bc

Suami kedua

book_age18+
4.3K
FOLLOW
50.3K
READ
sex
family
pregnant
drama
bxg
betrayal
coming of age
football
affair
cuckold
like
intro-logo
Blurb

"Penyesalan selalu datang belakangan," itu sebuah ungkapan yang biasa didengar oleh Rani, dan ungkapan itu kini dialami oleh dirinya ssndiri, ia menyesali pernikahannya bersama dengan Rendi, setelah ia mengetahui kelakuan b***t Rendi yang sebenarnya.

Begitu pula dengan Rendi, ia juga menyesali perbuatannya yang sudah menyia-nyiakan Rani sehingga membuat Rani dan anaknya menderita, setelah bercerai dengan Rani, ia baru menyadari betapa ia merasa kehilangan dan merasa kehampaan, semula ia mengira bercerai dengan Rani hidupnya akan bebas, seperti ia masih bujangan, tetapi ternyata Rendi mendapatkan karmanya, dan baru menyadari ternyata ia mencintai Rani.

"Aku akan menjadikan kamu wanita pertama dan terakhir yang akan mendampingi aku di sisa-sisa hidupku, dan akan menjadi ibu untuk anak-anak kita kelak, walaupun aku laki-laki yang kedua untukmu, dan kupastikan akulah yang akan menjadi pelabuhan terakhir untukmu dan aku tidak pernah menyesali, jika takdirku adalah dirimu." (Bagaskara Sanjaya).

chap-preview
Free preview
Bab 1. Penasaran
# Sejauh apapun kau menghindar dan menolak, jikalau itu sudah takdirmu pasti suatu saat kalian akan bertemu jua. # Tring! Satu pesan masuk di ponsel milik Rani, Rani merogoh saku celana jeans panjangnya, dan mengambil ponsel yang ada di saku celana tersebut. Sekilas dia melihat layar ponsel, ada satu pesan yang masuk, dengan mengernyitkan dahi dan dengan wajah bingung Rani bergumam. "Nomor siapa lagi yang masuk?" Sebab Rani tidak mengenali nomor baru itu, karena tidak ada nama si pengirim pesan dan nomor tersebut tidak tersimpan di ponsel milik gadis itu. Dengan terpaksa Rani pun membuka pesan itu. 0813xxx : Assalamualaikum Rani : Wa'alaikum salam Rani membalas pesan singkat itu, padahal dia enggan untuk membalas pesan dari seseorang yang tidak dikenalnya. Rani mengira nomor yang baru masuk itu adalah nomor milik salah satu pengunjung yang pernah membeli perlengkapan alat-alat olahraga. Mereka secara terang-terangan meminta nomor ponsel milik Rani dengan alasan, agar mereka bisa komplain dengan barang yang mereka beli, apabila barang itu cacat atau rusak. Padahal di nota pembelian sudah ada tertera nomor telepon toko. Harusnya mereka secara langsung menghubungi nomor tersebut, tetapi bagaimanapun juga pembeli adalah raja dan keinginan mereka harus dituruti, dan dengan terpaksa Rani pun memberi nomor ponsel miliknya. Namun ternyata para pembeli itu bukannya komplain masalah barang yang rusak, mereka malah merayu dan menggoda Rani, karena para pembeli itu kebanyakan kaum pria. Bukan saja menggoda, tetapi ada juga yang secara terang-terangan mengajak Rani berkencan, karena alasan itulah Rani enggan membalas pesan atau panggilan dari nomor baru yang masuk di ponselnya. Berbeda dengan pesan yang sekarang, karena orang itu mengucapkan salam, maka Rani pun membalas salam dari pesan tersebut, karena bagi Rani membalas ucapan salam wajib hukumnya bagi umat Muslim, baik salam itu diucapkan secara langsung atau melalui pesan. Rani mengira hanya sebatas salam saja, ternyata nada pesan, masuk lagi di ponselnya dan ternyata dari nomor yang sama. 0813 : Apakah benar ini nomor ponsel Maharani Saraswati. Merasa nama lengkapnya disebut, Rani pun merasa bingung dan penasaran dengan siapa sebenarnya si pengirim pesan ini. "Kok orang ini tahu ya nama lengkap aku," gumam Rani. Sebab, selama ini orang yang berkenalan dengan Rani hanya tahu nama pendeknya saja, tanpa ia menyebutkan nama lengkap. Karena rasa penasaran, Rani pun ingin membalas pesan itu. Baru saja ingin mengetik balasan, tetiba saja ada seorang pria membuka pintu toko yang berbahan kaca. Mendengar suara pintu didorong, Rani pun menoleh dan menatap siapa si pengunjung toko? Rani sempat terpana dengan sosok itu karena memiliki wajah tampan dan postur tubuh yang atletis. Sosok itu terlihat dewasa, apalagi tampilannya sangat modis menggunakan atasan bermodel pocket tee dengan aksen kantong di bagian d**a kiri dan menggunakan celana denim. Suara dering ponsel milik Rani terdengar lagi dan membuyarkan kekagumam Rani dengan pria tersebut, si pria merasa diperhatikan terkekeh pelan. "Maaf, ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya Rani sambil menetralkan detak jantungnya. Si pria hanya tersenyum melihat tingkah Rani yang terlihat lucu di matanya. Cantik dan menggemaskan. Kring! Kring! Nada panggilan di ponsel milik Rani berdering lagi, tetapi Rani mengabaikan panggilan itu. Tring! Nada pesan berbunyi setelah beberapa detik nada panggilan mati, Rani pun melirik kembali layar ponselnya dan ternyata dari nomor yang sama. "Ehem," si pria tadi berdehem dengan maksud menegur Rani, karena gadis itu tidak fokus melayani seorang pembeli. Apalagi Rani seakan abai dan tidak mendengar pria itu menanyakan ukuran sepatu yang terpampang di etalase. Kring! Kring! Kring! Nada panggilan di ponsel Rani berdering lagi, karena merasa diabaikan oleh Rani, si pria berucap. "Sebenarnya karyawan di sini pelayanannya memang seperti ini ya, mbak!" sindir si pria dengan nada kesal. "Ada pembeli bertanya tapi diabaikan, kalau, Mbak mau angkat itu telepon, silakan! Saya akan menunggu sampai, Mbak selesai bicara ditelepon, atau saya pindah ke toko lain saja." Si pembeli tampak kesal dan kecewa karena diabaikan sambil melangkah ke arah pintu dan keluar. Mendengar suara pintu dibuka, Rani pun kaget dan bergegas mengejar si pria tadi. "Eh, tunggu, Mas!" Rani menyusul pria itu keluar. "Maafkan, saya, karena sudah mengabaikan, Anda. Apa, Mas nggak jadi, ya, beli sepatunya? Apa model sepatunya tidak cocok atau nomornya nggak ada yang pas di kaki, Anda." Pria itu hanya menghembuskan napas sambil memijat pangkal hidungnya. "Bukannya nggak ada yang cocok, cuma ...," "Kenapa, Mas?" Rani penasaran. "Kamunya terlalu asyik memandang layar ponsel terus dan saat aku bertanya, kamu tidak mendengar." "Seharusnya, kalau bekerja itu harus fokus, Mbak. Biar si pembeli nggak kecewa karena merasa terabaikan." "Maaf, Mas," ucap Rani dengan wajah menyesal dan sedih. "Kalau begitu, Mas, masuk lagi ya. Nanti saya pilihkan sepatu yang modelnya bagus dan cocok buat kamu." Rani menarik tangan pria itu seakan memaksa orang tersebut harus membeli barang yang dijual. Rani pun memohon dan sedikit memaksa, "mau, ya, Mas?" Kan lumayan kalau laku satu pasang sepatu, aku dapat bonus, lumayan untuk tambahan liburan tahun baru nanti. Dengan sengaja Rani menampilkan senyuman termanisnya ke si pembeli ini. "Hah," si pembeli menghela napas berat, dan pasrah ketika tangannya di tuntun Rani menuju ke dalam toko lagi. Karena pria itu tidak tega melihat wajah nelangsa si gadis. Padahal, wajah gadis itu membuat si pria gemes. "Bisa tidak tangan saya dilepas, saya kesusahan berjalan karena kamu tarik," ucap pria itu. "Oh, maaf." Rani pun melepas tangannya yang memegang pergelangan tangan pria itu. "Saya akan masuk kedalam, tapi tolong jangan diabikan," pinta pria itu. "Oke, Mas." Rani mengangguk dan menampilkan senyumannya kembali, kemudian berjalan mendahului si pria. "Silahkan masuk, mas!" dengan membuka pintu toko dan mempersilahkan masuk si pria, si pria pun masuk sambil menyunggingkan senyumannya. Lucu juga ni cewek. "Sepatu yang inikan yang Mas mau?" tanya Rani sambil mengambil sepatu Sneaker yang ada di rak sepatu, tetapi terhenti karena pergelangan tangannya dicekal oleh si pria. Rani kaget dan menoleh ke arah si pria, "eh, ada yang salah, Mas?" Sambil berusaha melepaskan cekalan tangannya dari tangan si pria. "Hah, benarkan tadi kamunya nggak fokus." Melepaskan pergelangan tangan Rani karena melihat gadis itu meringis. "Aku tadi sudah bertanya ke kamu, model yang seperti ini," menunjuk sepatu. "Ada nggak yang ukuran 40 dengan warna yang sama yaitu putih." "Oh, sekali lagi maaf, ya, Mas," ucap Rani sambil nyengir menampilkan giginya yang rapi dan putih. "Tunggu sebentar saya cari ke belakang dulu, siapa tahu ada, tapi Mas, mohon tunggu sebentar ya, dan jangan macam-macam." Mendengar nada seperti orang yang curiga si pria melotot "maksudnya macam-macam seperti apa? Kamu pikir saya pencuri hah?!" Rani kembali nyengir, kemudian berucap, "nggak gitu, mas. Cuma jaga-jaga saja. Siapa tahu saat saya berada di belakang, kamu menyimpan satu pasang sepatu. Bukan menuduh lho, hanya takut saja." " Huh, kamu pikir saya pencuri." Dengan mata melotot, pria itu pura-pura kesal. "Jangan khawatir, saya bukan pencuri sepatu, tetapi saya pencuri hati, dan hati yang ingin saya curi ... hatinya kamu." Pria itu menampilkan senyuman dan mengedipkan sebelah mata. Rani yang mendengar ucapan itu bergidik ngeri, kemudian gadis itu melanjutkan mencari sepatu yang diinginkan si pria. Melihat wajah lucu Rani, si pria terkekeh sendiri dan merasa gemas dengan tingkah Rani. Aku harus berkenalan dengan gadis itu. Siapa tahu dia jodohku, dadaku berdetak kencang saat dekat dengan itu gadis itu. Pria itu membatin sambil menyentuh dadanya dan tersenyum simpul. Selang lima menit, Rani pun kembali dengan membawa sepatu yang diinginkan si pria. "Ini Mas sepatunya, kebetulan sepatunya sisa satu, dan ternyata berjodoh sama kamu," canda Rani sambil memperlihatkan sepatu itu sambil terkekeh. "Maunya, sih berjodoh sama yang bawa sepatu," sahut si pria tersenyum. Rani yang merasa di gombali hanya tersenyum dan melangkah menuju meja kasir dengan mengabaikan ucapan si pria. "Silakan, Mas bayar ke kasir dulu," pinta Rani. Si pria pun mengikuti Rani dari belakang menuju meja kasir. Setelah menyebut harga sepatu dan menulis nota pembayaran, Rani pun bicara lagi menanyakan kepada si pria. "Apa ada yang mau dibeli lagi, Mas?" "Tidak ada cuma ... yang saya mau, boleh nggak kenalan dengan kamu," tukas si pria sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan. Benarkan, pasti ujung-ujungnya minta kenalan. Setelah itu minta nomor hape. Rani bergumam dalam hati, tetapi tetap saja mengulurkan tangan menyambut uluran tangan si pria. "Bagas" ucap si pria. "Rani." Sesaat mereka berdua saling bertatapan. Duh ni tangan lama sekali dipegang. Apalagi ni orang menatap aku terus. Akukan jadi takut, tetapi melihat dia tersenyum dadaku berdebar. Kenapa senyum pri ini bisa semanis itu, sih? Rani berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak. Maya mana, sih? ke toilet lama sekali. Aku juga ingin ke toilet. Rani celingak celinguk melihat sekitar. Coba saja ada pembeli yang datang. Jadi, ada alasan aku untuk menghindari Bagas ini. Bagas yang merasa dadanya berdetak kencang mencoba menarik napas secara perlahan dan berusaha menormalkan debaran itu. "Kok gelisah," tanya Bagas ke Rani, padahal dirinya pun merasakan hal yang sama yaitu merasa gelisah. "Eh iya, Mas. Mau ke toilet, tetapi nggak ada yang jaga toko. Sedangkan, teman yang jaga dengan saya masih di toilet dan sudah lama belum balik juga." "Maaf, Mas bisa nggak genggaman tangan kamu dilepas dulu, soalnya tangan saya kebas," sambil menunjuk tangan yang sedari tadi digenggam Bagas. "Oh maaf," ucap Bagas dan repleks melepas tangan Rani. "Ini Mas nota pembelian dan barangnya." Rani menyerahkan paperbag yang berisi kotak sepatu. Bagas yang menyambut paperbag pun memandang wajah Rani tanpa berkedip. "Cantik." "Eh ... siapa, Mas?" "Kamu, boleh nggak minta nomor ponselnya?" Sambil mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celana. Nah iyakan ujung-ujungnya berlanjut minta nomor ponsel. Semoga Maya cepat balik dari toilet, biar aku ada alasan menghindar dari si Bagas ini. "Sebentar, Mas aku nggak hapal sama nomor hape sendiri," Rani cengengesan dengan alasan dapat mengulur waktu, Semoga Maya cepat datang. Rani berdoa di dalam hati. Dan tepat saat Rani ingin menyebut nomor ponselnya, tetiba saja Maya datang. Selamat. Rani mengelus dadanya merasa bersyukur terhindar dari introgasi pria yang ada dihadapannya ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The CEO's Little Wife

read
625.8K
bc

After That Night

read
8.2K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
6.7K
bc

BELENGGU

read
64.2K
bc

Revenge

read
13.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.5K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook