bc

Mrs. Perfect

book_age16+
288
FOLLOW
1.2K
READ
second chance
badboy
independent
drama
comedy
sweet
realistic earth
tricky
office lady
sacrifice
like
intro-logo
Blurb

Mulanya kehadiran Omar mampu merubah segala perspektif Alana mengenai kehidupan dan bagaimana menghadapi dunia yang sudah tidak lucu lagi dengan penuh tawa, namun perubahan sikap Omar membuat Alana menjadi depresi dan semakin menutup diri.

Di sisi lain, hubungan mereka juga terhalang restu ibu Alana yang ingin menjodohkan Alana dengan teman sekolahnya. Ibu Alana melakukan segala cara untuk menyingkirkan Omar sejauh mungkin dari kehidupan anak semata wayangnya.

Bagaimana dengan perasaan Alana? Sebenarnya apa yang ada di benak Omar? Hilangkan rasa cinta Omar yang mulanya menggebu-gebu itu?

chap-preview
Free preview
Mrs. Perfect
Berdiri di depan cermin, seorang wanita cantik bertubuh kurus, tinggi, dengan uraian rambut lurusnya yang terawat sangat harum dan lembut. Sesekali ia berputar memastikan penampilannya sudah sesempurna rencana yang akan ia jalankan hari ini. Blazer putih dengan syal abu-abu dipadu dengan rok span polka abu-abu putih pendek yang memperlihatkan kaki jenjangnya dipadu dengan sepatu dengan hak 7 cm senada warnanya dengan tas yang ia kenakan hari ini. Tidak lupa ia menyingkap penutup jendela hingga memperlihatkan kaktus besar yang sudah melampaui tinggi badannya, di balkon kamarnya terdapat aneka macam tanaman hias yang sangat terawat dan menjadikan rumah 2 lantai itu tampak sejuk dan asri. Di sudut meja riasnya, ia menatap jam tangan rolex hadiah ulang tahun dari teman SMAnya sudah menunjukkan pukul 7.30 yang tidak pernah ia kenakan. Saatnya ia turun untuk sarapan, ia sangat menghargai waktu, baginya menunda pekerjaan merupakan hal paling sia-sia yang harus dihindari di perjalanan karirnya. Begitupun dengan hal-hal kecil seperti sarapan maupun mandi pagi, ia selalu memakai waktu start yang sama di tiap harinya. Ialah Alana. Alana Moeloek. Gadis pecinta kesempurnaan yang selalu merasa terganggu dengan hal-hal yang tidak sesuai tempat dan kepantasan wajarnya. Di lantai bawah, seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek yang selalu tampak rapi, lipstik merah menyala, dan pakaian yang selalu serasi dengan cat kuku maupun jenis dan warna sepatu, kalung rantai emas melekat dengan leher jenjang yang menunjang kepala tegaknya yang seakan tak mengenal ketakutan. “Pagi, Ma,” sapa Alana pada sang Mama yang sudah menunggunya di ruang makan. “Pagi, sayang. Hari ini Anna jadi fitting baju di butik, Al?” tanya seorang wanita paruh baya tanpa menolehkan wajah datarnya. “Jadi, Ma,” jawab Alana singkat. “Anna sudah menikah, kamu ka….” belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja Alana langsung menimpal. “Ma... Aku mau fokus dengan karirku dulu, ya. 6 bulan lagi pagelaran fashion pertamaku dimulai, aku harus fokus. Aku tidak mau perkara cinta menghambat karir yang sudah aku rintis dari 0 ini, Ma. Please, ngertiin aku ya,” rayu Alana dengan tatap penuh harap. “Kau tidak perlu bekerja sekeras itu untuk hidup layak, Nicholas sanggup mencukupi semua kebutuhanmu!” “Kebutuhanku atau keinginan Mama?” tanya Alana dengan ketus dan menampilkan raut kesal. “Alana!!” bentak wanita paruh baya itu dengan sorot mata yang tajam penuh ketidaksukaan. “Ma, please... Alana sedang tidak ingin berdebat,” mohon Alana sekali lagi agar perdebatan itu tak berlangsung sengit, sementara kini waktu masih pagi. Mama Shinta pun segera menyaut tas hermes putihnya dan berlalu pergi menuju garasi mobilnya. “Mama tunggu di mobil!” ucapnya tanpa berbasa-basi dan terus melangkah meninggalkan ruang makan. “Iya, Ma.” Gadis itu menjawab sekenanya sambil menghabiskan sandwich telur buatan mbak Loli yang menjadi favoritnya sejak kecil. Mbak Loli adalah ibu kedua dari Alana, sudah 25 tahun bekerja di rumah Alana semenjak gadis anggun itu berusia 3 tahun. “Al berangkat dulu ya mbak Loly, nanti Al pulang malem,” pamit Alana sambil mencium tangan mbak Loly. “Hati-hati ya, neng,” pinta mbak Loly yang selalu mengingatkan gadis itu setiap hendak bepergian. “Oh iya mbak, episode 2 Hometown cha cha cha sudah tayang loh, aku nonton duluan semalam,” seru Alana sebelum berlalu pergi. “Kok saya ditinggal sih, neng? Jahat deh!” protes mbak Loly dengan mengerucutkan bibirnya. “Haha maaf mbak, semalam gak bisa tidur, mau bangunin mbak, Al males turun ke bawah. Udah ah, Al pergi dulu ya, udah ditunggu Mama soalnya di mobil." Alana memang sedekat itu dengan asisten rumah tangganya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama sekedar untuk menonton drama korea. Mbak Loly lah yang bisa membuat suasana hati Alana menjadi ceria karena celetukan-celetukan polosnya yang selalu membuat Alana tertawa. “Yuk, Ma!” ajak Alana dengan raut ceria, sisa senyum hasil obrolan dengan mbak Loly, asisten rumah tangganya. *** Suasana riuh ramai kota dengan kepadatan mobil yang membujur lurus di lampu merah membentuk barisan semut yang mengantri secuil sisa makanan yang jatuh dan diabaikan manusia. Seseorang pikir manusia-manusia yang ada di dalam mobil ini tak lebih dari kawanan semut yang juga menanti secuil kebahagiaan. Seorang anak kecil dengan kaos berwarna dasar putih yang sudah tidak putih lagi dengan sepasang sandal jepit yang warna talinya sudah tidak sama lagi, dengan wajah penuh harap mengetuk kaca jendela mobil. “Koran, kak?” tawarnya dengan bercucuran peluh. “Oke, berapa dik?” tanya Alana seraya tersenyum manis. “2500, kak. Minumannya sekalian kak?” si bocah itu menyodorkan botol minuman isotonik berwarna biru tua yang langsung diterima oleh Alana. “Jadi berapa?” “7500, kak,” jawabnya sembari mengusap peluh yang membasahi dahinya. Alana mengeluarkan uang 50.000, bersamaan kedipan terakhir lampu merah yang berubah menjadi hijau. Alana pun langsung menutup kaca dan menancap gas mobilnya. “Kembaliannya ambil saja, dik.” “Terima kasih, kak.” Dari kaca spion mobil terlihat raut wajah bahagia sang bocah menerima rezeki yang sangat banyak di awal harinya. Sambil memegang botol minuman yang dibeli Alana, mama Shinta berucap. “Kasihan, anak malang,” ucap mama Shinta dengan wajah miris “Menurutmu, mengapa dia hidup di jalanan, Al?" tanya Mama Sinta seraya membolak-balikan botol minum dan meletakkannya kembali tanpa minat. “Setiap orang terlahir dengan takdir masing-masing, Ma. Mungkin dia yatim piatu? Atau memang dari orang tua yang tidak berkecukupan secara materi?” jawab Alana menurut yang ada di pikirannya. “Itulah, Al. Kenapa Mama selalu mengingatkanmu untuk mencari laki-laki yang jelas bibit-bebet-bobotnya, Mama tidak mau cucu Mama bernasib malang seperti bocah pedagang asongan tadi.” Obrolan ini seperti sebuah template bagi Alana, ia sudah tidak berminat lagi untuk mendebat mamanya lebih jauh, karena akan membuat percakapan semakin rumit dan kompleks. “Iya, Ma,” jawab Alana sekedarnya karena tak ingin memperpanjang perkara. *** Alana memarkir mobilnya di depan bangunan modern serba putih yang dihiasi ornamen tradisional khas Jawa. Tidak ada bel di pintu masuknya, melainkan gantungan angklung yang mengeluarkan suara indah ketika digoyangkan. Alana membuka tas dior yang lagi-lagi adalah hadiah ulang tahun dari teman sekolahnya. Beberapa barang branded milik Alana dan mamanya merupakan pemberian dari satu orang yang sama. Terdengar intro lagu soundtrack full house yang berjudul Why milik Oon Myung berasal dari tas Alana. Dengan sigap Alana langsung mengangkat panggilan video dari sahabatnya, Anna. “Alana… Gue dah mau otw nih, lu udah sampe belum? Mama bikin puding lumut kesukaan lo, gue bawain ya. Lo udah di butik kan? Oh iya hari ini Sam agak telat, ada kerjaan mendadak dari bosnya tapi nanti dia nyusul kok!" “Ann,” protes Alana yang merasa bingung dengan pertanyaan beruntun dari sahabatnya. “Apaan?” sahut Anna “Jangan lupa napas, gue jawab yang mana dulu nih?” Alana mengingatkan Anna yang selalu berbicara banyak dan cepat, sampai Alana bingung mau memulai jawaban dari mana. “Al… lu tau gak? Hometown cha cha cha sudah tayang semalam, kayaknya kepala Hong udah mulai deketin Yoon Hye Jin,” lanjut Anna sebelum Alana sempat menghembuskan napasnya. “Tau kok!” jawab Alana singkat dengan hembusan napas dan rasa bodo amat. “Buruan otw, ngomel mulu lo ini gak jalan-jalan!” gerutu Alana dengan memutar jengah bola matanya. “Oke, oke ini gue otw beneran!” sambil mengirim pap foto dia berada di dalam mobil. Alana selalu meminta bukti pap karena sedikit trauma dengan kata otw dari Anna yang ternyata maksudnya baru mau otw ke kamar mandi. *** Kini Alana sedang menyiapkan kebaya putih modern dengan tambahan tile panjang yang menjuntai 5 meter, dengan setelan tuxedo serba putih untuk Sam. “Anna akan cantik sekali memakai gaun ini, Al sayang… Beruntungnya dia memiliki suami seperti Sam.” Mama Shinta kembali memancing perdebatan dengan Alana yang tengah fokus bekerja. “Ma,” protes Alana mengingatkan agar tidak berlanjut. Tak lama setelah itu terdengar suara seseorang yang terdengar tidak asing di telinga Alana dan Shinta. "Assalamualaikum, Alana. I’m coming." Suara siapa itu lagu kalau bukan suara Anna yang nyaring. "Halo, Tante Shinta yang selalu cetar membahana sedunia," sapa Anna pada mama sahabatnya, lalu memeluknya sekilas dan begitu erat. Tak lupa Anna juga mendaratkan kecupan di tangan Mama Shinta. “Tante, ini Anna bawakan puding lumut lho," ucapnya sembari menyodorkan paper bag yang berisi puding. “Buatan kamu, An?” tanya Mama Shinta dengan antusias. “Mana mungkin!” sahut Alana dengan sinis. “Tante kira yang mau nikah sudah pandai memasak.” Mama Shinta menyaut kembali sembari tertawa kecil. “Anna memang belum bisa masak, tan. Tapi minimal Ann bisa pesan gofood, tan,” Mendengar jawaban Anna membuat Alana melirik malas tanpa berkomentar apapun. “Nih cobain, my special design for my verry-verry special bride to be.” Alana menyerahkan gaun kebayanya untuk dipakai Anna. “PERFECT! FIT! Apa pun buatanmu selalu sempurna, Al,” puji Anna sambil berputar-putar di depan stand mirror yang ada di seluruh penjuru ruang ganti. “Tak salah aku menamai kontakmu dengan Mrs. Perfect, Al.” Alana memang tidak pernah setengah-setengah dalam melakukan pekerjaan. Dalam hal ini selain desain, dia yang turun tangan sendiri dalam pemilihan kain dan proses pembuatannya. Demi sahabat yang sudah bersamanya sejak duduk di sekolah dasar. “Bokis lo!” sahut Alana sembari menepuk lengan sahabatnya. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook