layaknya istana, mewah dan elegan. Pelayan berbaris di depan rumah. Ada lambang Siluet di setiap bangunan dan jas mereka, aku pernah melihat lambang itu dari guru menembakku. Lambang yang sangat jarang diketahui orang awam. Aku pernah mendengar tentang Siluet, mereka sangat berbahaya. Tak hanya menjual narkoba dan senjata, mereka juga menculik para gadis. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu mafia?" tanyaku pelan, berusaha tenang. "Kamu nggak tanya," jawab Lazio enteng. Mengangkat bahu. "Seharusnya kamu bilang, sekarang tolong antarkan aku pulang." "Mana bisa seperti itu, aku sudah berbaik hati menyelamatkan keluargamu dan memberi pelajaran pada calon suamimu yang gila itu." Aku menatap mata Lazio, semua yang ia katakan benar. Aku sendiri yang membuat keadaan seperti ini. Demi menyelamatkan harga diri Abah dan Ummi, aku setuju menikah dengan pria yang baru dikenal. "Sekarang kau sudah menjadi bagian dari kami, buka cadarmu sayang. Tunjukkan wajah cantikmu." Tangan Lazio berusaha membuka cadarku, otomatis kakiku mundur, melihat celah dengan mengambil pistol dari tukang pukul. Aku mengarah pistol ke d**a Lazio hingga membuatnya membeku di tempat. "Kalau kau berani menyentuhku, aku tidak segan menembakmu!" Semua tukang pukul di sana langsung mengarahkan pistol padaku. Mereka berusaha melindungi Lazio. Aku mencoba mengingat kembali bagaimana kekacauan ini bisa terjadi. .... Terlahir sebagai anak perempuan, aku mengemban tugas menjaga nama baik keluarga. Berbeda dari para saudaraku yang memiliki ketekunan pada pencipta dan mengabdikan diri sepenuhnya pada agama, aku malah memiliki hobi menembak dan ingin jadi atlet. Tidak ada yang menyetujui cita-citaku, katanya perempuan harus lemah lembut dan tidak memegang senjata. Tapi aku bersikeras dan terus protes. Sehingga Abah memperbolehkanku menjadi atlet menembak asal khatam Al-Qur'an. "Abah cuma berpesan, apapun jalan yang kamu pilih. Kamu ndak meninggalkan Gusti Allah." "Zeya janji tetap bertaqwa pada Gusti Allah di manapun Zeya berada, Abah." Tatapan mata Abah di antara wajahnya yang menyejukkan itu terlihat sedih, keinginanku tidak bisa dihentikan. Aku sungguh ingin menjadi atlet menembak. Aku berhasil khatam Al-Qur'an di usia 15 tahun, lalu dilepas pergi menempuh pendidikan di Jakarta sekaligus menjadi atlet. Aku berjanji akan terus menjaga nama baik keluarga dan taat kepada Allah meskipun harus meninggalkan kota kelahiran. Kini usiaku hampir 23 tahun, menjadi satu-satunya atlet menembak bercadar di pesta olahraga nasional. Aku mencuri perhatian publik dan dalam sekejap memiliki banyak pengikut di sosial media. Cita-citaku sangat tinggi. Aku ingin menjadi atlet menembak mewakili Indonesia di kancah internasional. Membuktikan bahwa wanita bercadar pun bisa mendapatkan kesetaraan dan kehormatan. Namun, Abah menjodohkanku dengan anak temannya, Mas Umar. Awalnya aku keberatan, tapi setelah berdiskusi bahwa tetap diperbolehkan menjadi atlet setelah menikah, aku menyetujuinya. Sekitar tiga minggu sebelum pernikahan, aku mengikuti konferensi internasional untuk memperdalam ilmu di Kairo, Mesir. Tidak disangka, itu menjadi awal pertemuanku dengan pria yang membuat hidupku berubah 180 derajat. Pria jangkung dan berwajah tampan. Penerbangan ke Indonesia yang menjadi awal dari segala tragedi, pengalaman dengan debaran jantung, yakni karenanya, pria yang sebangku denganku di pesawat kelas ekonomi. "Kamu wanita asal Indonesia?" tanyanya. Pesawat baru saja take off, ia melepas sabuk pengaman dan miring menatapku. Terlihat tertarik padaku yang memakai cadar merah muda. "Iya benar," jawabku. "Wah, kupikir kamu gadis Mesir. Kenalkan aku Lazio." Dia mengulurkan tangan. "Aku Zeyara." Aku menelangkupkan tangan di depan d**a. Membuat Lazio mengganti posisi tangannya, mengikutiku. "Nama yang cantik seperti bola matamu," ucapnya sembari tersenyum menggoda. Dia sangat tampan dan gagah, aku mengalihkan pandangan, membuka buku dan tidak menanggapinya lagi. Banyak pria genit meski aku sudah memakai pakaian tertutup. Dia berdehem, salah tingkah karena sikapku yang dingin. Aku hanya ingin menjaga kehormatan sebagai wanita muslimah. Tidak mau menanggapi dia yang pandai berkata-kata dan menjual wajah tampannya. Hingga beberapa jam penerbangan, aku melirik Lazio yang terlihat tidak nyaman. Ia tertidur tapi terus bergerak karena kursi yang sempit. Seperti tidak pernah naik pesawat kelas ekonomi. Dari jas hingga jam tangan, kurasa dia adalah orang kaya. Aku memejamkan mata setelah tayamum dan shalat, penerbangan selama lebih dari 13 jam membuatku harus betah di dalam pesawat. Itu belum terhitung waktu transit. Nanti pukul 11 malam, pesawat akan transit di Hongkong. Aku masih memiliki waktu 2 jam untuk tidur sebelum sibuk mencari gate dan menunggu. "Dingin," gumam Lazio, membuatku bangun. Dia menarik selimutku dengan mata tertutup. Aku mencoba menarik selimutku kembali, tapi tenaganya jauh lebih kuat hingga aku menyerah. Aku menyembunyikan tangan di antara hijab coklat panjang setelah memakai jaket. Cukup mengurangi rasa dingin dan kembali memejamkan mata. 15 menit sebelum pesawat landing terjadi turbulensi. Guncangannya membuat Lazio bangun. Meski Lazio melihatku, tapi tidak dihiraukan. Masih kesal karena dia mengambil selimutku tanpa izin. "Wah ternyata kau perhatian juga ya sampai menyelimutiku," ucap Lazio. Sangat percaya diri. "Kamu sendiri yang ngambil selimutku," balasku meluruskan kesalahpahaman. "Kamu nggak perlu malu-malu kayak gitu," ucap Lazio sembari mengedipkan matanya. Genit dan menyebalkan. Baru pertama aku bertemu pria yang memiliki kepercayaan diri sangat tinggi dan tidak tahu malu seperti ini, sekali lagi aku mengabaikannya. Membereskan barang-barang untuk dimasukkan ke tote bag. Pesawat berhasil mendarat di bandara Hongkong dengan aman, kami keluar dari tempat duduk dan berjalan menuju pintu keluar. Mengantri di antara banyaknya orang. Lazio mengikutiku dari belakang. Ketika sampai di lorong setelah keluar dari pesawat, Lazio menghentikanku, ia menarik tanganku hingga aku terperanjat. "Jangan menyentuhku," kataku memperingatkan. Lazio mengangkat tangan, terkejut karena sikapku yang waspada. Mataku melotot padanya. "Maaf, aku cuma mau pinjem ini." Lazio mengambil jaket dari tote bag, tanpa permisi langsung memakai dan meninggalkan jasnya. Ia juga mengambil syal ku tanpa izin. "Apa yang kamu lakukan?" tanyaku heran. Mencoba menarik syalku kembali. Lazio memegang tanganku, membuatku langsung menghempasnya. "Aku cuma pinjam bentar." Sorot matanya memohon, dia orang yang tidak sopan karena mengambil barangku tanpa izin. Tapi jika aku bersikeras menolak, bisa saja ia membuat keributan di sini. Terlebih dia suka pegang-pegang, aku tidak suka. Lazio mengeluarkan tiketnya. "Ayo cari gate sama-sama." Kami sudah tertinggal rombongan, aku mengembuskan napas berat dan kembali berjalan. Lazio mengikutiku sembari melihat kanan kiri, terlihat waspada terhadap sesuatu. Di bandara Hongkong yang sangat luas, kami berjalan sangat jauh menuju imigrasi. Setelah itu berpencar mencari gate. "Lewat sini," kata Lazio. Ia terlihat sangat hafal dengan bandara ini. Langkahnya tiba-tiba berhenti dan berbalik menghadangku, membuatku hampir saja menambraknya. Kepalaku mendongak, melihat wajahnya yang panik. "Tetap seperti ini sebentar." Dia terlihat ketakutan. Aku melihat ke belakangnya, ada rombongan orang-orang berjas hitam berbicara bahasa kantonis. Seperti sedang mencari seseorang. Lazio menaikkan syal hingga menutupi sebagian wajahnya. "Gimana kalau aku nggak mau membantumu?" tanyaku, tersenyum di balik cadar, balas menggodanya yang tadi bersikap menyebalkan dan seenaknya sendiri. Matanya menatapku sangat dalam, tiba-tiba jantungku berdebar tanpa alasan. Aku mundur lalu menunduk. "Aku orang kaya, bahkan sangat sangat kaya raya. Kalau kau membantuku, aku bisa mengabulkan keinginanmu."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
202.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
10.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.1K
bc

My Secret Little Wife

read
91.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
13.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook