bc

My Young Perfect Partner

book_age16+
1.6K
FOLLOW
26.0K
READ
second chance
arranged marriage
sensitive
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Menikah nggak ada dalam daftar keinginan Maharani Rezkina alias Rara. Yang dia inginkan hanya lulus dari universitas dan melakukan hobinya mendesain pakaian.

Tapi, dijodohin ... jelas melenceng dari pikiran Rara sebelumnya.

Di usianya yang ke dua puluh empat tahun, Rara dijodohkan dengan seorang cowok yang lebih muda enam tahun darinya.

Gila. Ini bener-bener gila. Masa ayahnya sendiri jodohin dia dengan bocah yang masih SMA? Walau tuh bocah udah lulus kuliah di luar negeri, CEO beberapa cabang perusahaan keluarganya, tapi tetep aja ...

Yang ada dia bakal dicap 'tante-tante nyari berondong'.

Euuh ..., kok nasibnya gini amat, sih?

chap-preview
Free preview
Chapter 01
“APA!!?” Maharani Rezkina menggebrak meja kerja ayahnya yang baru saja menyampaikan berita paling konyol sepanjang hidupnya. Ditatapnya pria paruh baya dengan status sebagai ‘ayah’nya itu lekat-lekat seolah apa yang disampaikan beliau adalah hal paling buruk. “Papa serius, Ra,” kata pria baruh baya itu, “Kamu akan dijodohkan dengan putra salah satu relasi kerja Papa. Kamu tahu Alexander Group, kan? Mereka setuju untuk menikahkan putra mereka satu-satunya denganmu.” Wanita berusia 24 tahun dan berpakaian modis itu berkacak pinggang dan menatap tajam sang papa. “Pa, aku tahu umurku sudah 24 tahun, belum punya pacar, dan sedang focus dengan festival terakhir di jurusanku,” kata wanita itu, “tapi aku punya alasan kenapa aku menolak semua calon yang Papa sodorkan padaku: Aku mau focus pada pekerjaan yang akan kudapatkan setelah aku lulus.” “Papa tahu, Ra. Tapi, ini keadaan darurat.” “Keadaan darurat untuk perusahaan, ‘kan? Kenapa Papa nggak menyuruh Darren untuk menikah dengan Lisa, sih? Mereka sudah berpacaran lebih dari sepuluh tahun, tapi masih stuck di tempat.” Cibir Rara. Sang papa menghela nafas. Dia menatap anak bungsunya itu lekat-lekat. Sepertinya menyakinkan seorang Maharani Rezkina akan lebih menyusahkan daripada menyakinkan satu perusahaan untuk bekerja sama dengan mereka. *** Setelah mendapat penjelasan berkali-kali dari papanya, Rara keluar dari ruang kerja beliau dengan menahan kesal. Dibantingnya pintu kamarnya dengan suara keras dan duduk di kursi di depan meja riasnya. Walaupun saat ini dia sedang kesal dan ingin memaki orang-orang yang memicu kemarahannya, Rara masih tahu diri untuk tidak merusak barang-barangnya, apalagi semuanya adalah hasil keringatnya sendiri. Mata Rara menatap kearah foto besar yang dipajang di dekat lemari kaca tempat tropi dan penghargaan yang diterimanya dari kecil sampai sekarang. Penghargaan-penghargaan itu adalah bukti bahwa walau dia adalah seorang putri dari salah satu tiga orang pemilik perusahaan terbesar di Indonesia, dia mempunyai kemampuan yang hanya ia sendiri yang memilikinya di antara keluarganya. Foto yang ditatapnya itu adalah foto ibunya yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Ibunya, Liliana Rezkina adalah seorang wanita yang paling dikagumi Rara sepanjang masa. Tidak hanya beliau adalah ibu yang lembut dan mampu tegas di saat yang diperlukan, tetapi juga seorang wanita yang tidak akan membiarkan seorang lelaki menaklukkannya, hingga ayahnya lah yang berhasil mendapatkan hati ibunya. Menghembuskan nafas keras, Rara berdiri dan menghampiri foto itu. “Ma,” ujarnya lirih, “Bayangin, Ma, Rara dijodohkan. Bagaimana perasaan Mama kalau mendengar ini, ya? Apa Mama bakal mendukung Rara buat menolak perjodohan ini, ya?” Rara menunduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Biar bagaimanapun, sekeras apapun dia memberontak, ujung-ujungnya ayahnya lah yang akan menang. Dan Rara pasti hanya bisa pasrah dengan keputusan yang dibuat oleh beliau. Andai ibunya masih hidup, mungkin ayahnya akan memikirkan ulang keputusan menjodohkan Rara. Dan itu, sudah pasti, hanya impian semata. *** Maharani Rezkina Putri, tentu saja orang-orang tau namanya. Putri dari salah satu tiga pengusaha besar di Indonesia dan punya segala hal yang diidamkan cewek-cewek se-Indonesia raya : rambut panjang lurus alami, kulit putih berseri dan lebih mirip porselen dibandingkan manusia idup, wajahnya pun cantik. Prestasinya juga membanggakan. Rara sendiri sekarang sedang kuliah di LaSalle College International di Jakarta dan harus cewek itu akui, hidupnya benar-benar menyenangkan. Sampai berita kalo dia bakal ditunangkan hari ini. Rara bergulung bak bola bulu di kasurnya sambil menggerutu. Pagi ini dia nggak bersemangat untuk pergi ke kampus bahkan untuk sekedar menikmati jajanan di kafe favoritnya. Mood-nya bener-bener turun sampe ke titik terendah. Bahkan coklat dan minuman manis favoritnya di kulkas mini di kamar nggak bisa ngebantu mood-nya yang angin-anginan stabil. Pintu kamarnya diketuk dari luar dan Rara hanya bergumam pada orang yang mengetuk pintu kamarnya. “Non, makan dulu,” suara salah satu pelayan rumahnya menembus telinga Rara yang masih bergelung seperti bola bulu, “Ini udah disiapin bubur ayam kesukaan Nona Rara. Hari ini mau pergi ke kampus, ‘kan?” “Nggak. Hari ini aku nggak ke kampus,” kepala Rara menyembul dari balik selimut, “Taruh aja makanannya di meja. Hari ini aku mau puas-puasin tidur.” Pelayan itu mengangguk sambil meringis kecil. Semua pelayan dan pekerja di rumah Rezkina sudah tau alasan kenapa Rara bad mood seharian ini. Setelah meletakkan makanan di atas meja, pelayan itu undur diri dan meninggalkan Rara sendirian. Aroma bubur ayam yang menggoda selera membuat perutnya keroncongan, tetapi berhubung mood-nya lagi buruk, Rara nggak mau ambil pusing untuk sekedar beranjak dari tempat tidur untuk mengisi perutnya yang udah berdangdut ria. Bunyi notifikasi dari hapenya membuat Rara mendecak kesal. Bisakah tidak ada gangguan yang berarti untuk mood-nya yang bakal turun-naik macam roller coaster? Rara mengambil hapenya dan melihat ada notifikasi dari sohibnya, mengatakan bahwa dia baru bisa ketemu Rara besok pagi karena ada acara keluarga di Surabaya. Cewek itu hanya mengedikkan bahu dan membalas pesan dari temannya sesingkat kebeteannya yang mulai memuncak sebelum menaruh kembali benda pipih luar biasa penting itu kembali ke tempatya semula. Sekarang Rara Cuma mau tidur, dan berharap besok pagi cepet datang agar dia bisa bertemu temannya dan berkeluh kesah tentang hidupnya yang mulai suram. *** Sekali lagi, wajah Rara harus ditekuk malam ini karena ternyata tanpa sepengetahuannya, ayahnya sudah merancang sebuah acara makan malam di rumah mereka dan dia disuruh untuk berdandan secantik mungkin. Rara sempat menolak mentah-mentah, tapi begitu dia dijanjikan boleh memilih pekerjaan sendiri dan bukan bekerja di perusahaan setelah kuliah, dia akhirnya mau mengikuti keinginan ayahnya. Dan sekarang, dengan gaun berwarna biru tua hasil rancangannya sendiri, dia menunggu di ruang tamu sambil membaca majalah fashion favoritnya. Dia baru membalik halaman berikutnya ketika seorang pelayannya memberitahu kalau tamunya sudah datang. Menghembuskan nafas jengkel, Rara menutup majalah di pangkuannya dan berjalan ke pintu depan, di mana ayahnya sedang bersalaman dengan seorang pria paruh baya yang sedikit lebih tinggi dari ayahnya. Pria itu terlihat lebih muda dari ayahnya, tapi Rara tahu, usia keduanya sama. Mata Rara kemudian beralih kearah laki-laki yang berdiri di belakang si pria paruh baya. Wow. Good looking banget tuh cowok. Laki-laki yang berdiri di belakang teman ayahnya punya wajah yang sangat tampan, nyaris mendekati cantik. Tubuhnya tinggi dan agak kurus walau nggak bisa dibilang kurus kering juga. Rambutnya disemir dengan warna kecokelatan dan membuatnya makin terlihat tampan. Kalau tahu calon suaminya bakal seganteng ini sih, Rara harusnya nggak bakal nolak. Tapi… Rara mengerutkan kening. Rasanya ada yang aneh dari cowok itu. Entah apa yang membuatnya terlihat aneh di mata Rara, tapi dia yakin cowok itu aneh… “Ah, Ra, kemari sebentar.” Ayahnya memanggilnya dan Rara langsung menghampiri. Sekarang, setelah diperhatikan dari dekat, wajah teman ayahnya itu agak tegas. Begitu juga cowok yang Rara yakini adalah putra beliau sekaligus calonnya nanti. “Nah, ini Rara. Albert, masih ingat gadis kecil yang sering kamu beri coklat tiap kali kemari, ‘kan?” ujar ayahnya. Pria bernama Albert itu tertawa, kemudian menyalami Rara, yang dibalasnya sambil tersenyum. “Ah, Alvin, sini.” Cowok itu ternyata namanya Alvin… Cowok itu maju dan berdiri di samping ayahnya. Beliau menepuk bahu cowok itu. Rara memandanginya dan harus mendongakkan kepalanya karena cowok itu lebih tinggi darinya yang hanya memiliki tinggi 155 cm. “Dia Alviano, putra tunggalku.” Kata Albert, “Ayo, beri salam pada Rara. Biarpun dia calon istrimu, dia lebih tua darimu, Vin.” “He?” Rara mengerjap memandangi Albert dan putranya bergantian. “Anu… saya lebih tua?” tanya Rara menunjuk dirinya sendiri. Alvin mengulurkan tangannya kearah Rara. “Namaku Alviano Alexander, aku baru kelas 3 SMA. Dan aku juga calon suamimu, Kak.” Kata cowok itu. “… delapan belas tahun!!?”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Akara's Love Story

read
258.3K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

You're Still the One

read
117.3K
bc

Mas DokterKu

read
238.6K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
199.6K
bc

Fake Marriage

read
8.4K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook