bc

Rotation of Love

book_age16+
653
FOLLOW
3.7K
READ
tomboy
student
drama
twisted
mxb
humorous
mystery
highschool
secrets
school
like
intro-logo
Blurb

“Sorry, gue bukan gadis manja, ujar Givana tersenyum sinis. “Gue sumpahin lo jadi jodoh gue, katanya kemudian dan berlalu pergi.

°°°

Givana Citra Adalyn, gadis ramah yang akrab disapa anak-anak sekolahnya. Ia bukan primadona sekolah, tetapi kecerdasan akademiknya mumpuni. Apalagi, kehebatannya menjadi peraih sabuk hitam bela diri patut diacungi jempol.

Givana hanya tinggal berdua dengan sang adik, membuat keduanya terbiasa melakukan semuannya sendiri. Orangtuanya yang sibuk berbisnis, tidak menjadikannya benci dengan kedua malaikatnya itu. Ia justru begitu menyayangi keduanya.

Kehidupan sekolahnya berubah ketika ia bertemu dengan Bangkit Margana Delmare. Laki-laki misterius yang mencuri perhatiannya. Kisah cinta mereka diuji dengan kedatangan Alvaro Putra Sanjaya, ketua OSIS yang menyukai Givana. Belum selesai masalah mereka, datang murid baru yang bernama Mega Lenora. Gadis memesona yang ternyata menyimpan rahasia besar. Ia memiliki segudang rencana yang akan menjadi boomerang bagi Givana.

Sebenarnya, siapa Bangkit dan Mega? Akankah dua orang itu yang akan melukai Givana? Entahlah.

chap-preview
Free preview
1. Introduction
Suasana malam yang begitu dingin, disertai hembusan angin yang seakan menusuk kulit, membuat semua orang ingin terus berada diselimutnya masing-masing. Kilatan petir yang disusul suara guntur menjadi pertanda hujan akan segera turun. Apalagi, langit yang biasanya cerah dengan taburan bintang di atas sana berganti dengan kabut tebal yang menenggelamkan kerlap-kerlip benda langit itu. Rintikan air mulai jatuh membasahi apapun yang ditimpanya, lama kelamaan rintikan itu berubah menjadi tetesan yang begitu deras. Di jendela kamarnya, seorang gadis tidak berhenti menggerutu dan terus memandang keluar. Wajahnya terlihat kesal dan bingung, entah apa yang akan dilakukannya kalau hujan begini. Mau menonton film bosan, mau membaca novel kesayangannya malas, dan satu lagi ia benar-benar malas mau melakukan apapun. Tiba-tiba selintas ide membuatnya tersenyum sumringah, ia lantas mengambil langkah berjinjit dengan begitu pelan. Saat ini, ia sudah berdiri di pintu putih dengan gantungan kertas yang membuatnya ingin tertawa keras. Bagaimana mungkin di kamar laki-laki ada tulisan, awas cogan sedang bersemedi. Istilah cogan atau cowok ganteng memang populer saat ini, tetapi ayolah ini bukan gua yang tidak berpenghuni. Mengapa adiknya memasang tempelan seperti itu. Ia lalu membuka pintu itu perlahan tapi pasti, terlihat seorang anak laki-laki yang sibuk berlatih dengan bola yang dibawanya. “Kak Giv, ngapain ke sini? Kaget tahu,” ucap anak laki-laki itu yang sebenarnya tidak menunjukan rasa kagetnya. Gadis dengan panggilan Giv itu hanya tersenyum karena telah tertangkap basah. “Nggak papa, kakak cuma bingung mau ngapain, dapat ide mau peluk cogan gagal deh. Kamu belum tidur soalnya,” balasnya cuek. Mendengar jawaban dari kakaknya itu, adiknya langsung bergidik ngeri. “Kamu kok malam-malam gini masih aja latihan? Sana tidur kakak juga mau ketemu sama suami kakak, bye,” ucap gadis itu sambil berlalu pergi tanpa menunggu jawaban dari sang adik. Anak laki-laki itu hanya tersenyum tragis melihat kakaknya yang selalu saja berhalu. Sampai di kamarnya, gadis itu merebahkan tubuhnya. Beberapa saat kemudian, suara dengkuran halus terdengar, menandakan ia sudah larut dalam mimpi indahnya. °°° Pagi hari, suara alarm yang begitu berisik mengacaukan beberapa episode mimpi indah seorang Givana Citra Adalyn. Sungguh disayangkan ia dan suami halunya harus berpisah karena alarm. Givana mengerjapkan matanya, lalu mengambil jam bekernya. Ternyata masih pagi, pantas saja matanya terasa begitu berat. Perlahan ia bangun dari tempat yang paling membuatnya nyaman dan berlanjut menjalankan ritual paginya. Seragam putih abu kebanggaannya kini sudah tarbalut cantik ditubuhnya. Rambut yang di kuncir kuda dengan sedikit polesan bedak bayi di wajahnya, membuat dirinya semakin memesona. Givana lalu mengenakan hoodie army dan sepatu hitam kesayangannya. Selesai dengan penampilannya, ia menatap bayangannya di cermin dan tersenyum puas. Givana menuruni tangga sambil bersenandung riang. Langkahnya menuju ke arah dapur. Ia lalu menyeret kursi makan dan meletakkan tas berwarna creamnya yang ia tenteng tadi. Setelah melihat bahan makanan yang ada di kulkas, ia tampak berfikir. Tidak sempat kalau harus memasak, sebagai alternatif Givana mulai memotong beberapa sayuran dan tomat. Ia pun menyajikan roti isi dan s**u coklat yang akan menjadi bekal tenaganya nanti. “Wil, sini turun! Udah siap nih!” teriak Givana. Wildan yang dipanggil mempercepat langkahnya yang sudah berada ditangga. “Apaan sih kak, teriak-teriak. Ini rumah bukan hutan,” ucap adiknya yang memberengut tidak suka. Givana hanya meringis. Wildan lalu mengambil roti isi yang sudah disiapkan Givana, “ Kak, papa sama mama pulang kapan?” Tanyanya kemudian. “Nggak tahu, papa belum kabarin kakak soalnya.” Jawab Givana sambil mengunyah roti buatannya sendiri. Mereka larut dalam pembicaraan yang terkesan tidak berbobot. Kakak beradik itu hanya tinggal berdua di rumah yang lumayan luas. Orangtuanya sibuk menjalankan bisnis di luar kota. Meskipun begitu, bukan berarti mereka membenci orangtuanya. Justru, mereka begitu menyayangi keduanya. Mereka berdua sadar, orangtuanya sibuk berbisnis untuk memenuhi kebutuhan keluargannya. Bisnis memang penting, meski begitu orangtua Givana tetap menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama. Bagi mereka, waktu yang paling indah adalah saat bisa berkumpul dengan keluarga terutama orang-orang yang paling disayanginya. Sibuk boleh asal jangan keterlaluan, ada kalanya berkumpul dengan keluarga menjadi obat untuk melepas penat. Berada jauh dengan kedua orangtua membuat kakak beradik itu terbiasa melakukan semuanya sendiri, mereka bukan anak manja yang ingin diurus apapun. Berbeda jauh jika dibandingkan dengan anak manja di luar sana. “Habis ini kakak langsung berangkat ya, kamu jangan lupa beresin. Cepet nanti guru kamu terburu datang,” kata Givana mengingatkan adiknya. “Oh iya, nanti Bi Ami kalau udah datang suruh beresin kamar kakak ya,” tambahnya. “Beres,” balas Wildan sambil mengacungkan jempol tangannya. Givana seorang murid kelas dua belas di SMA yang terbilang favorit di kotanya. Sekolahnya mendapat predikat yang cukup membanggakan, baik dari akademik maupun nonakademik. Givana juga ikut andil untuk kejuaraan akademik. Ia bahkan menjadi salah satu murid berprestasi di sana, dengan menyumbang beberapa piala olimpiade. Tetapi, jangan disangka Givana anak kutu buku yang hobi berdiam diri di perpustakaan sekolah. Sebaliknya, ia jauh dari kata kutu buku. Berbeda dengan kakaknya yang menjadi murid sekolah formal, Wildan Adelard lebih memilih homeschooling. Ia ingin fokus menjadi pemain sepak bola andal yang di kenal dunia. Keinginan besarnya itu ia buktikan dengan masuk ke sekolah khusus sepak bola bergengsi di kotanya. “Oh iya, Wil. Nanti sopir papa yang antar kamu ke sekolah!” Teriak Givana dari ambang pintu rumahnya. “Oke!” Balas adiknya. Mendengar jawaban singkat adiknya, Givana hanya menggeleng. Ia pun menghampiri mobilnya yang sudah terparkir manis di garasinya. Matanya melirik jam tangan berwarna hijau army khas milik cowok ditangan kirinya. Tanpa menunggu lama, mobil berwarna hitam itu meninggalkan kawasan rumahnya. Jarak dari rumah ke sekolah, membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit. Gadis dengan satu kuncir itu memandangi sekitar. Saat ini, jalanan sudah mulai ramai dipadati. Entah itu anak sekolah, karyawan kantor, pedagang dan yang lainnya. Ia lalu memakai kacamata hitamnya dan tersenyum. Givana mengendarai mobilnya dengan santai membuatnya hampir telat. Untungnya, gerbang berwarna hitam itu belum tertutup sepenuhnya. Malas saja jika ia harus lari-lari di terik matahari pagi. Givana pun memakirkan mobilnya dan meletakkan kacamatanya. “Eh, Kak Givana makin cantik aja sih,” sapa adik kelasnya. Sapaan di koridor kelas sebelas itu membuatnya tersenyum manis. Beberapa teman yang bertemu juga ikut menyapa gadis berhoodie army itu. Bukan karena ia primadona sekolah, tetapi karena kepribadian Givana yang ramah dan baik membuat dirinya cepat akrab dan disukai dengan teman-temannya. Kelas IPA 2 menjadi tujuannya saat ini, sesampainya di ambang pintu kelas. Ia menatap gadis berambut pendek dengan earphone putih yang masih terpasang di telingannya. Ia terlihat sibuk dengan smartphone yang sedang di pegangnya. Sesekali gadis itu mengumaman lirik lagu dari bibir mungilnya yang tentu saja tidak dimengerti oleh Givana. Givana berjalan ke arahnya dan duduk di sebelah gadis itu. Ia langsung menyenderkan kepalanya di bahu gadis dengan earphone putihnya. “Ih lo tuh, kebiasaan tahu nggak. Dateng-dateng bahu gue pasti buat senderan lo,” kata gadis itu. Tangannya menoyor kepala sahabat baiknya itu. “Abis gimana dong, gue nggak punya senderan. Bahu lo kan juga kosong.” “Lo mau senderan?” dengan semangat Givana menganggukkan kepalanya. “Noh, tembok luas banget. Mau lo senderan, lo cium-cium juga nggak bakalan marah,” tambahnya. Givana memberengut kesal. Sedangkan, gadis berambut sebahu itu terkekeh geli melihat wajah sahabat baiknya. “Bellinda Avantika. Makin lama lo pengen gue gantung tau nggak,” kesal Givana. Mengesalkan. Itulah, kata yang selalu berhasil membuat Givana ingin menggantung Bellinda. Duduk bersama selama tiga tahun saja membuatnya harus bersabar seluas samudra. Namun, terkadang seorang Bellinda juga lah yang membuatnya tidak merasakan kesepian. Gadis yang biasa dipanggil Bellinda itu mempunyai rambut sebahu dengan kulit putih bersih sama dengan Givana, matanya yang berwarna hitam membuatnya berbeda dengan gadis-gadis di sekolahnya. Paras cantiknya dan Givana membuat mereka sering jadi lirikan para cowok di sekolah. Meskipun begitu, para cowok di sekolahnya tidak berani untuk mendekati mereka, Bel masuk terdengar nyaring, selang beberapa menit terdengar bunyi detakan sepatu mendekati kelas Givana. Guru Bahasa Inggris masuk dan memulai pelajaran. Selama tiga jam pelajaran, guru itu menerangkan materi dengan jelas dan mudah untuk dipahami menurut Givana. Tetapi, bagi sebagian orang tidak menyukai pelajaran ini pasti merasa kesal sejak tadi. Bagaimana tidak, guru dengan perawakan agak subur dengan dandanan yang menor itu adalah salah satu guru killer di sekolahnya. Ia bahkan mewajibkan anak didiknya harus menggunakan Bahasa Inggris di setiap jam pelajarannya. Bellinda yang tidak tahan menengok ke arah sahabatnya. Ia mendapati Givana sedang serius menyimak pelajaran. Bellinda menyenggol lengan sahabatnya. “Giv, keluar yuk,” bisik Bellinda. “Bentar ih, gue masih nyimak nih. Lo nggak lihat?” Jawab Givana. “Lo nggak nyimak aja pasti bisa. Udah ah, yuk temenin gue dong. Kepala gue berasa mau meledak nih kebanyakan kosakata,” pinta Bellinda dengan muka memelas dengan kedua tangannya memegang kepalanya. Melihat wajah Bellinda, Givana jadi tidak tega. Akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Bellinda pun tersenyum senang. Jarang-jarang sahabatnya ini mau diajak membolos kalau pelajaran Bahasa Inggris. Bellinda mulai melancarkan aksinya dengan meminta izin ke toilet. Setelah diizinkan, mereka berdua langsung pergi ke kantin. Inilah kebiasaan mereka kalau salah satu dari mereka suntuk dengan penjelasan guru. Bolos lebih enak, alhasil kantinlah tempat balas dendam terbaik mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.0K
bc

Wedding Organizer

read
46.3K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
279.1K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.5K
bc

Bastard My Ex Husband

read
382.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook