bc

Soul Inside the Piano

book_age18+
209
FOLLOW
1.2K
READ
adventure
student
drama
mystery
genius
icy
ambitious
special ability
horror
school
like
intro-logo
Blurb

Paranormal-Humor (18+)

Astrid, mendadak bisa melihat makhluk astral. Hantu-hantu yang bisa dia lihat, semuanya ada sangkut pautnya dengan misteri pembunuhan di sekolah mereka beberapa tahun silam. Tapi sayangnya…Astrid bukan tipe ‘manusia’ penakut. Dia hanya takut jika Matthew pergi, dan meninggalkannya.

Jadi. Astrid sudah memutuskan, untuk melindungi Matt apapun yang terjadi.

Sayangnya, harapan Astrid tidak semulus jalan tol. Saat melakukan camp di sekolah, Astrid CS terjebak di ruangan yang memiliki hantu tidak seperti biasanya. Terror mulai menyerang mereka satu-persatu.

Mereka tidak akan bisa keluar, sebelum memberikan apa yang diinginkan oleh sang hantu. Tapi, apa jadinya jika yang diinginkan oleh sang hantu adalah Matthew?

Cover by Pinterest

Font by Canva

chap-preview
Free preview
1 ~ GOSIP PAK NUR
“Jadi, lo bilang kalo sekolah kita berhantu? Lo serius gak, Trid? Jangan-jangan ini akal busuk lo lagi biar ntar malam anak-anak pada bubar!” Astrid yang sedang rebahan di bahu Matthew, hanya mengangguk malas. Berkali-kali Benedict membalikkan kursinya hanya untuk menanyakan hal itu padanya. Bahkan guru yang sedang mengajar di depan sudah tidak peduli dengan apa yang Astrid CS lakukan di kursi pojokan. Tipe-tipe guru yang diam, tapi di belakang seperti singa. Memberi nilai E pada siswanya, dan nantinya mereka tidak akan naik kelas. Untung ada Matthew, si genius, cakep, namun memiliki jiwa mental bábu sejati. Teman sekelasnya bahkan sampai heran, apakah Matthew dan Astrid itu sepasang couple atau majikan dan bábunya. Kemana saja Matthew pergi, tidak komplit tanpa ada Astrid di sekitarnya. Pulang pergi sama, makan sama, hanya mandi yang tidak sama. Meskipun Astrid tidak akan membantah jika ditanya mengenai hal itu. Toh juga mereka mandi bersama ketika masih TK. Dan Astrid sudah melihat semuanya, maksudnya hal-hal yang tidak bisa ia lihat dari Matthew sekarang. Astrid menguap, lalu memindahkan kepalanya dengan bersusah payah, dari bahu Matthew ke meja. Tapi tetap memandang Matthew yang sekali-kali mengerutkan keningnya. Terlihat serius menyimak apa yang sedang dijelaskan di depan. “Trid, lo serius gak sih? Omongan lo gak pernah bisa dipercaya nih, gue jadi takut kalo lo bilang ada hantu di sekolah ini!” “Lebih tepatnya di atap, tempat yang ada piano. Cewek, rambutnya panjang, matanya merah, cakep sih tapi. Lo bisa ena-enak sama dia kalo lo lagi butuh pelampiasan. Setidaknya lo gak mesti bayar tante-tante buat nemenin lo!” “Sssttt!” Matthew menatap tajam ke arah Astrid dan Benedic yang makin kurang ajar. Tatapan mata Ben pias, bukannya mendapat pencerahan. Dia malah hanya dapat tuduhan. Bukan tuduhan sih, lebih tepatnya rahasia terbesarnya. Dan hanya Astrid seorang yang tahu akan hal itu. Entah kenapa dan bagaimana gadis itu tahu. “Matt!” “Hmmm?” “Matt!” “APA SIH!” Astrid langsung bungkam saat mendapat respin dengan nada kesal dari Matthew. Melihat raut wajah Astrid, membuat Matthew terpaksa meletakkan pulpennya yang sedang sibuk mencatat untuknya dan untuk Astrid. Demi gadis itu agar bisa lulus tahun ini. “Maaf ... kenapa? Kamu lapar? Mau makan coklat? Nanti ya, pas istirahat pertama saja!” Astrid menggeleng. Membuat Matthew mengerutkan keningnya, menandakan jika lelaki itu sedang berpikir keras. Dia tiba-tiba teringat, ini tanggal 1 dan itu berarti hari pertama Astrid sedang datang bulan. “Kamu bocor?” tanya Matthew pelan, sepelan mungkin, agar tidak ada yang mendengar kecuali Astrid. Sayangnya bukan itu. Astrid menggeleng lagi, membuat Matthew menarik nafas kesal. Kembali mengerutkan keningnya berkali-kali. Menebak-nebak apa yang Astrid sedang butuhkan saat ini. Tapi tiba-tiba Astrid menunjuk ke depan, lebih tepatnya pada Pak Nur yang sedang menulis deretan angka-angka di papan tulis. Kening Matthew mengerut. Kenapa dengan pak Nur? Perasaan guru matematika mereka itu tidak membuat rusuh satu hari ini. Sepertinya dia sudah kena mental dengan anak kelas mereka yang memang di huni dengan brandalan semua! “Kamu bete?” “Bukan ihhh. Lo lihat gak sih? Kakinya berdarah?” Mendadak, bulu kuduk Matthew berdiri. Dia tidak tau kenapa Astrid tiba-tiba bicara seperti itu di siang bolong seperti ini. “Ada cewek yang lagi lihatin bapaknya di pintu. Rambutnya pendek, sebahu, mukanya robek. Bajunya putih tapi ada darah-darahnya, kek baru bersalin gitu!” Ben yang duduk di depan, sejak tadi memang mencuri dengar perbincangan itu. “Lo serius gak?” Astrid kembali mengangguk. Tapi kali ini dia sudah kembali menguap dan meletakkan kepalanya di atas bahu Matthew yang sigap menampung kepala itu. Seolah ucapannya barusan hanyalah...jokes. “Trid, gak lucu loh, lo bercandain bapaknya lagi. Semalam gue udah kena tegur sama guru BK gara-gara lo, kalo…” “Lo gak percaya? Lo gak lihat itu darah?” bentak Astrid tiba-tiba. Suara itu membuat semua perhatian kini tertuju pada mereka berdua. Termasuk pak Nur yang menaikkan sebelah alisnya. Ia memang mendengar suara ribut-ribut dari arah belakang, dan seperti dugaannya, pasti Astrid lagi yang membuat kerusuhan. “Astrid, bapak tidak mau ya harus berurusan dengan kamu lagi. Ibu kamu bahkan sudah angkat tangan sama kamu, setidaknya jika tidak bisa mendengarkan dengan baik. Jangan pengaruhi teman sekelasmu, terlebih Matthew. Dia itu anak yang pintar, tapi karena bergabung dengan kamu, dia jadi terikut-ikut!” “Ma…maaf pak!” Matthew menggantikan Astrid untuk meminta maaf. Pak Nur meletakkan bukunya, lalu menarik nafas panjang. Mengambil ranselnya dan keluar dari dalam ruangan. Mood mengajarnya mendadak menghilang. Seketika ruangan 12-IPA 6 itu rusuh dan ribut. Sebagian ada yang menatap Astrid dengan tatapan tajam, mengumpatinya dalam hati. Meski begitu, tidak ada yang berani bicara. Sebagian lagi senang, karena tidak belajar. “Ya kan emang benar. Lihat, cewek itu lagi ngikuti pak Nur ke ruangannya!” guman Astrid yang sudah kembali bersandar di bahu Matthew. Membuat lelaki itu hanya menghela nafas, ia tahu Astrid sering mendapatkan kata-kata receh, tapi perasannya saja atau tidak, perkataan Astrid tadi memang terdengar serius. “Rupanya gimana, Trid? Lo akhir-akhir ini makin aneh deh!” Benedick kembali membalikkan kursinya. Menatap Astrid dengan antusias, dan kepo level akut. Jiwa ingin tahu Ben, sudah meronta-ronta ingin tahu. “Lo udah setuju sama cewek itu, Ben? Ya kan lo bisa dapat gratisan, gak perlu ngeluarin duit buat ena-ena!” “ASTRID! YA TUHAN, YA GUSTI!” Jerit Ben kesal, saat menatap wajah lempeng Astrid yang mengatakan hal tadi tanpa ada rasa bersalah. “Astrid, udah! Gak usah ungkit-ungkit lagi, tapi tadi gue juga mau nanya rupa cewek yang lo bilang!” Menarik kepalanya dari lengan Matthew, Astrid mengambil ponselnya. Sibuk dengan gambar-gambar di dalam sana. Ben dan Matt hanya menarik nafas. “Eh tapi, gue gak sengaja denger berita kalo Pak Nur itu pernah punya 2 istri loh. Gosip dari emak gue aja sih, lo tau kan emak gue suka gosip!” “Dari tente-tante yang nemanin lo bukan sih, Ben?” Mengabaikan Astrid, Ben kembali melanjutkan percakapannya dengan Matt. Ares yang sudah selesai menjalankan hukumannya langsung menarik kursinya, dan bergabung di meja Matt. Sekilas dia menatap ke arah Astrid yang sedang sibuk memainkan ponselnya. “Kabarnya, satu istrinya ninggoy” “Anjir ninggoy, bisa aja lo!” Ares terkekeh lebar. Tangan lebarnya menepuk bahu Ben. “Diam gak lo, atau nanti gue bocorin rahasia kalo lo suka sama Grace!” Hening. Meja Matt tiba-tiba hening saat Astrid mengatakan hal itu tapi, dengan fokus yang masih tertuju pada ponselnya. Grace yang duduk di paling pojok menatap ke arah perkumpulan siswa-siswa tukang ghibah itu. Tapi hanya menaikkan bahunya tidak peduli. Dia anti dengan geng Astrid, lebih tepatnya anti jika rahasianya akan dibocorkan oleh Astrid. Astrid sepertinya punya sumber informasi terpercaya, teraktual, dan terpanas. Jadi, karena Grace merasa punya rahasia, dia tidak berani mendekati mereka. Meskipun, dia ingin. Karena geng mereka terlihat menyenangkan?! “Trid, lo kejam banget sih?” “Makanya diam!” “Udah…udah, jadi gimana tadi Ben? Gue jadi kepo!” tanya Matthew “Jadi, katanya istri kedua pak Nur itu ninggoy gara-gara gak bisa hamil. Stres itu kali ya, gue gak tahu sih gimana cerita lengkapnya. Senangkap gue ya gitu, tapi ada kabar lagi, istrinya itu katanya dibunuh sama Pak Nur!” bisik Ben pelan. “ANJRIT!” jerit Aress “Sttt…diam bego, ntar pak Nur dengar bisa berabe urusannya. Malas banget kalo berurusan sama dia!” “Tapi bisa benar juga sih, kata anak kelas sebelah. Pak Nur itu kan genit juga, gue juga pernah dengar kalau 7 tahun lalu itu, ada siswi ditemukan mati di belakang koridor anak kelas X IPS 1. Itu kan emang hawanya agak seram-seram gitu gak sih? Dan ada sangkut pautnya juga sama pak Nur.” Aress kembali membuka cerita yang sudah agak mereda beberapa bulan ini. “Kita juga dengar gosip itu kali, Res. Sok-soan aja lo!”kesal Ben “Lo punya fotonya gak?” “Sebentar!” Ben langsung sigap mengambil ponselnya. Dengan keahliannya untuk berselancar di sosial media. Ben langsung menyeringai begitu mendapatkan semua informasi pribadi mengenai guru matematika mereka. “Nih, pak Nur masih sempat unggah foto nikahannya di…ehhh…ehh, Trid, Hp gue anjirt, awas jatoh!” Ben panik saat ipon pro 13-nya di pegang oleh Astrid. Pasalnya dia selalu ganti ponsel pasti gara-gara Astrid. “Wihh…lo dapat banyak juga ya, dengar-dengar tante girang lo itu, istrinya kepala sekolah ya, Ben?’ “TRID…PLEASE!” Ben panik saat Astrid menatapnya dengan menyeringai. Lelaki itu langsung berpindah tempat, lalu membisikan sesuatu. Astrid terkekeh, lalu mengangguk. Matthew hanya bisa menghela nafas, Astrid memang punya berbagai macam cara untuk memeras uang Benedict. Tapi Matthew hanya diam saja, karena dia juga bakal dapat bagian. “Ini foto istri kedua pak Nur!” Benedict menunjukan gambar tadi, Astrid menguap lalu menunjuk mulutnya. Matthew dengan sigap mengambil sebatang coklat kecil. Membuka bungkusnya, lalu memasukkannya ke dalam mulut Astrid. “Ya ampun, lo berdua emang gada hubungan apa-apa atau emang ada apa-apa sih? Gue makin curiga nih…!” Ares kembali memancing Matthew dan Astrid. Sayangnya mereka berdua sama-sama tidak peduli. Hanya diam dan menatap foto yang di dalam layar ponsel Benedict. Dan membuat Aress geram sendiri. “Trid?” Tanya Ben. “Itu cewek yang gue lihat tadi, diri di depan pintu. Mukanya kena sayatan luka, ada darah-darah gitu. Keknya, pak Nur bakal ninggoy juga deh!” “Astagah Trid, lo…!” “PENGUMUMAN…!” BERSAMBUNG

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook