THIS I PROMISE YOU (WDYM Season 2)

Amsterdam, Netherlands 11:30 AM Alice Point of View Bagian terbaik dari mencintainya adalah aku tahu bahwa dia adalah orang yang baik. Orang yang selalu memikirkan perasaan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Jasper Reid, mungkin kini kita sudah berada di dunia yang berbeda. Tapi, keyakinanku tentang dirimu yang masih menjagaku dan putri kita membuatku sangat yakin bahwa kau tak benar-benar mengingkari janjimu. Tapi, aku marah padanya, seharusnya bukan dengan cara seperti ini dia menjagaku. Dia juga menyuruhku untuk berhenti mencintainya dan mulai mencintai orang lain seperti yang tertulis dalam surat terakhir yang ia berikan lewat salah seorang suster. Dan alasannya itu membuatku tak bisa menghilangkan cintaku padanya. Aku belum siap. Belum siap karena dadaku masih terasa sesak. Sesak karena rindu. Sedikit banyak kesakitan yang ditinggalkannya membuatku tak tahu siapa yang aku rindukan. Aku berusaha jujur. Memang hidup terus berjalan dan aku tak bisa hidup mengasuh putri kecilku sendirian. Jace Beverly Reid, putri kecilku yang kini memasuki usia 5 tahun. Ia selalu menanyakan dimana ayahnya kepadaku setiap malam saat hendak tidur. Aku menyangkal dengan mengatakan padanya bahwa ayahnya sedang ada pekerjaan diluar kota. Semakin hari semakin aku menyangkal gadis kecil itu. Semakin sakit dadaku mengingat semuanya. Kupandangi foto dalam genggamanku dengan pandangan sendu. "Mommy? Why are you crying?", Kulihat putriku dengan langkah cepatnya menghampiriku masih dengan seragam lengkap kindergartennya. Aku mengusap air mataku yang menggenang di pelupuk mata. Jace berdiri diantara kedua pahaku. Tangan mungilnya mengusap pipiku lembut. "I miss him", jawabku pelan sambil menggenggam erat tangannya yang menempel di pipiku. "Daddy?", Aku mengangguk, "Yeah, mommy sangat rindu pada daddy mu", "Daddy kapan pulang?", Jace menatapku. Aku mencoba mengalihkan pandanganku dari manik mata Jace. Aku masih tak sanggup menatap mata putriku yang sangat mirip dengan Jasper. Aku menunduk dan memainkan kancing seragam Jace. Berpura-pura merapikan dasi pita merahnya. "Soon, sweetheart. Soon...", "Benarkah mom? Berarti Uncle Mike tidak berbohong padaku", serunya gembira. Aku mendongakkan wajahku. Dan aku melihat Mike baru saja masuk sambil membawa tas milik Jace. Mike mengangkat kedua bahunya membuatku menghela napasku. "Jace, masuklah kekamarmu dan mintalah pada Kim untuk mengganti pakaianmu. Mom ingin berbicara berdua dengan Uncle Mike", Jace mengangguk cepat. Ia mengecup singkat pipiku dan berlari kecil meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya. "Kenapa kau tak mengatakan yang sebenarnya saja?", tanya Mike. Aku mendesah pelan. Kutatap Mike yang baru saja duduk di sofa dihadapanku. "Mike, she's just five. I can't explain it. What i'm gonna say to her?", "Katakan saja yang sejujurnya. Jace adalah anak yang pintar. Dia pasti mengerti", Aku memijit ujung pelipisku. "Aku tahu itu. Tapi, aku masih belum siap", Mike mengangguk, "Tak masalah kalau kau belum siap saat ini. Tapi, pikirkan tentang perasaan Jace. Kadang saat aku menjemputnya aku sering melihat Jace menatap sedih kearah murid lain yang dijemput oleh ayahnya. Meski dia masih umur lima tahun, tapi, dia sudah sangat dewasa dibandingkan anak umur 9 tahun", "Aku tahu kemana arah pembicaraan mu Mike", Mike mendengus pelan. Ia menatapku. "Tentu kau tahu", "Aku tak bisa Mike. Jaspe-", "Jasper sudah meninggalkan kita. Bahkan ia sendiri yang menyuruhmu mulai mencintai pria lain ketika ia tiada. Aku tahu ini sulit, tapi, hidup terus berputar. Kau tidak bisa diam di posisimu di masa lalu. Apalagi sudah empat tahun lebih, Alice", sergahnya dengan nada kesal. "Lalu apa yang terjadi ketika aku menikahi pria lain yang tidak kucintai. Akankan aku bahagia sesuai yang diharapkan Jasper, Mike? Katakan padaku...", balasku tak mau kalah. Mike bergeming sejenak. Ia mengusap wajahnya. "Kau pernah mencintai Lucas. Setidaknya itu mempermudahmu", Aku mendengus mendengar perkataan Mike. Memang apa yang dikatakan itu adalah benar. Aku memang pernah mencintai seorang Lucas Graves, tapi, itu dulu... "Mudah bagimu mengatakannya", sahutku. "Memang mudah. Kau sendiri yang mempersulitnya, Alice. Ingatlah bahwa kau tidak hidup sendiri. Kau memiliki Jace yang merupakan bagian lain dari dirimu dan Jasper. Dan kebahagianmu sudah ada didepan matamu dan kau menyangkalnya. Bahkan kau saat ini memilih menetap di negri orang lain jauh dari jangkauan orang-orang dimasa lalumu. Mungkin, jika aku tak menemukanmu dua tahun lalu tanpa sengaja. Mungkin juga aku tak akan pernah melihatmu lagi", Mike bangkit dari sofa dan duduk disampingku. Ia menggenggam kedua tanganku. Ia menatapku, "Kau adikku, dan aku kakakmu. Kesedihan dan kebahagianmu kini menjadi tanggung jawabku setelah Jasper tiada", tambahnya. Mike menarikku kedalam pelukannya. Ia mengusap puncak kepalaku lembut. "Ikutlah denganku kembali ke Manhattan, Alice. Mama dan Papa pasti merindukanmu selama ini. Apa kau tak pernah berpikir bagaimana perasaan mereka setelah mendapati putranya meninggal dan menantunya kabur membawa cucu mereka pergi?", "Maafkan aku", sahutku pelan. "Kau tak perlu meminta maaf padaku. Minta maaflah pada mereka langsung di Amerika", "Tidak bisakah aku menghubungi mereka saja, Mike?", Mike menggeleng, "Kau harus ikut denganku kembali ke Amerika besok",