bc

Melukis Senyum Untukmu

book_age16+
1.4K
FOLLOW
27.7K
READ
sweet
first love
like
intro-logo
Blurb

Kayonna adalah dokter bedah termuda yang terpaksa tinggal di kediaman keluarga Suganda sejak usianya lima tahun. Ini karena kebakaran yang disangkakan kepadanya. Sakit hati merasa dibuang, Kayonna melupakan sosok keluarganya.

Saga, cucu tertua Suganda, dipaksa pulang untuk menjalankan perusahaan karena sang ayah sering bepergian. Saga pulang dengan membawa penyesalan dan malu menghadapi Kayonna. Ia benci dengan keputusan kakeknya membawa Kayonna masuk sebagai penebusan.

Saga yang diam-diam menyukai Kayonna, mencoba untuk menarik perhatian gadis itu, berharap gadis itu memaafkannya untuk banyak alasan. Kayonna sendiri sudah menjadi sosok yang sangat dingin. Ia sudah tidak percaya lagi akan kasih juga sayang.

Suatu hari ibu Saga melakukan percobaan bunuh diri. Sebuah rahasia kemudian dibongkar terkait kebakaran di masa lalu. Ibunya Saga menunjuk siapa yang paling bersalah dan itu membuat semua orang yang terkait mendapatkan guncangan, termasuk Saga dan Kayonna.

Kenyataan itu telah membuat semua orang semakin menderita.

chap-preview
Free preview
Prolog
Api di mana-mana, membakar dengan cepat kayu-kayu. Adanya botol tiner dan alkohol, semakin memperbesar nyala api. Beberapa botol memecah; mengerikan. Panas, menyesakkan dan membuat perih tidak hanya di mata, juga di kulit. Sulit melihat, sulit bernapas, sulit bergerak. Gadis kecil berkucir kuda dengan pita berwarna merah muda, mulai batuk-batuk, dan merasakan kesakitan di d**a. Ia memeluk erat boneka Snoopy kecilnya, berharap ada kekuatan tambahan. Mati-matian ia berusaha menajamkan telinga, agar bisa mendengar suara lain. Matanya yang berair, liar mencari-cari. "Emil...." Susah payah gadis kecil itu memanggil. Suaranya sangat aneh dan kerongkongannya terasa terbakar. Berkali-kali gadis kecil itu batuk-batuk. Tangan kecilnya meraba-raba, tubuhnya terbungkuk-bungkuk dan jalannya tertatih-tatih. Matanya pun mulai berkabut, napas sudah pendek-pendek juga tidak teratur. Kepalanya terasa sangat berat. Akhirnya gadis kecil itu jatuh terduduk, air matanya terus mengalir. Ia tak takut akan api atau apa pun, ia hanya takut tak menemukan Emil. Gadis kecil itu sudah benar-benar tak kuat, tubuh kecilnya ambruk. Di sekelilingnya sudah penuh asap menghitam. Sesaat kemudian ia melihat sosok bocah lelaki dalam posisi tengkurap, ditindih lemari, entah lemari apa, ia tak tahu. Si gadis kecil mencoba menajamkan penglihatannya, tetapi rasa panas menyerang. Ia mencoba bangkit, tetapi, tubuh kecil itu sudah tak ada daya, akhirnya ia terjerembab. "Emil...," panggilnya lirih. Dadanya bergemuruh melihat Emil yang masih memejamkan mata. Ketakutannya menguasai diri, membuat tubuhnya bergetar hebat. Emil tak bergerak. Api menyambar-nyambar di sekeliling Emil, samar terlihat ada darah di dekatnya. "Emil.... Uhuk...uhuk..., bangun, Emil," pinta si gadis kecil dengan suara berbisik; serak mengerikan. Suaranya semakin tipis seiring dengan oksigen di sekitar. Tubuhnya melemah kesakitan. Tangannya terjulur ke arah Emil, berharap bisa menggapai tubuh sahabatnya itu. Sayup-sayup, si gadis kecil mendengar nama Emil diteriakkan berkali-kali. Ia juga mendengar suara seorang wanita menjerit-jerit. Suara-suara terdengar sahut-menyahut. Kembali si gadis kecil membuka mata dan menatap Emil yang masih bergeming. "Emil..., bangun..., kita selamat." Setelahnya si gadis kecil menyerah pada lemahnya tubuh kecilnya. Brak! Terdengar suara berderak yang dipaksakan. Langkah-langkah kaki berderap cepat dan lagi nama Emil disebutkan. "Emil! Ya Tuhan, anakku!" seru seorang pria. Wajahnya putih memucat. Kepanikan tak bisa lagi disembunyikan. Sempat ia melihat si gadis kecil yang juga terbaring diam dengan mata terpejam. Pandangannya berpindah-pindah dari sosok Emil dan si gadis kecil. Melihat posisi berdirinya, ia lebih dekat dengan si gadis kecil. Akan sangat mudah baginya untuk menyelamatkan gadis kecil itu. Terlebih tubuh gadis kecil itu tidak terhalang apa pun. Namun, Emil adalah putranya. Ia berpaling dari gadis kecil itu dan bergegas menghampiri Emil. Perasaan pria tersebut tak menentu melihat putranya yang tetap diam walaupun ia terus memanggil namanya. Dengan air mata yang tak tertahankan antara pedih juga sedih, pria tersebut mencoba mengangkat rak perkakas yang menimpa tubuh Emil. "Tuan Abe!" teriak pria lainnya yang baru masuk. Wajah tuanya terlihat panik. Sama seperti tuannya, kedua bola matanya nanar menatap pada Emil dan si gadis kecil bergantian. Pria yang berkutat dengan rak perkakas, mengangkat kepalanya, dan melihat ada dua pria dewasa yang masuk. "Salim, Aji, cepat ke sini!" perintah pria yang disebut Abe. "Baik, Tuan," jawab Salim. "Ji, kamu angkat nona itu." Salim bergegas menghampiri tuannya, sedangkan pria lebih muda dari Salim mau pun Abe, bersiap untuk menolong si gadis kecil, ketika kemudian Abe berteriak kasar. "g****k! Cepat kamu ke sini! Gak usah urus anak itu!" Aji kebingungan. Mata Abe membesar, merah, dan menakutkan. Aji menatap Salim sebagai seniornya dan Salim memberikan anggukkan masygul. Aji dan Salim menatap si gadis kecil itu dengan perasaan bersalah yang kelak akan membekas. "Cepat!" Kembali Abe berteriak kalap. Aji pun segera menghampiri Abe dan Salim. Bertiga mencoba mengangkat rak perkakas yang menimpa tubuh Emil. Api yang semakin membesar, juga asap yang semakin pekat, membuat Abe beserta kedua pegawainya kewalahan. Pun begitu, ketiganya tetap berusaha untuk menyelamatkan Emil, mengabaikan si gadis kecil. Gadis kecil itu mencoba lagi membuka mata. Dengan pandangan berkabut, ia melihat Abe mengangkat tubuh Emil. Hatinya merasa lega. Sebentar lagi pasti dirinya. Terdengar bunya berderak di susul suara berdebum. Abe memaki dan marah-marah. Si gadis kecil mendengar kata-kata Abeh jika pintu masuk sudah terhalang sesuatu. Sepertinya tidak ada jalan keluar sedangkan api semakin tidak terkendali. Sedangkan si gadis kecil mencoba melambaikan tangan mungilnya, tetapi tak ada yang memperhatikan. Semua orang dewasa sedang melihat sekeliling, mencari celah untuk keluar. "Gebrak jendela itu!" perintah Abe yang dituruti oleh kedua pembantunya. Cukup sulit untuk menghancurkan jendela. Selain kokoh, api menyambar beberapa kali. Namun dengan tenaga dua orang dewasa, akhirnya jendela bisa dihancurkan. Salim dan Aji memberi jalan bagi Abe duluan. Ketiganya bersama-sama keluar dari kepungan api. Si gadis kecil semakin lemas, tak berdaya. Matanya yang terbuka sedikit, menatap kepergian tiga orang dewasa. "O...om..., A...abe...." Gadis kecil itu memanggil dengan suara tertahan dan ringkih. Tangannya terangkat, menjulur lemah, berharap bisa menggapai punggung Abe. Namun tak ada siapa pun memedulikannya. Tangan mungilnya terjatuh lemah, menimpa potongan kayu yang masih ada pakunya. Ia mengaduh dan refleks menarik tangannya. Namun yang terjadi, terciptanya goresan dalam di bagian nadi, membuat si gadis kecil berada dalam keadaan sangat kritis. Api berkobar rata. Tak ada celah lagi untuk menyelamatkan diri. Bunyi berderak dari kayu-kayu yang terbakar, terdengar semakin menakutkan. Asap hitam sudah membubung tinggi ke angkasa. Seolah mengirimkan pesan pada semesta jika semua yang habis malam ini, tidak berarti usai. Masih ada yang tersisa. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.3K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.2K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

PLAYDATE

read
118.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook