bc

Rumit

book_age16+
9
FOLLOW
1K
READ
family
self-improved
no-couple
witty
male lead
highschool
lies
twink
wild
like
intro-logo
Blurb

Rum, minuman beralkohol hasil fermentasi dari sari Tebu yang di simpan di dalam tong kayu berbahan pohon Ek atau jenis lainnya. Beberapa ada yang di pakai untuk campuran Koktail ataupun di jadikan campuran bahan masakan, Rum yang biasa di anggap sebagai minuman yang mampu menghilangkan akal sehat itu juga mempunyai kegunaan beragam.

RumIt, Rum Itu bukan hanya sekedar minuman beralkohol yang harus di simpan terus-menerus. Dia juga... berhak memilih ingin berada di tangan siapa. Di tangan seorang Bartender, Koki, ataupun seorang Pedagang Kelontong sekalipun.

chap-preview
Free preview
Hari pertama di sekolah
"Hoshh... hoshh," Lampu sorot terus berlalu lalang memenuhi penjuru arah, beberapa teriakan bergema di mana-mana. Dengan lahan luas yang tak terkira, seorang pemuda berusaha keluar dari kandang Singa. "Cepat cari di seluruh tempat, temukan atau kita yang berakhir!!" Dengan nafas menggebu, ia tak hentinya melangkahkan kaki-kaki yang telah kehabisan tenaga itu. Ia tak memiliki pilihan lain, lakukan atau mati. Dan dirinya berusaha konsisten dengan pendapatnya sendiri, 'tidak akan tahu jika tidak di coba, apapun akhirnya. Lakukan saja selama bisa, itu lebih baik di banding berdiam diri semata.' Punggung yang terlihat begitu ringkih berusaha untuk kuat, ia tak perduli selelah apapun dirinya kini. Harus temukan jalan keluar secepat mungkin agar ia bisa terbebas dari kungkungan berkedok kasih sayang. Tubuhnya merangkak di semak belukar, tak perduli jika duri tajam menggores kulit putih di sana. Semua tak berarti jika tidak memiliki kebebasan, 'Bertahanlah... hh, sedikit lagi...' Ia berusaha kuatkan diri agar tidak tumbang, akan sia-sia usahanya selama ini jika tertangkap semudah itu. . Di lain tempat, seorang pemuda matang menatap di kejauhan. Halaman kediamannya tengah menggelar sebuah acara meriah, dengan lampu sorot dan juga orang-orang yang ikut memeriahkan. Suara mereka memenuhi senyapnya malam bak kebun binatang. "Tuan," Seorang pemuda yang terlihat lebih dewasa berlutut dengan kepala tertunduk tak berani menatap orang yang berdiri memunggunginya kini. "Kami, kehilangan jejaknya." Beberapa patah kata itu sukses membuat senyum merekah di wajah sang penguasa Kegelapan, "Bagus! Sangat bagus!!" Suara bariton yang dingin dan dalam menggema di penjuru ruangan gelap tersebut, ia sengaja memadamkan penerangan di sana. "Ini perang, kita lihat anak muda. Seberapa tahan kau hidup di luar sana, jangan sampai aku berhasil menangkapmu..." Perkataannya terhenti, langkah besarnya kini melangkah ke arah daun jendela. "Atau kau takkan lagi bisa melihat dunia luar dengan mudah." *** Dua bulan setelah kejadian tersebut, terlihat seorang pemuda menatap pantulan dirinya di cermin. Ia mengelus balutan kulit sintetis yang ia kenakan, menyisir rambut halusnya yang sudah kembali memanjang.  Padahal baru beberapa hari yang lalu ia memotongnya, tapi sekarang rambut hitam legam itu telah kembali memanjang.  Ia harus kembali menutupi warna asli dari rambut tersebut agar tidak di kenali, ia mengambil seragam yang sudah tergantung rapi di sana.  Mengenakannya dengan pelan tanpa tergesa, begitu sulit untuk merapikan sebuah pakaian ternyata. Beruntung pilihannya bisa mengajarkan dirinya banyak hal, bayangkan saja dahulu ia hanya anak manja yang bahkan memakai kancing pada piyama pun tak bisa. Dengan perlahan seragam sekolah itu telah membalut sempurna kulit sintetis yang telah ia kenakan sebelumnya, hanya terdiri dari kemeja lengan panjang dan celana kotak-kotak berwarna hitam. Tidak ada rompi ataupun jas untuk bagian luarnya, tentu saja.  Itu hanyalah sekolah swasta yang tak terlalu terkenal seperti sekolahnya dahulu, ia juga memakai turtle neck sebagai dalaman. Sebelumnya juga telah mengonfirmasi dengan sang wali kelas jika ia memiliki kulit sensitif, begitulah ia bisa mengenakan pakaian yang terbilang biasa di kenakan oleh anak perempuan. Hanya saja tanpa rok 5 cm di atas lutut tentunya. Ia kembali memperbaiki surai yang kini berubah menjadi hitam legam, memastikan jika warna itu menutup semua warna awal helaian lembut itu. "Maa, sepertinya tak masalah jika ku biarkan tergerai seperti ini. Tidak begitu jelek," Ia juga memiliki pekerjaan paruh waktu setelah sekolah usai. Ahh, dirinya benar-benar menikmati kehidupannya yang sekarang. Terima kasih dengan orang baik yang telah merawatnya dua bulan yang lalu, sehingga dirinya bisa melakukan hal yang selama ini ia ingin lakukan. "Yosh, Zen. Kali ini kau harus pastikan jika kau menikmati kehidupan sekolahmu yang biasa, semangat!!" *** Sekolah Ia menatap sekitar, begitu banyak pepohonan di sekitar sini. Benar-benar bagus untuk pernafasan, selama ini dirinya hidup di lingkungan yang di penuhi oleh polutan. Lagi-lagi Zen menghela nafas penuh rasa syukur, "Permisi sensei,-" Seorang wanita muda usia layak menikah menghampiri, terlihat begitu ramah dengan penampilan yang juga tidak terlalu menyakitkan mata. Mungkin karena kacamata ataupun pakaiannya yang tidak seperti pakaian guru-guru yang dulu mengajar di kelasnya, entahlah. Zen tak bisa membandingkan sebuah tempat beserta isinya, lagipula ia belum mengenal lingkungan barunya ini kan. Mungkin saja lebih baik di banding lingkungannya dahulu. "Ahh, kau yang bernama Zen ya? Mari aku antar ke kelasmu." Zen mengangguk kilas, ahh~ suaranya masihlah tak bisa keluar. Padahal ia telah bertekat untuk menjadi pribadi yang baru, 'come on, Zen!! Kau pasti bisa!' Layaknya sebuah mantra, ia terus menyemangati diri di dalam hati agar tidak melakukan kesalahan kali ini. . Di sinilah ia sekarang, sesaat sang sensei berkacamata itu masuk. Tak lama berselang namanya di panggil untuk memperkenalkan diri. "Hai semua! Namaku Zen, berarti meja kecil dengan hidangan sederhana di atasnya. Salam kenal semua!!" "Permisi," Seorang siswa mengangkat tangannya, "ya, Kazami-kun. Kau ingin menanyakan sesuatu?" Pemuda itu mengangguk, "kenapa rambutmu panjang? Apa kau seorang berandalan?" "Kau perempuan atau laki-laki?" "Hei kenapa warna kulitmu begitu gelap," Hanya dengan sebuah pancingan kecil, seluruh penjuru kelas mulai menanyakan berbagai hal yang membuat Zen kewalahan. Dan semuanya benar-benar bukan hal yang penting bahkan beberapa hanya sebuah bualan semata. Mungkin inilah yang terjadi jika dirimu bukan berasal dari keluarga yang tidak terkenal. "Baik-baik, untuk selebihnya kalian bisa tanyakan itu padanya saat istirahat nanti. Sekarang kita kembali ke materi." . Istirahat "Ahh, akhirnya~" Zen merenggangkan kedua tangannya ke udara, ia melirik ke sekitar. Sepertinya untuk sekarang tak perlu memulai, isi perut lebih utama. Ia keluarkan kotak bekal yang telah ia siapkan saat di rumah tadi, membuka kotak tersebut lalu menatap isinya. Beruntung ia sudah belajar memasak sebelumnya, jadi tak perlu takut kelaparan saat makanan instan sudah habis stoknya. "Selamat makan," Ia tangkupkan kedua tangannya di depan wajah lalu mulai menyantap makanannya dengan wajah gembira. "Hei kau!" Pergerakannya terhenti, Zen menoleh ke arah kiri dan kanan lalu ia menatap asal suara tersebut. "Dasar bodoh, aku memanggilmu. Murid pindahan," Pemuda yang mengenakan pakaian yang sama dengan seragam yang melekat di tubuhnya itu mengambil kursi lalu mendaratkan pantatnya di sana, menatap Zen yang tengah terhenti niatnya karena orang itu. "Kau masih belum menjawab kenapa kulitmu terlihat lebih gelap, nyamm~ ini enak, kau membuatnya sendiri? Ahh iya, kau di sini tinggal dengan siapa?" Zen tersenyum menanggapi deret pertanyaan tersebut, ia tak tahu harus menjawab dari mana. Entah dirinya harus mengamankan bekalnya terlebih dahulu atau menjawab pertanyaan pemuda yang terlihat begitu urakan ini, tapi jika di lihat lebih dekat. Sepertinya orang ini bukan orang yang jahat, "Bisa hentikan alasanmu yang terus mengajaknya berbicara itu? Baka-Ryuto, dan kau murid pindahan... lebih baik amankan bekalmu dulu," Seorang siswi dengan twins tail di kepalanya mengambil kotak bekal yang isinya tengah di nikmati oleh orang lain, "dia takkan berhenti sebelum bekalmu di habiskan oleh monster ini, jangan bengong saja dan cepat habiskan bekalmu sendiri." Wahh-wahh, siapa perempuan ini. Begitu berani, pikirnya. Tbc.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Marriage Aggreement

read
80.8K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.0K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook