bc

SUP DAGING BUATAN ISTRIKU

book_age16+
4.1K
FOLLOW
30.0K
READ
drama
tragedy
mystery
like
intro-logo
Blurb

Menghilangnya istri muda yang baru ia nikahi selama tiga bulan, membuat Anton menaruh rasa curiga pada Nira, istrinya sebagai penyebab menghilangnya, Intan dari kontrakannya.

Bukan itu saja, Anton bahkan menuduh Nira telah membunuh dan menjadikan jasad Intan sebagai hidangan makan malam untuknya.

Lalu apa sebenarnya yang telah terjadi? Benarkah Nira telah membunuh Intan dan menjadikan jasad perempuan itu sebagai hidangan?

Atau sebenarnya wanita itu menghilang dengan sendirinya karena ada rahasia besar yang sedang perempuan itu coba sembunyikan dari orang-orang?

chap-preview
Free preview
Intan, di mana Kamu?
"Makan, Mas. Aku masakin sup daging kesukaan kamu," ucap Nira, istriku sembari meletakkan mangkuk sup yang masih mengepulkan uap panas ke atas meja. Sup daging? Dengan apa istriku membelinya? Seingatku pagi tadi hanya memberinya uang sebesar sepuluh ribu rupiah saja untuk belanja harian. Seperti biasanya. "Daging apa? Dapat dari mana?" tanyaku dengan rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan sembari mengamati bentuk daging yang tampak tidak biasa. "Daging rusa, Mas. Pemberian Mang Kardi tadi," sahutnya dingin. Aku hanya diam. Tak menjawab apa-apa lagi. Mendekatkan kursi makan ke p****t lalu menjatuhkan tubuh di atasnya. Kuambil uluran piring dari tangan Nira lalu menyendok nasi dan membubuhkan daging sup ke atasnya. Baunya lumayan harum karena dasarnya Nira memang pandai masak. Tapi teksturnya cukup tidak biasa. Jadi ini yang namanya daging rusa? Baru kali ini aku mencicipinya. Warnanya merah dan sedikit berbau amis. Tapi rasanya enak. "Kamu nggak makan?" tanyaku saat Nira hanya menungguku makan dalam diam. Tatapannya tampak tidak biasa. Ada amarah dan luka yang kentara di sana. Tapi, seperti biasanya aku bersikap tidak peduli. "Sudah makan tadi," sahutnya pendek lalu kembali diam. Aku pun ikut diam. Kuselesaikan acara makan malam dengan sedikit lambat sebab menu kali ini memang beda. Meski ditemani sikap Nira yang tak pernah hangat, sup daging sebanyak satu mangkuk besar itu akhirnya tandas juga ke dalam perutku. Usai makan, kutinggalkan piring begitu saja di atas meja makan lalu mencuci tangan dan menuju kamar untuk mengecek ponsel yang barusan kutinggalkan dalam keadaan di-cas. Aku membuka aplikasi hijau. Berharap Intan sudah membaca pesanku dan membalasnya tetapi ternyata pesan itu masih terlihat centang satu. Jangankan dibalas. Saat ini w******p istri muda yang kunikahi tiga bulan lalu itu bahkan tidak aktif. Arrgh ... kemana perginya dia ya? Tidak biasa-biasanya Intan mematikan ponsel atau pun paket datanya hingga akun media sosialnya tak satu pun yang aktif. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa wanita itu kehabisan kuota? Tidak mungkin! Setiap tujuh hari sekali, paket data sebesar lima belas giga tak pernah lupa kukirimkan padanya. Lalu apa yang membuat aplikasi hijau miliknya tidak kunjung aktiv sedari tadi? "Kamu kenapa, Mas? Kok gelisah aja sedari tadi?" tegur Nira tiba-tiba dari arah pintu kamar. Entah kapan perempuan itu ada di sana. Yang pasti tatapan tajam menusuk dari istriku itu membuatku merasa kaget dan tak nyaman. Nira memang dingin. Tapi malam ini sikap dingin yang ia tunjukkan itu lebih dari biasanya. Ada sesuatu yang seakan-akan disembunyikan perempuan itu dariku. Tapi apa? "Nggak apa-apa, Nir. Cuma ngecek w******p," sahutku sembari menghembuskan nafas gundah mengingat Intan yang tak kunjung ada kabarnya. "Oh. Besok Bi Hanun hajatan. Aku bisa minta tambahan sedikit uang tidak? Untuk beli gula, beras dan mie buat sumbangan?" lanjut Nira pelan. Aku menaikkan alis. Tak suka mendengar ucapannya. Mana ada lagi uangku? Kemarin baru saja kutransfer ke rekening Intan sebesar satu juta rupiah. Jatah mingguan untuknya. Wajar, Intan yang cantik dan pengisi suara acara pernikahan itu memang butuh dana yang tidak sedikit untuk menunjang penampilannya. Tak seperti Nira yang hanya buruh cuci dan gosok di rumah tetangga. Tak ada cantik dan menariknya sama sekali. Bagaikan langit dan bumi dirinya dan Intan. "Nggak ada uang. Kenapa? Kamu belum gajian? Bon dulu kan bisa sama Bu Rustam atau Bu Rudy. Mereka yang paling butuh jasamu kan?" sahutku balik. "Iya. Ya, sudah. Kupikir kamu mau ikut nyumbang. Bi Hanun kan kerabatmu. Tapi kalau tidak ada ya gak papa. Aku mau ke dapur dulu. Menghangatkan sup tadi," sahutnya sembari beranjak pergi. "Masih banyak supnya?" "Masih satu panci penuh. Besok mau bikin rendang. Masih banyak daging di kulkas." "Oh. Ya, sudah. Sana hangatkan!" *** Sepeninggal Nira, aku kembali mengecek aplikasi hijau. Tapi masih belum ada juga kabar dari Intan. Merasa jenuh, aku pun keluar kamar, menuju dapur. Iseng ingin melihat Nira sedang apa saat ini. Sampai di dapur, sosok Nira tak kutemukan. Hanya panci besar yang kelihatannya baru saja dipanaskan. Benar ucapannya. Dalam panci itu masih banyak sekali sup yang ia masak. Ah, baik juga Mang Kardi. Memberikan banyak sekali daging rusa untuk istriku. Aku sedang mengintip ke dalam panci saat tiba-tiba pintu dapur dibuka dengan keras hingga aku terlonjak kaget. Di depan pintu kulihat Nira menggenggam pisau besar dan baskom berisi daging yang masih berlumuran darah segar. Melihatku berdiri di sana, Nira juga tampak kaget. "Ngapain kamu di situ, Mas?" "Lihat kamu masak. Kamu sendiri ngapain?" "Mencincang daging, Nih lihat, masih banyak yang belum dibersihkan di belakang," sahutnya lagi sembari memperlihatkan baskom di tangannya. "Oh, masih banyak lagi ya?" "Masih. Cukuplah untuk persediaan satu bulan," sahutnya sembari membuka pintu kulkas dan menjejalkan daging itu dalam freezer yang terlihat sesak.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.4K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.5K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook