bc

Aishi-Cinta Yang Bersemi

book_age16+
0
FOLLOW
1K
READ
revenge
fated
dare to love and hate
drama
sweet
bxg
heavy
royal
first love
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Aishi hanya ingin pergi ke kota dan menemukan suaminya lalu mereka akan pulang ke desa dan hidup bahagia. semudah itu. Namun, ternyata semua tidak seperti yang ia pikirkan. ketika sampai di sana, Aishi menemukan banyak hal yang tersembunyi dan kali ini apakah cintanya akan berguguran seperti daun di musim gugur?

chap-preview
Free preview
1
Arrgghhhh...! TIDAK MAU...! TOLLLOOONGGGG! SAAKKIITTT...! “Apa yang sedang terjadi di dalam?” bisik salah satu orang yang sedang berkumpul di depan kediaman seorang petinggi desa. Orang yang ditanyai menggeleng. Sama tidak mengetahui seperti halnya para warga yang lain. mereka hanya tahu, tuan muda Guan terjatuh saat bermain bersama teman-temannya dan pulang dalam keadaan berdarah-darah. Kemudian salah seorang pelayan berlari memanggil seorang tabib. “Semoga nona Aishi bisa membantu,” kata salah seorang yang kemudian diamini oleh semuanya. “Arrrggghh... hiks... sakit, mama...,” rengek seorang anak lelaki yang sedang terbaring dan ditahan oleh kedua orang tuanya di sisi kanan dan kiri tubuhnya. “Tahan, ya, sayang. Sebentar lagi bibi Aishi selesai,” bujuk ibunya. Anak lelaki itu menggelengkan kepala dan saat melihat jarum yang diangkat di depan wajahnya, dia justru semakin kencang menangis. “Guan, dengarkan papa.  Jika kau kuat, nanti saat besar kau akan mendapatkan istri yang sangat cantik.” Ajaib, ucapan ayahnya membuat Guan berhenti histeris. “Apakah seperti bibi Aishi?” tanya Guan polos dan menatap Aishi yang lagi-lagi mengangkat jarum jahit di depan wajahnya, tapi kali ini tabib muda itu balas menatap Guan dan tersenyum kecil. Membuat Guan kecil merasa ngeri. “Ya, seperti bibi Aishi,” jawab sang Ayah dan langsung mendapat dengkusan kesal dari sang istri. “Jadi, apa dulu paman Xeranic juga bisa menahan rasa sakit hingga sekarang dia menikahi bibi?” tanya Guan lagi sambil meringis saat jarum Aishi menusuk kulitnya. “Tentu saja.” “Kalau begitu, silahkan lanjutkan, bibi,” kata Guan kepada Aishi. “Aku kuat.” Namun, baru saja Guan bertekad, Aishi malah berkata bahwa dia sudah selesai. Guan pun membuka mata dan bertanya pada ayahnya, “Apakah aku akan memiliki istri yang cantik?” “Tidak,” potong sang ibu mendahului sang ayah. “Kau dari tadi menangis, berteriak sampai membuat telinga kami sakit. Kelak kau akan mendapat istri yang sama menyusahkannya sepertimu.” Hening beberapa detik samapi akhirnya Guan kecil yang malang menangis kembali. Kali ini bukan karena sakit dari luka-lukanya, melainkan karena takut apa yang diakatakan ibunya jadi kenyataan. Sang ayah menatap tajam istrinya yang justru memalingkan muka dan mendekati Aishi yang sedang sibuk membereskan perlengkapannya. “Aishi, terima kasih bayak. Jika tidak ada kau, mungkin kami harus membawanya ke desa tetangga dan tidak yakin, apakah dia akan baik-baik saja.” Aishi tersenyum. “Aku hanya membantu sebisaku seperti yang diajarkan bibi Wei,” katanya. Lalu dia menjelaskan, apa saja yang harus dilakukan untuk merawat Guan. “... dan sebaiknya perbannya harus selalu diganti untuk menghindari infeksi.” Sang ibu mengangguk paham atas penjelasan Aishi. “Dan aku akan usahakan setiap hari datang untuk mengecek keadaan Guan.” “Oh, andaikan saja aku hanya memiliki seorang anak gadis,” gumam sang ibu sembari mengiringi Aishi keluar. “Pasti aku akan lebih tenang.” Aishi tertawa kecil dan tanpa sadar meletakkan tangan di perutnya yang datar sembari bertanya dalam hati, kapankah dia akan merasakan menjadi seorang ibu. “Aishi, aku akan selalu berdo’a agar kau segera mengandung dan... oh... aku punya sesuatu untukmu,” katanya lalu segera berlari kecil kembali masuk. Aishi menunggu sampai ibu Guan kembali sambil membawa sesuatu yang dibungkus kain. “Ini, terimalah sebagai bayaranmu.” “Astaga, tidak perlu. Keluarga Dai telah banyak membantu kami. Jadi—“ “Ssshhh... Terimalah atau aku akan mengambil semua yang pernah kuberikan,” ancam ibu Guan dengan wajah tersenyum. Karena tak kuasa menolak, akhirnya Aishi menerimanya. “Bukalah.” Aishi pun menurut. Dibukanya bungkusan itu perlahan dan alangkah terkejutnya ia saat mengetahui apa isinya. Ibu Guan tersenyum lebar. “Bagimana, apa kau suka, Aishi?” tanyanya tanpa sadar kalau wajah Aishi sudah pucat pasi. “I-ini ... ba—bagaimana... Bibi Lien, ini bukankah Zu? Buah terlarang!” pekik Aishi diakhir ucapannya. Ibu Guan yang bernama Lien segera membekap mulut Aishi. “Jangan keras-keras, Aishi,” katanya sambil mengangguk membenarkan pertanyaan wanita yang jauh lebih muda darinya itu. “Bibi, aku tidak mau. Bisa jadi masalah jika ada yang tahu.” Aishi menolak sambil kembali mengulurkan bungkusan tersebut. “Aishi, kau lupa apa manfaat buah ini jika dikonsumsi kaum wanita?” Aishi tertegun. Baru mengingat tentang buah Zu. Dari yang dia tahu, buah ini mengandung banyak sekali manfaat tergantung siapa yang memakannya. Jika yang mengkonsumsi adalah laki-laki, maka kandungannya bisa mengembalikan energi dan meningkatkan stamina. Sementara jika yang memakannya adalah wanita, maka bisa lebih menyehatkan tubuh dan menyuburkan kandungan. Buah Zu sangatlah langka karena tidak bisa tumbuh sembarangan. Buah ini harus tumbuh di tempat yang sejuk dan berada di wilayah yang tidak terlalu ramai. Alasan ini masuk akal, karena dulu, buah Zu pernah akan dibudidayakan di seluruh kerajaan, namun karena beberapa tempat memiliki popolasi penduduk banyak, maka pohon buah Zu langsung mati tiga hari setelah ditanam. Pun, dengan tingkat cuaca dan suhu di beberapa wilayah yang tidak mendukung, akhirnya buah Zu hanya bisa tumbuh di tempat pertama kali ia tumbuh. Menurut legenda, Buah Zu adalah tetesan air mata kebahagian seorang dewi yang baru melahirkan anaknya. Dia begitu bahagia karena selama sepuluh ribu tahun, akhirnya dia memiliki keturunan. Itulah mengapa para penduduk percaya jika wanita yang memakan buah ini akan cepat mengandung karena didalamnya memiliki keberkahan sang dewi. Buah ini begitu dikeramatkan di kerajaan ini dan hanya kaisarlah yang berhak memakannya. Bahkan, istri kaisar hanya boleh memakan buah Zu saat sang kaisar sendiri yang memberikan dan itu berarti kaisar ingin memiliki keturuanan. Permaisuri yang diijinkan memakan buah Zu biasanya hanya sampai dia melahirkan dan menyusui anaknya. Setelah itu, dia dilarang keras memakan buah ini atau dia akan dihukum. Begitu ketatnya peraturan ini karena buah zu hanya bisa dipanen setahun sekali. Itupun tidak banyak, karena satu pohon zu hanya bisa menghasilkan tujuh buah zu dan itu terkadang ada yang cacat atau rusak. Sementara pohon buah Zu di kerajaan ini tak lebih dari selusin batang. Pohon zu sendiri begitu dijaga oleh pihak kerajaan dan hanya orang-orang yang ahli dan berpengalaman yang bisa merawatnya. “Bibi, tapi, itu hanya legenda.” Bibi Lien mengibaskan tangan. “Benar atau tidaknya, toh, tidak masalah jika dicoba. Lagipula, Aishi, buah ini adalah yang cacat. Coba kau perhatikan.” Benar, buah zu yang ada ditangan Aishi memiliki bentuk tidak simetris dan kulitnya yang harusnya tipis dan keemasan tarasa begitu tebal dan warnanya hampir cokelat gelap. “Dia terlalu banyak terkena sinar matahari dan angin, makanya dia bertahan untuk melindungi dirinya dengan menebalkan kulitnya. Sayang sekali, buah-buah seperti ini harus dimusnahkan oleh pengawas kerajaan dan petinggi kebun.” “Lalu bagaimana bisa bibi mendapatkannya?” “Ssshhh... Aishi, tahukah kau, kalau aku dan Bian sudah menganggapmu seperti putri kami? Melihatmu begitu menderita karena menahan keinginan, membuat kami akhirnya memikirkan sebuah cara ini.” “Aku sungguh berterima kasih, bibi. Tapi, meski begitu tidak seharusnya—“ “Aishi, tidak ada yang tahu selain kita. Sekarang yang harus kau pikirkan adalah bagaimana caramu pulang tanpa diketahui orang apa yang kau bawa ini.” “Pikirkan, bayi-bayi lucu yang akan memanggilmu ibu suatu hari nanti.” “Oh, bibi. Apa yang harus aku lakukan untuk membalas kebaikanmu?” “Hah... cukup, Aishi. Bukankah sudak kubilang aku menganggapmu anakku sendiri? mana ada orang tua yang meminta kebaikannya dibalas oleh anaknya? Yang ada, adalah bagaimana anaknya harus selalu bahagia.” “Bibi, aku ingin menangis.” “Ssshhh... dasar, Aishi kecilku yang cengeng.” “Aishi, aku akan menemui orang-orang dan kau nanti menyelinaplah.” Aishi mengangguk dengan perasaan bahagia. J “Apa ada tamu berkunjung?” gumam Aishi bertanya pada dirinya sendiri lantaran dia melihat seekor kuda hitam besar terikat di samping kuda miliknya. Sementara anak-anak desa yang biasa berkumpul untuk belajar di teras rumahnya tidak ada. Ini aneh, karena sebelum ia pergi ke rumah keluarga Dai, anak-anak tampak sibuk belajar dengan suaminya. “Apakah Xeranic meliburkan pelajaran hari ini?” tanyanya lagi kemudian masuk ke halaman rumahnya yang sederhana. Rumah Aishi sama seperti kebanyakan rumah penduduk yang dibangun dari kayu pohon angu dan beratapkan daun hizel kering. Pohon Angu biasanya tumbuh di hutan-hutan di seluruh kerajaan hingga mudah untuk didapatkan. Tekstur kayunya yang keras dan kuat menjadikannya bahan paling bagus untuk dijadikan bahan membuat rumah maupun perabot. Pun, karena wanginya yang harum dan tidak disukai serangga, menjadikannya tahan lama dan tidak mudah rusak. Sementara daun hizel memiliki tekstur tebal, kasar, dan sedikit berduri. Itu sebabnya sebelum dijadikan atap, daun hizel harus diproses terlebih dahulu dengan dikeringkan dan dibuang duri-durinya. “Aishi, kau baru pulang?” Aishi tersenyum lembut melihat Xeranic menyambutnya di depan. “Apakah ada tamu?” tanyanya berbisik. Xeranic menghela Aishi untuk masuk. di sana, di ruang tamunya yang kecil, berdiri seorang pria tua yang tampak masih segar diusia lanjutnya. Pria tua itu mengangguk dan tersenyum sopan kepada Aishi yang tentu saja dibalas demi kesopanan. Kemudian Aishi melihat meja tamunya yang masih kosong. Sedikit kesal, dia melirik Xeranic yang telah begitu tidak baik dalam menyambut tamu. Segera dia meminta diri untuk masuk ke dalam terlebih dahulu. Menyimpan buah zu dan menyiapkan jamuan yang terdiri dari teh dan beberapa manisan buah-buahan. “Silahkan anda cicipi. Ah, manisan ini saya yang membuatnya sendiri.” Entah mengapa, pria tua itu melirik suami Aishi seperti sedang gelisah. “Aishi, perkenalkan, dia adalah Zou, kawanku yang datang dari kota.” “Zou, dialah istriku.” Aishi seketika menoleh kepada suaminya yang memanggil pria tua itu hanya dengan nama tanpa embel-embel paman atau kakek. Zou tersenyum kepada Aishi. Hanya sebuah senyum singkat karena tiba-tiba Xeranic berdehem dan itu membuat paman Zou segera memalingkan muka dan cepat-cepat undur diri. “Dia tampak terburu-buru,” kata Aishi setelah mengantar paman Zou pergi. Xeranic hanya mengangguk dan masuk. Membuat Aishi kesal karena merasa suaminya itu tidak mendengarkan ucapannya. “Sayang sekali paman tadi tidak sempat mencicipi kalian,” kata Aishi kepada hidangannya yang terabaikan. Xeranic yang lewat segera duduk di kursi dan mengambil piring yang berisi manisan buah-buahan. “Dia tidak suka semua ini.” “Benarkah? Kupikir dia akan suka. Tampaknya aku tidak cukup cakap untuk menjamu tamu,” desah Aishi. “Aku rindu bibi Wei yang tahu segalanya.” “Aku juga tahu banyak hal. Kau tanyalah apapun padaku dan akan kujawab.” “Dasar, sok pintar,” ejek Aishi seraya berjalan ke dapur kecilnya untuk menyiapkan makan malam. Sementara Xeranic malah tertawa melihat wajah cemberut istrinya. J “Ada keperluan apa kakek Zou datang menemuimu?” tanya Aishi selepas mereka berdua makan malam. Wanita muda itu terlihat cekatan membersihkan meja makan mereka dan membawanya ke dapur untuk di cuci. Xeranic meemperhatian istrinya beberapa detik baru menjawab, “Dia ingin meminta bantuanku.” “Hmm....” Aishi duduk di hadapan suaminya dan menunggu untuk mendengarkan lebih jelas maksud dari perkataan Xeranic. “Aku dan dia sudah kenal sangat lama bahkan sejak aku masih kecil. Tanpa dia, mungkin aku tidaklah menjadi seperti sekarang.” Ucapan Xeranic membuat Aishi menjadi simpati. Seberharga itukah kakek tua di hidup suaminya? “Untuk itu, sekarang aku harus membantunya.” “Oh, jadi, apa kita akan pergi ke rumah kakek Zou? Kapan? Aku akan bersiap-siap.” Aishi hampir berdiri dari duduknya saat Xeranic berkata kalau hanya dia yang akan pergi. “Kau akan meninggalkanku sendirian di sini?” “Aishi, aku harus pergi ke kota dan tentu saja aku akan kembali secepatnya saat semua urusan telah selesai.” Aishi menduduk dalam. “Kota? Haverberg?” Xeranic mengangguk. “T-tidak! kau tidak boleh. Aku tidak mengijinkan,” ucap Aishi dengan suara bergetar. “Aishi, aku harus pergi karena ini menyangkut kelangsungan banyak orang. Sejak awal aku di Haverberg bersama Zou, membangun bisnis bersama-sama dan ketika ada masalah, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja,” jelas Xeranic hati-hati. “Istriku, mengertilah... hm....” “Kata bibi Wei kota penuh dengan orang-orang jahat begitupun denganmu. Kau bilang di kota orang baik dan jahat tidak bisa dibedakan.” “Aku bisa menjaga diri. Janji, aku akan pulang segera setelah semuanya selesai.” “Janji?” “Janji.” “Kau harus berhati-hati di sana. Dan sebaikanya jangan bicara dengan orang yang tidak dikenal.” “Iya....” “Aku bersungguh-sungguh.” “Baiklah, istriku.” Aishi menatap suaminya selama beberapa detik untuk melihat sebesar apa kesungguhannya dalam berjanji sampai akhirnya ia menyerah dan mengganti topik pembicaraan. "Aku punya sesuatu. Tunggu sebentar. Kau pasti akan terkejut,” ucapnya seraya melangkah mundur. Xeranic menunggu sampai Aishi kembali membawa bungkusan kain di tangannya. Pria itu tampak ingin tahu, tapi tidak mau menyela kebahagiaan istrinya dan memilih menunggu sampai Aishi sendiri yang menunjukkannya. Secara perlahan-lahan Aishi membuka simpul ikatan pada buntalan itu dan menunjukkan isinya pada Xeranic. “Buah zu,” bisiknya senang. Xeranic mengulurkan tangannya menyentuh buah yang seharusnya berbentuk bulat sempurna dan berkulit tipis, tapi yang ada di hadapannya adalah buah yang seperti tidak berbentuk dan memiliki kulit yang tebal dan warnanya pun kusam berbintik. “Kau tahu, darimana aku mendapatkannya?” tanya Aishi yang tentu saja Xeranic tidak tahu jawabannya. “Bibi Lien,” jawab Aishi untuk pertanyaannya sendiri. “Paman Bian dan Bibi Lien sungguh baik. Ternyata selama ini mereka memperhatikanku dan bahkan mereka menganggapku seperti putri mereka sendiri.” “Aku tidak tahu, bagaimana cara mereka menyembunyikan buah ini untukku. Aku benar-benar berhutang budi pada mereka,” lanjut Aishi. “Oh, biar aku kupaskan.” “Kau tahu, buah ini harusnya di musnahkan. Tapi, bukankah sayang sekali, ya, ketika buah ini masih memiliki manfaat sama besar seperti buah yang utuh?” “Kupikir karena buah ini adalah makanan anak dewa sehingga yang memakannya pun harus para pemimpin negeri.” “Kaisar? Isshhhh... tidakkah menurutmu ia terlalu serakah?” tanya Aishi dengan mata hampir melotot. Sama sekali tidak cocok untuk wajahnya yang cantik dan tampak kekanakan. “Aku kasihan pada yang menanam dan merawat buah ini. Setidaknya, jika yang berkualitas baik untuk kaisar, harusnya yang seperti ini tidak perlu di musnahkan.” “Karena mereka setia dan menghormati kaisar, Aishi. Makanya mereka rela melakukan pekerjaan ini. Dengar, bukankah kaisar adalah titisan dewa? Mereka pun juga berpikir, melayani kaisar sama seperti melayani dewa.” “Kenapa kau dari tadi membela kaisar?” tanya Aishi penuh selidik. “Eh... itu yang aku kira para pekerja itu pikirkan.” “Kasihan sekali. Mereka pikir melayani dewa padahal kaisar hanyalah manusia yang manja.” “Aishi, kau bisa mendapat masalah jika ada yang mendengar dan melaporkanmu karena menghina kaisar.” Aishi meletakkan pisau ke meja dengan keras, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan. “Aku sudah mencari masalah sejak membawa buah ini untuk kita makan,” ucapnya seraya tersenyum manis hingga Xeranic pun ikut tersenyum. “Aaaaa....” Aishi mengulurkan potongan buah Zu ke mulut suaminya, tapi Xeranic justru menahan tangannya. “Kenapa?” “Buah zu harus dimakan oleh istri satu buah utuh agar dia cepat mengandung.” “Benarkah? Dari mana kau tahu?” “Itu... aku mendengarnya dulu saat masih di kota.” “Ah, benar. Haverberg juga adalah tempat istana kaisar tinggal. Eh, apakah rahasia di istana juga bisa terdengar sampai ke luar?” “Entahlah. Itu mungkin hanya desas-desus yang tidak terbukti kebenarannya, tapi bukankah tidak ada salahnya mencoba?” “Tapi, kau tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya.” “Makan, Aishi.” “Baiklah. Aku akan memakan buah ini dan semoga aku bisa cepat mengandung,” harapnya seraaya mengelus perutnya yang datar. Xeranic tersenyum dan mengangguk. Baru satu suapan, Aishi hampir memuntahkan buah itu. “Kenapa?” tanya Xeranic dengan wajah cemas melihat istrinya tampak seperti ingin menangis. “Masam. Rasanya asam sekali. Tapi, aku harus menghabiskannya.” “Aishi, suatu hari nanti, kau akan memakan buah zu yang berkualitas setiap hari.” “Apa?” tanya Aishi dengan wajah mengkerut. “Kau mau mencuri buah zu? Tidak. lebih baik aku tidak memakannya lagi dari pada kau bisa berada dalam masalah besar. Oh, kenapa buah ini masam sekali?” “Tadi aku senang sekali karena merasa telah berhasil mencuri sesuatu dari kaisar. Tapi, karena rasa buah ini, aku sadar kalau mencuri itu tidak baik. Aku pasti sedang dihukum.” Xeranic tertawa terbahak mendengar keluhan Aishi. “Aku tidak akan pernah mengaku pada kaisar atau ke orang lain kalau sudah mencuri buah ini. Mungkin dia juga akan menertawaiku.” Xeranic mengelus rambut Aishi. “Dasar, kaisar....” “Apa?” “Apa?” “Tadi kau mau bilang kaisar apa?” “Aku mau mengumpati kaisar, tapi... aku tidak tahu kata apa yang cocok. Menurutmu, haruskah aku bilang kaisar jelek atau kaisar jahat?” Xeranic hampir menyemburkan tawa mendengar kosa kata u*****n istrinya ternyata sangat minim. “Jangan terlalu kasar padanya, atau dia akan mencari siapa yang mencuri buahnya.” “Apa? bukan aku. Kaisar tidak memiliki bukti.” Xeranic sadar, ternyata buah zu sudah ludes, masuk ke dalam perut istrinya. “Bagus sekali, istriku. Kau menghabiskan semuanya. Aku bangga, padamu,” pujinya sambil mengelus puncak kepala Aishi. Pujian Xeranic ternyata membuat rasa bersalah Aishi kembali. “Bagaimana ini. harusnya kusisakan satu untumu.” “Ah, jangan terlalu sedih.” “Hm....” “Aku tahu cara mengetahui rasa buah zu,” bisik Xeranic seraya membawa wajahnya mendekat. terus mendekat sampai bibir mereka bertemu Aishi tersenyum dalam ciuman lembut Xeranic, suaminya itu tahu, bagaimana cara memperlakukannya dan membuat Aishi senang; dia begitu bersyukur karena telah bertemu dan jatuh cinta kepada Xeranic, satu-satunya pria yang akan ia cintai sampai mati "Eh, kita mau kemana?" tanya Aishi karena tiba-tiba Xeranic membopongnya “Tentu saja, menguji apakah khasiat buah itu benar adanya.” Aishi tertawa dan mengangguk. Aishi terbangun dan melihat bahwa suaminya masih tertidur pulas. Lalu dia putuskan untuk bangun, mempersiapkan keperluan Xeranic seperti perbekalan dan air. Ketika dia sibuk menyiapkan semuanya, Xeranic datang setelah membuatnya terkejut lantaran tiba-tiba memeluknya dari belakang tanpa dia sadari kapan dia masuk. “Kau terbangun karena aku berisik, ya? maaf,” kata Aishi menyesal. “Bukan. Aku terbangun karena ranjang di sebelahku terasa dingin.” Xeranic memutar tubuh istrinya dan menatapnya mesra. “Dan ternyata aku menemukan istriku lebih suka berada di sini. Berkutat dengan jelaga dari pada memeluk suaminya yang akan pergi.” Aishi tertawa mendengar nada kecemburuan dalan suara Xeranic. “Aku sedang mempersiapkan bekal untukmu.” “Hm....” Xeranic memainkan ujung rambut Aishi yang panjang dan berwarna gelap mengkilap. “Kupikir nasi kepal akan bertahan lebih lama di perjalanan.” “Padahal yang aku butuhkan adalah tidur memelukmu sampai perpisahan kita.” Aishi tertawa. “Baiklah. Aku mengerti kau tidak mau membantu. Sana lanjutkan tidurmu. Aku akan membangunkanmu saat waktunya tiba.” Xeranic memeluk Aishi erat sebelum pergi. “Sudahkah aku mengaku, kalau aku begitu mencintaimu, Aishi?” “Aisshhh... sudah-sudah. Jangan membuatsuana jadi sedih.” Pria itu tersenyum tipis dan mengangguk. “Bangunkan aku saat sebelum fajar.” “Baiklah,” jawab Aishi sambil berkutat pada nasi yang masih mengepulkan uap panas tanpa tahu ternyata Xeranic memperhatikannya selama beberapa saat sebelum menghilang di baik pintu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

JODOH SPESIAL CEO JUDES

read
288.4K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.1K
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

True Love Agas Milly

read
197.7K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook