bc

Supp

book_age18+
8
FOLLOW
1K
READ
dare to love and hate
police
tragedy
mystery
lucky dog
multi-character
realistic earth
betrayal
crime
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Setiap hari dia menempuh ratusan kilometer, bertemu puluhan wajah, dan menelan manis pahitnya hari. Hingga suatu waktu atas kejahatan yang tidak dia lakukan. Dan semua tragedi tersebut harus dituntaskannya agar dia dapat kembali hidup normal.

Sebuah cerita yang terinspirasi dari kisah nyata. Cerita dengan lika liku misteri dan sudut pandang protagonis, antagonis, dan tritagonis, yang akan membawa pembaca larut dalam masing-masing kisahnya. Cerita dengan tebaran aksi dan drama, dengan nilai-nilai persaudaraan, keluarga, cinta, serta pengkhianatan yang akan menggiring emosi pembacanya. Cerita dengan latar belakang waktu dan tempat yang nyata, beberapa daerah di Solo Raya dan Yogyakarta yang eksotis, juga dibeberapa daerah lainnya. Sebuah cerita tentang seorang pria dengan seribu kisah, dan seribu luka.

chap-preview
Free preview
Aleena
Aleena adalah salahsatu hotel bintang 4 di kotaku. Megah dengan 25 lantai menjulang. Biasa jadi tujuan para pejabat, pebisnis, selebritis, sosialita, dan para orang-orang tajir lainnya yang sedang berkunjung ke kotaku ini. Kotaku tidak besar, luasnya mungkin 1/8 kota Semarang. Hawanya tidak dingin juga tidak terlalu panas. Diapit beberapa gunung dan dilintasi sungai Bengawan Solo, menjadikan kota ini eksotis banget menurutku. Aku sampai di lantai 7. Ada 3 lorong panjang, dan aku harus mencari kamar nomor 7009. Seorang karyawan yang sedang membersihkan sofa di ruang tunggu depan lift mengarahkanku ke lorong paling kiri. Lalu aku berjalan cepat menuju kamar 7009. Tak terdengar suara apapun kecuali suara langkah sepatu sneakers-ku yang bergesekan dengan karpet tebal sepanjang lorong. Ada 30 kamar saling berhadapan di lorong panjang dan senyap ini. 15 kamar di sisi kanan dan 15 di sisi kiri. Kamar nomor 1-15 ada di sisi kiri. Jadi fokusku ke bagian sisi kiri. Baru sampai kamar 7006 aku dikejutkan suara letusan pistol, lalu terdengar suara wanita menjerit keras. Aku berhenti sejenak. Nafasku tertahan, jantungku berdegup kencang, keringat seketika membasahi jidatku. Aku berusaha untuk tenang, lalu jalan perlahan mendekati arah asal suara. "Jangan-jangan itu dari kamar 7009, apa itu suara Rani?" pikirku. Ditengah langkahku, terdengar lagi suara hantaman benda keras, seperti suara kayu patah, lalu terdengar suara wanita berteriak; "b******n kalian semua." Fix, itu dari 7009 dan suara itu adalah Rani, pikirku. Aku bergegas kesana, setibanya di depan kamar, pintu terbuka dari dalam, disertai Rani yang keluar dengan pakaian penuh bercak darah. Dia telah berganti pakaian, kaus putih tipis lengan pendek model v-neck dengan tulisan Goodthreads berwarna hitam dan celana training panjang berwarna abu-abu. Beberapa tamu hotel dari kamar lainnya pun keluar dengan muka panik dan bingung. Dengan raut wajah ketakutan, Rani menatapku sesaat lalu menarik tangan kananku yang sedang memegang kantong plastik belanjaan miliknya yang tertinggal di mobil. "Hayo pak lari cepat, tolong aku pak, pleaseee," ujarnya dengan suara takut dan memelas. Jujur, aku juga panik dan bingung. Saat itu aku sempat melihat ada 2 pria, satu berjaket hitam jatuh tersungkur, dan satunya berkaos hitam sedang hendak berdiri dari posisi jatuh sambil memegangi kepalanya. "Hayooo pak..." Rani menarik keras tanganku. Hampir saja aku jatuh terseret. Kami berlari menyusuri lorong, berlari melewati beberapa tamu hotel yang kepo tapi takut, hingga sampai depan lift, Rani memencet tombol lift turun berkali-kali dengan gemetar. "Cepattt...," keluhnya. Aku pun masih dalam kondisi shock, bingung, dan di tengah-tengah kondisi itu, si karyawan hotel yang tadi sedang membersihkan sofa tampak shock juga. "Aadaa aappaa inii?" tanyanya. Belum sempat dijawab, pintu lift pun terbuka, lalu Rani menyeretku masuk ke dalam lift. Lift itu kosong, hanya kami berdua didalamnya. Mungkin sepi karena sudah hampir jam 11 malam. "Berhenti berengsek!" Terdengar jeritan keras itu dari arah lorong kamar, lalu terdengar suara desingan peluru mengenai pintu lift yang sedang tertutup. Stress, panik, ketakutan, tampak dari wajah Rani. Air matanya menetes bercampur dengan keringat yang membasahi wajahnya. Bercak-bercak darah juga menempel di rambut hitamnya yang panjang hingga ke punggung, wajah, leher, sampai kaus dan juga celananya. "Ini darah siapa?" pikirku. "Apa ini darah pria gundul necis yang menjemputnya tadi?" aku langsung mencoba mengingat-ingat wajahnya. Hanya si pria gundul itu yang tidak tampak dari awal tragedi ini. Kalau betul dia, sepertinya dia ditembak dengan shotgun atau magnum kaliber besar dari jarak dekat. Aku berasumsi seperti itu setelah melihat bercak-bercak darah yang ada dari ujung rambut hingga kaki Rani. Banyak banget bercak darahnya. Aku baru sadar ternyata Rani tidak pakai alas kaki apapun, tidak bersepatu seperti pas di awal kami bertemu. Adidas Samba berwarna putih, seingatku. Tampak memar dan luka gores di kedua telapak kakinya, kayaknya tergores paku atau benda tajam lainnya. Tubuhnya menggigil kedinginan. Dia memencet tombol dasar (ground floor) berkali-kali. Aku turunkan tangannya, lalu aku pencet tombol nomer 2. "Heyy... apa yang kaulakukan pak?" Dia berteriak kepadaku. Aku mencoba menenangkan dia. Kucopot jaket bomber hitamku, dan kupakaikan dipunggungnya. Tanpa menolak, diapun bergegas memakainya. "Kalau kita turun di lantai dasar, jelas 2 monyet tadi sudah nunggu kita di sana kak, belum lagi dengan kondisi kak Rani yang seperti ini, pasti juga akan jadi perhatian resepsionis, security, dan orang-orang yang ada di lantai tersebut. Lebih baik kita turun di lantai 2, dan lanjut lewat tangga darurat, lalu keluar lewat pintu samping. Tenang, mobilku parkir tak jauh dari pintu samping." Jawabku, dan dia hanya terdiam pertanda menuruti atau pasrah. "Ting," suara notif lift telah sampai di lantai 2, seketika pintu lift pun terbuka dan kami bergegas turun via tangga darurat lalu keluar hotel lewat pintu samping. Beruntung kejadian ini terjadi hampir tengah malam, jadi sepi tidak banyak orang. Kami berlari cepat, hanya kali ini aku yang menggenggam dan menarik tangan kanan Rani, karena aku yang tahu lokasi mobil diparkir. "Aduhh pak... tolong," Rani merintih. Aku terlalu cepat berlari hingga genggamanku terlepas dan dia jatuh terkilir. Aku balik badan, lalu menggendongnya. Hingga depan mobil, kubuka pintu kiri tengah, dan kuletakan tubuh Rani yang basah dipenuhi keringat dan cipratan darah. Ketika hendak menutup pintu, terdengar kembali suara desingan peluru mengenai bagian belakang mobilku. "Berhenti berengsek, dasar pelacur." Teriak pria berjaket hitam yang mengejar kami dari lantai 7 tadi. Aku bergegas ke pintu depan mobilku, masuk, dan langsung menyalahkan mesin. Kutancap gas dengan kakiku yang gemetaran. Tidak lama terdengar suara tumbukan keras, kaca belakangku pecah berhamburan, kepingannya terpental ke dalam hingga leher dan tangan kiriku tergores. Kupindah persneling lalu kuinjak gas sekuat mungkin. Dari kejauhan terdengar suara pria tadi berteriak; "Akan kucari kau, anak pak camat, tunggulah." Tanpa kuhiraukan, kukebut laju mobilku hingga menabrak palang gerbang parkir. Dan kami pun meninggalkan Aleena.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
693.4K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.8K
bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

PLAYDATE

read
118.7K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
623.9K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.2K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook