bc

If It Ain't From You

book_age18+
1.8K
FOLLOW
8.7K
READ
family
badboy
sensitive
billionairess
drama
sweet
bxg
first love
addiction
like
intro-logo
Blurb

Aku, Davino Oliver Candra, hampir tidak pernah mengingat bagaimana orang tuaku membesarkanku. Hingga akhir hayat mereka, aku hanya tahu mereka sibuk bekerja. Kedua orang tuaku yatim piatu dan aku juga menjadi yatim piatu tanpa saudara diusiaku yang menginjak enam tahun. Entah nasib seperti apa yang aku bawa, hingga aku harus menanggung semuanya karena statusku.

Keluarga Adnan sangat baik karena mau mengadopsiku. Mereka kolega Papa yang ternyata dulu juga pernah mengasuh Papa saat masih remaja karena kedua orang tua Papa juga meninggal saat itu. Aku anggap Papa lebih beruntung karena ditinggalkan saat saat usianya sudah menginjak tujuh belas tahun. Beliau tahu apa yang terjadi. Sedangkan aku? Aku ditinggalkan dalam ketidaktahuan. Bahkan aku tak hafal mereka selain dari foto yang ada.

Waktu berlalu, aku merasakan ada yang aneh. Aku mencintai Berlian. Berlian Hati Adnan, anak dari orang tua angkatku. Memang tidak masalah untuk mencintainya. Kami sah untuk menikah, tapi masa lalu orang tuaku membawaku kedalam takdir yang tidak pernah aku tahu. Takdir pahit yang tidak ingin aku tahu.

Jika cinta ini bukan milikmu, apakah mencintai akan tetap sesakit ini?

Jika masa lalu tidak serumit itu, apakah aku bisa memilikimu?

Dan jika aku tidak terlahir, apa yang terjadi diantara kita?

Aku mencintaimu Berlian Hati Adnan!

chap-preview
Free preview
Satu
*Davino POV* Aku berjalan menyusuri seluruh rumah ini. Rumah yang lebih mirip mansion yang sudah kutinggali lebih dari dua belas tahun. Tidak terasa sudah selama itu aku masuk dalam keluarga kecil ini. Jika tidak ada mereka apakah aku akan tinggal di jalanan? Bagaimana nasibku? Aku selalu menanyakannya dalam hati. Aku terdiam di depan sebuah foto besar terbingkai. Disana ada Papa angkatku yang berdiri dan menggenggam tanganku yang masih berusia delapan tahun. Di gendongannya ada seorang gadis kecil yang cantik mirip dengan Papa angkatku sedang tersenyum lebar di usianya yang menginjak dua tahun. Lalu ada Mama angkatku yang duduk dengan memangku bayi berumur beberapa bulan. Semuanya tersenyum dengan menampilkan deretan gigi rapi kami. Foto ini terlalu sempurna. Apakah aku bisa mempunyai keluarga sempurna seperti ini nanti? Hatiku malah takut bahwa aku akan meninggalkan anakku sendirian di dunia ini. Bukan karena aku tidak bisa menyayangi mereka dengan sepenuh hati. Tetapi, mungkin saja Tuhan memanggilku lebih dulu. Seperti bagaimana orang tuaku meninggalkanku. Aku menghembuskan nafasku kasar. Mataku sudah memanas. Ah! Aku jadi mellow. Tidak masalah kata Mama, aku masih butuh menangis. Tapi tetap saja, rasanya malu. Kurang Laki! “Kak!” suara Samudra mengagetkanku. Tubuh gempalnya sudah menabrakku yang membuatku sedikit terdorong. “Kenapa?” “Kalo kakak ke luar negeri, aku main sama siapa?” dia sudah mencebik. Menggemaskan sekali bayi ini. Aku tidak menyangka dia sudah berumur sepuluh tahun. Waktu cepat sekali berlalu. “Kamu main ke Amerika setiap liburan. Nanti kamu stay yang lama. Biar kita main berdua aja,” ucapku sambil mengusap asal kepalanya yang sengaja dibuat potongan rambut hanya dua centi oleh Mamaku. "Nanti Kak Lian ngambek kalo kita cuma berdua aja, Kak!” “Gak akan! Lihat, mana Kak Lian sekarang? Pasti lagi main ke rumah tetangga ya? Dia nanti pasti lebih seneng main sama temen-temennya daripada kita Sam.” Aku menggerutu kepada Samudera, adik kecilku itu, karena Kakaknya akhir-akhir ini sudah menjadi Gadis ABG yang sibuk. Sam mencebik dan menunduk. “Aku makin kesepian dong, Kak! Aku ikut Kak Dav saja deh!” “Kamu yakin bisa mengikuti pelajarannya? Di sekolahmu sekarang aja kamu udah mengeluh Sam,” ejekku pada adik berpipi tembem ini. Samudra menghembuskan nafasnya kasar dan meninggalkanku sendiri di ruangan itu. aku hanya terkekeh melihat tingkah lakunya. Anak itu jelas ingin meniruku. Katanya aku mandiri dan suka menolong. Tidak pernah merepotkan orang lain. Dia ingin jadi sepertiku, tapi lihatlah tingkahnya. Mana pernah aku ngambek seperti itu, apalagi tingkahnya yang manja sekali. Bahkan sesekali menangis jika tidak di suapi untuk makan. Seperti katanya, aku akan ke luar negeri dan itu pasti hal yang aku rindukan dari suasana rumah ini. Walaupun beberapa berubah karena kami makin bertumbuh. Tetap saja, rumah ini merupakan rumah ternyaman yang pernah ku tinggali. Aku tidak ingat betul bagaimana suasana rumahku sebelum berada di rumah ini. Rasanya sudah lama sekali. Aku hanya mengingat bahwa Mama dan Papa kandungku jarang berada di rumah. Mereka sering sekali pergi hingga berhari-hari dan hanya aku dan Mbak siti kala itu yang menjadi pengasuhku. Oh ya, aku belum berkenalan dengan kalian. Namaku Davino Oliver Candra Adnan. Adnan nama keluarga besar Papa angkatku. Aku suka namanya berada di belakang namaku semenjak mereka mengadopsiku. Aku merasa keren karena menjadi bagian dari mereka. Aku sudah di asuh oleh mereka sejak aku berumur enam tahun. Kemana orang tuaku? Mereka sudah meninggal saat aku berumur enam tahun. Keduanya mengalami kecelakaan mobil di jalan tol saat perjalanan kembali ke Jakarta setelah mengurus bisnis mereka di Surabaya. Nama Papa Kandungku Dave Candra dan Mama Kandungku, Kirana Candra. Aku di urus oleh kolega Papa karena baik Mama dan Papa Kandungku sama-sama anak yatim piatu. Mereka tidak memiliki saudara lagi, sama-sama anak tunggal. Kini, ini juga terjadi padaku. Aku benar-benar tidak ingin meratapinya tapi ini berat sekali. Beruntung sekali kolega dekat Papa mengadopsiku. Namanya Sachdev Gavin Adnan dan Istrinya, Embun Bening Zerlinda. Aku masih ingat pertemuan pertamaku dengan mereka. Entah untuk urusan apa Mama Rana menemui Papa Gavin dan Mama Embun. Saat itu entah kenapa aku senang sekali menemui mereka. Bahkan saat tahu bahwa Mama Embun mengandung, aku ikut bahagia. Mungkin karena saat itu aku ingin punya adik dan Mama bilang tidak bisa memberikannya. Sepertinya Mama sakit, tapi sampai saat ini aku tidak tahu sakit apa yang diderita Mama sehingga dia meninggalkanku benar-benar dengan kondisi sebatang kara. Setelah pertemuan itu, aku beberapa kali bertemu dengan Mama Embun. Aku bahkan menginap di rumah ini beberapa kali sebelum mereka mengadopsiku karena kecelakaan itu. Aku rasanya tidak bisa jauh dari Lian sejak dia ada di perut Mama Embun. Aku selalu berusaha memeluk perut Mama Embun dan mengecupi perut Mama saat Lian masih ada di perut Mama Embun. Betul sekali, Lian! Berlian Hati Adnan. Anak perempuan keluarga Gavin Adnan. Kupikir aku tidak pernah jauh darinya. Walaupun sekarang dia banyak main dengan teman-teman perempuannya, tapi aku selalu melihatnya setiap hari. Apa aku bisa meninggalkannya? Aku sudah rindu padahal belum berangkat pergi keluar negeri. Aku sebenarnya tidak ingin pergi ke Amerika. Tetapi Papa Gavin minta maaf karena sudah mengembangkan perusahaan peninggalan Almarhum Papaku menjadi sangat besar dan membuatku mengurusnya di usiaku yang masih delapan belas tahun. Mau tidak mau aku harus mengurusnya karena menurut Papa Gavin aku sudah cukup dewasa untuk mengelola kembali perusahaan Papa. Lagipula semua ini akan menjadi milikku. Jangan tanya, di warisi kekayaan ini bagaimana rasanya? Senang, tentu saja. aku bisa membeli apapun dengan uangku sendiri. Menurut Mama dan Papa yang mengurusku. Mereka tidak sepeserpun mengeluarkan uang untukku karena uang milikku sangat cukup untuk membiayaiku dan beberapa keturunan kedepan jika aku menikah. Setidaknya begitulah kata Mama yang mengelola segala keuanganku. Di sisi lain, tentu saja bukan warisan ini yang kuinginkan. Aku ingin keluargaku. Aku tidak ingin menukar mereka dengan segala kekayaan ini. Memikirkan itu sekali lagi aku merasa beruntung berada di tengah-tengah keluarga Papa dan Mama angkatku. Setidaknya ku syukuri karena mereka tidak culas, tamak dan jahat. Mereka mengadopsiku karena mereka sepertinya benar-benar tidak tega membiarkanku sendirian. Tidak secuilpun harta menjadi alasan mereka. Ya, mungkin karena mereka cukup kaya. Papa Gavin adalah pewaris perusahaan konsultan yang saat ini merambah yayasan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan Mama Embun adalah pewaris butik terkenal yang rancangannya banyak dijual di luar negeri. Bahkan kabarnya Mama adalah pemegang saham terbesar di sebuah perusahaan pelayaran untuk ekspedisi barang yang diwarisi dari Kakek Mama. Bisa dipastikan semua ini akan turun pada Lian dan Sam. Ah, semakin tua aku jadi semakin sadar tanggung jawab. Uang-uang ini sangat berharga karena banyak nyawa menggantungkan diri padaku. Tentunya pada Lian dan Sam juga, yang nantinya akan mewarisi seluruh kekayaan Papa Gavin dan Mama Embun. Aku jadi menggelengkan kepalaku. Berat sekali! Pikirku. “Kak!” Aku terkesiap sebuah tangan melingkar di perutku dan seorang gadis kecil cantik memelukku, membenamkan mukanya di dadaku. Aneh, jantungku berdetak dengan cepat. “Kenapa kak? Kaget ya? Maaf ya, Kak!” ucapnya sambil mendongakkan kepalanya menatapku yang memang sudah jauh lebih tinggi darinya. Oh ya, mungkin aku hanya terkejut karena tiba-tiba dia memelukku. Sebentar, apa dia bisa mendengar suara detak jantungku. Ku atur nafasku dan membalas pelukannya. “Kakak sekolah disini aja sih. Kenapa harus ke Amerika?! Aku mau ikut Kakak!” “Nanti kamu kuliah disana ya? Temenin Kakak disana. Sekarang kamu harus selesein dulu sekolah kamu disini. Kamu kan baru aja masuk SMP. Kamu juga katanya senang sama Tania sama Laurel. Yakin mau sekolah disana dan gak kenal siapa-siapa?” Kudengar isakannya. Dasar manja, bagaimana aku meninggalkanmu Lian. Aku memeluknya erat. Hal terberat adalah meninggalkan gadis kecilku ini. Rajukannya mungkin sanggup membuatku bolak balik Chicago – Jakarta berkali-kali demi dia. Tapi semoga tidak terjadi. Itu pasti sangat melelahkan. -***-

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook