bc

Big Boss Mistress

book_age18+
2.4K
FOLLOW
11.9K
READ
love after marriage
age gap
goodgirl
brave
drama
hostages
like
intro-logo
Blurb

Karena sakit hati dengan pacarnya. Flavia, 18 tahun. Harus berpura-pura pacaran dengan pria yang usianya 14 tahun di atasnya. Siapa sangka kalau ternyata pacar pura-pura Flavia adalah paman pacarnya sendiri.

Fedric tidak membiarkan Flavia pergi begitu saja. Dia justru ingin Flavia menjadi istrinya agar semua orang tidak terus meledeknya sebagai pria tua tanpa keturunan.

Hidup Flavia mulai berubah sejak kejadian itu. Keadaan memaksanya menjadi wanita dewasa.

Di sisi lain, Roberto juga tidak tinggal diam. Ia terus mencari cara agar Flavia bisa kembali dengannya. Tidak peduli walau saat ini ia harus menentang pamannya sendiri.

Bersamaan dengan itu, mantan istri Fedric kembali muncul. Hidup Flavia semakin menderita sejak ia harus tinggal satu atap dengan wanita yang berstatus mantan istri Fedric. Di tambah lagi, Fedric tidak percaya dengan semua perkataan Flavia sejak Rosa ada di rumah itu.

Akankah Roberto dan Flavia kembali bersatu? Atau Flavia akan lebih memilih Fedric walau jelas-jelas usia mereka terpaut sangat jauh dan pria itu sudah pernah menikah?

chap-preview
Free preview
Prolog
“Aku harus pergi!” Tiba-tiba saja suasana yang tadinya dipenuhi canda tawa kini berubah menjadi suasana sunyi yang menegangkan. Seorang wanita mengambil sebuah koper di atas lemari dan meletakkannya di lantai. Ia memilih beberapa potong baju dan meletakkannya di dalam koper berwarna hitam tersebut. Flavia yang baru saja lulus SMA kini mulai memikirkan masa depannya. Ia tidak mau bergantung hidup dengan pacarnya yang bernama Alberto Alexander. "Tapi, Kenapa harus pergi?” Alberto yang tadinya berbaring di ranjang kini mengganti posisinya. Ia duduk di tepian ranjang sambil memandang kekasihnya yang sedang sibuk merapikan pakaian di dalam koper. “Aku ingin hidup mandiri,” jawabnya tanpa memandang. “Kau mau tinggal di mana setelah ini, Via sayang ….” “Di mana saja,” jawabnya cepat. “Aku harus bisa mendapatkan pekerjaan sebelum memilih tempat tinggal.” Flavia mendorong kopernya ketika barang-barangnya sudah tersimpan rapi di dalam sana. “Apartemen Lotus adalah tempat tinggal terbaik yang ada di negara ini. Ini adalah rumahmu, karena aku sudah membelinya atas namamu, Via.” Alberto masih tidak mau menyerah. Ia terus membujuk kekasihnya agar mau melupakan keinginannya untuk pindah. Sebenarnya ia ingin marah ketika pacarnya memutuskan untuk meninggalkan apartemen tersebut. Lokasi apartemen itu sangat strategis. Dekat dengan perusahaan miliknya dan juga letak kamar mereka bersebelahan. Tadinya menurut Alberto setelah kekasihnya tamat sekolah, mereka akan sering menghabiskan waktu berduaan. Tidak di sangka kalau setelah tamat sekolah justru Flavia memutuskan untuk pergi dan bekerja. "Tidak! Aku harus pergi! Alberto, apa kau lupa? Kau juga pergi dari rumah orang tuamu. Aku ingin menjadi orang sukses seperti dirimu, Alberto." "Aku tetap tidak setuju, Via. Apa lagi ini terlalu mendadak. Besok aku harus pergi ke luar kota." "Kau bisa pergi. Aku bisa pindah sendiri," sahut Flavia tanpa peduli dengan apa yang dirasakan kekasihnya saat ini. "Tidak! Sekali tidak tetap tidak! Aku pria. Aku keluar dari rumah karena aku ingin sukses. Aku ingin membuat istriku hidup dengan layak. Sedangkan kau? Kau hanya seorang wanita. Wanita tidak perlu bekerja. Hanya perlu menunggu suaminya pulang dan menyambutnya dengan senyuman," bujuk Alberto lagi. Dia berharap besar kalau kali ini Flavia mau mendengarkan permohonannya. Pria campuran Spanyol dan Arab itu terlihat menolak kekasihnya pergi. Sudah hampir lima tahun mereka pacaran. Alberto kenal Flavia sejak wanita itu berusia 13 tahun. Dari yang dia panggil adik, kini ia panggil dengan sebutan baby atau sweety. Alberto sendiri tidak percaya kalau dia bisa pacaran dengan wanita yang usianya lima tahun di bawahnya. "Tidak! Aku ingin memiliki pekerjaan. Aku ingin hidup mandiri. Aku sudah punya ini." Flavia memamerkan ijazah SMA nya yang bisa di bilang belum menimbulkan manfaat apapun untuk hidupnya saat ini. “Dengan ijazah ini aku bisa melamar di beberapa cafe yang ada di kota ini,” ucapnya mantap. Alberto berdiri dan memegang tangan Flavia. “Bagaimana kalau kerjanya di perusahaanku saja? Dengan begitu kita bisa bertemu setiap hari,” bujuk Alberto dengan senyuman manis. Biasanya pacar kecilnya itu akan menurut setelah ia merayunya dengan kelembutan. “Aku ingin mandiri. Jika bekerja di perusahaanmu, itu sama saja tidak mandiri.” "Ayolah. Jangan seperti ini. Bagaimana kalau nanti aku merindukanmu? Bagaimana kalau aku ingin menemuimu. Di sini saja. Ini sudah cukup baik. Apartemen kita bersebelahan. Kapan saja aku rindu aku bisa menemuimu,” bujuknya tanpa kenal putus asa. Flavia menggeleng pelan. "Maaf. Tapi aku sudah memutuskan ini sejak lama. Bahkan sejak aku duduk di bangku dua SMA.” "Kau sudah memutuskannya sejak lama? Kenapa? Apa aku sangat buruk? Apa aku kurang perhatian? Apa aku-" Flavia menutup mulut Alberto dengan tangan. "Kau sempurna. Sangat sempurna. Karena kau sempurna, aku merasa tidak pantas ada di sini." Flavia menepuk d**a bidang milik Alberto. Terlihat jelas kulit cokelat pria itu di balik kemeja putihnya yang tipis. "Bullshit!" Alberto memalingkan wajahnya sejenak sebelum menatap wanitanya dengan tatapan marah. Ia tidak suka Flavia mengatakan hal seperti itu. Baginya memutuskan pergi, sama saja dengan putus. "Apa sudah ada pria lain di hatimu? Apa kau sudah jatuh cinta pada pria lain?" Alberto berjalan pelan mendekati Flavia. Otomatis wanita itu melangkah mundur dengan wajah gugup. Ini pertama kalinya ia melihat kekasihnya marah. Bahkan wajahnya memerah dan rahangnya mengeras. “Siapa namanya! Apa pekerjaannya!” bentaknya tanpa peduli kalau kini kekasihnya menunduk ketakutan. "Tidak. Tidak seperti itu. Tidak ada pria lain di hatiku. Kau pasti tahu kalau hanya kau satu-satunya pria yang dekat denganku selama ini. Aku hanya ingin bekerja. Memiliki tempat tinggal hasil kerja kerasku. Itu saja. Percaya padaku," ucap Flavia lirih. Ia memberanikan diri mengangkat wajahnya untuk melihat pacar tercinta. “Aku hanya milikmu, Alberto.” "Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Silahkan." Alberto mengulurkan tangannya. Ia memberi jalan kepada Flavia untuk pergi dari sana. Tidak peduli jam sudah menunjukkan delapan malam. Bahkan di luar juga turun hujan. "Sekarang?" tanya Flavia ragu. "Lalu kapan? Kau membereskan barang-barang ini sekarang. Itu berarti kau akan pergi sekarang bukan?" Alberto benar-benar menantang. Ia berpikir dengan perkataannya Flavia akan merasa bersalah dan mengurungkan niatnya untuk pergi. "Baiklah," ucap Flavia dengan wajah polosnya. Ia berjalan ke arah koper yang sudah tertata rapi. Dengan senang hati wanita itu melangkahkan kakinya untuk pergi. Alberto mematung ketika melihat kekasihnya tidak juga berubah pikiran. Pria itu berlari untuk mengejar Flavia. "Baby, No. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon.” Rayuan bercampur tangisan palsu harus ia lakukan. Walau terkesan menurunkan harga diri, Alberto tidak keberatan jika hal itu bisa menahan pacar kecilnya agar tetap tinggal. Ia melingkarkan kedua tangannya di perut rata Flavia dan menguncinya dengan erat. Tidak memberikan kesempatan kepada Flavia untuk pergi. Flavia menghela napas panjang. Ia memandang ke depan yang kebetulan ada pantulan cermin. Bibirnya tersenyum manis. Ia bisa melihat dengan jelas ketika Alberto membenamkan kepalanya di rambut cokelat miliknya. "Apa kau mencintaiku?" "Sangat." "Kau harus percaya padaku. Kita akan tetap bersama jika saling setia dan saling percaya." Flavia mengusap tangan Alberto yang dipenuhi bulu. Ia menyandarkan tubuhnya di tubuh sang kekasih. Sangat nyaman memang. Mungkin besok ketika ia pergi, ia tidak bisa merasakan kehangatan itu lagi setiap kali menginginkannya. "Jika kau lapar aku tidak tahu. Jika kau sakit aku tidak tahu. Jika kau-" "Aku pindah dan mencari pekerjaan di kota ini. Di kota yang sama denganmu. Setiap malam kita bisa bertemu. Mungkin kalau siang tidak bisa bertemu lagi. Aku juga harus bekerja cari uang. Tapi saat malam tiba, aku janji akan meluangkan waktu untuk bertemu denganmu.” Alberto menghirup aroma tubuh kekasihnya dengan sepenuh hati. Walau berat ia harus rela melepaskannya. "Baiklah. Asal kau bahagia. Berjanjilah untuk selalu jaga kesehatan. Aku tidak mau kau sakit. Apa lagi sampai menderita. Setelah mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal, kabari aku segera.” “Terima kasih Alberto sayang,” sahut Flavia dengan senyum bahagia. Alberto melepas pelukannya. Ia memegang pundak Flavia dan memutar tubuh wanita itu agar ada di hadapannya. "Kau hanya milikku Flavia. Kau harus tahu itu. Tidak ada pria lain yang boleh menyentuhmu selain diriku. Jaga dirimu seperti aku menjaga dirimu selama ini." Flavia mengangguk pelan. "Aku janji akan menjaga diriku dengan baik." "Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu …." "Aku juga mencintaimu. Apa aku boleh pergi besok pagi? Di luar hujan,” tanya Flavia dengan dahi mengernyit. Alberto terkekeh geli. Ia menarik tubuh mungil kekasihnya sebelum memeluknya dengan erat. "Kau boleh pergi kapanpun kau mau. Kau juga boleh kembali kapanpun kau ingin. Tapi, besok pagi aku harus ke luar kota. Aku tidak bisa mengantarmu ke tempat yang baru." Alberto mengusap punggung kekasihnya dengan lembut. "Baiklah. Setelah mendapatkan tempat yang baru dan pekerjaan, aku akan segera mengabarimu. Jangan khawatir. Kita hanya berpisah sementara waktu. Setelah itu kita akan terbiasa." Alberto tersenyum. Ia memejamkan matanya. “Entah kenapa aku merasa kalau ini akan menjadi awal dari hari yang buruk. Aku belum siap jauh darimu, Flavia,” gumam Alberto di dalam hati,

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook