bc

Yin Yang

book_age12+
163
FOLLOW
1.8K
READ
revenge
love-triangle
family
goodgirl
drama
tragedy
sweet
school
sisters
naive
like
intro-logo
Blurb

yes- All the Young

Memiliki wajah kembar, tidak menjadikan nasib mereka sama. Yin Lee yang selalu berprestasi sejak kecil, sangat berbeda dengan Yang Lee yang selalu mendapat nilai tidak sebagus Yin Lee. Perlakuan berbeda pun didapatkan Yang Lee dari kedua orang tuanya. Dari mulai sekolah yang sama sampai akhirnya Yin Lee mendapatkan sekolah yang lebih baik dibanding Yang Lee. Semuanya ini sangat membuat Yang Lee tertekan, apalagi kekasih yang ia cintai, yaitu Donny Gu ternyata juga menyukai sang kakak. Yang Lee hanya bisa menjerit dalam hati menerima ketidakadilan di hidupnya.

Sampai akhirnya ... sebuah kesempatan tiba, membuat Yang Lee memiliki peluang untuk membalas perbuatan sang kakak. Ia menjalin hubungan dengan sang calon kakak ipar, Eric Chen dan berniat merebutnya dengan segala cara.

Baca terus persaingan seru dua remaja ini dengan ending yang tak terduga!

chap-preview
Free preview
Yin and Yang
Memiliki saudara kembar mungkin terdengar menyenangkan bagi beberapa orang, tapi tidak dengan yang dialami oleh Yang Lee. Awalnya, hubungannya dengan sang kakak, Yin Lee sangatlah baik. Namun, dengan berjalannya waktu, ia mulai merasa terintimidasi dengan prestasi kakaknya. Karena Brendan Lee dan juga Veronica Wu sebagai orang tua, selalu saja membandingkan prestasi akademik mereka. Yin Lee memang suka belajar, sementara Yin Lee lebih senang bermain musik. Bahkan ia berhasil menciptakan beberapa lagu yang ia tulis sesuai dengan isi hatinya. Namun, sayangnya, hobinya itu hanya dipandang sebelah mata oleh sang ayah. Yang Lee seringkali merasa cemas setiap kali hari pembagian rapor tiba. Hasil rapor yang ia terima selalu saja tidak sebagus sang kakak, tidak peduli bagaimana ia berusaha. Seperti saat ini, Yang Lee sangat takut ketika sang ibu, Veronica Wu datang ke sekolah untuk mengambil rapor tengah semester mereka. Ketika Yin Lee dengan wajah senang menggandeng tangan sang ibu, Yang Lee lebih memilih untuk menjauh dan menyendiri di kantin sekolah sampai semua urusan pengambilan rapor selesai. "Hey, kenapa kau malah di sini? Aku mencarimu kemana-mana. Aku kira kau tenggelam ditelan bumi." Seorang pemuda dengan wajahnya yang sabar dan imut duduk di hadapan Yang Lee. Dia adalah Jackie Chan, teman baik Yang Lee yang selalu saja memberi support ketika Yang Lee merasa down. "Bagus jika aku bisa ditelan bumi dalam keadaan seperti ini," sahut Yang Lee masa bodoh. "Hmm, kenapa lagi kau ini?" Jackie Chan mulai terlihat serius melihat gadis cantik di hadapannya tampak cemberut. "Tidak papa," jawab Yang Lee singkat sambil menatap Jackie Chan sekilas. "Masalah nilai lagi?" tebak Jackie Chan. Yang Lee tidak menjawab, tangannya sibuk mengaduk minuman yang sejak tadi ia pesan, tapi belum diminum sama sekali. "Ayo, kita ke kelas. Kita lihat hasil nilai kita selama setengah semester ini," ajak Jackie Chan. Namun, Yang Lee menggelengkan kepalanya. "Nanti juga aku akan tau sendiri," jawab Yang Lee tanpa menatap Jackie Chan kali ini. Jackie Chan menarik nafas. Ia melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap Yang Lee dengan tatapan prihatin. Apa yang dialami oleh gadis itu, sedikit banyak ia tau. Mereka sudah berteman selama hampir tiga tahun sejak masuk Sekolah Menengah Pertama. Dan, jujur saja, bagi Jackie Chan, Yang Lee adalah gadis yang menyenangkan jika ia tidak sedang sedih. "Yang Lee, jangan begitu. Aku lihat nilai ujianmu kemarin cukup bagus. Kenapa kau begitu apatis?" tanya Jackie Chan hati-hati. "Hhh! Sebagus-bagusnya nilaiku, itu takkan bisa menyaingi nilai Yin Lee, Jackie!" ucap Yang Lee. "Hmm, persaingan nilai lagi? Ayolah, kalian memiliki kelebihan masing-masing, tidak perlu melihat sisi buruk dirimu melulu, Yang Lee. Kau pun memiliki kelebihan." Jackie Chan berusaha menghibur temannya itu. "Tidak bagi kedua orang tuaku, Jackie! Mereka sangat memperhatikan nilai! Hobi bermusikku sama sekali tak berpengaruh bagi mereka!" Yang Lee menatap Jackie Chan dengan wajah frustrasi. Pemuda itu tersenyum. "Bukan tidak, tapi belum ... Bukankah kita sekarang sedang berusaha memenangkan kompetisi? Ini akan membuka mata kedua orang tuamu bahwa hobimu itu bisa membanggakan mereka juga!" ucap Jackie Chan berusaha memberi semangat. Yang Lee tertawa getir. "Seandainya saja kau yang menjadi ayahku, mungkin aku akan sangat bahagia, Jackie," ucap Yang Lee sambil nyengir kuda. "Ish?! Sembarangan saja kau ini! Kau dan aku sebaya, mana mau aku menjadi ayahmu!" Jackie Chan seketika sewot mendengar kalimat Yang Lee. Yang Lee cekikikan melihat ekspresi temannya itu. "Habisnya, kau selalu saja sok tua dengan memberiku nasehat. Aku ini 'kan bukan anakmu!" ucap Yang Lee kemudian. "Itu bukan nasehat, tapi itu sebuah semangat! Bedakan!" Yang Lee memanyunkan bibirnya menanggapi jawaban Jackie Chan. Bagaimana pun, Jackie Chan adalah orang yang bisa membuatnya merasa baik ketika dirinya sedang tidak punya alasan untuk tersenyum. "Ayo, sebaiknya kita ke kelas. Sebentar lagi, acara akan selesai." Jackie Chan menarik tangan Yang Lee dan dengan setengah memaksa, ia membuat gadis itu berdiri. Walaupun enggan, Yang Lee akhirnya menurut saja ketika Jackie Chan mengajaknya kembali. Semua orang tua satu per satu mulai keluar dengan membawa rapor di tangannya. "Yang Lee, aku pulang dulu, ya! Ibuku sudah keluar." Jackie Chan pamit sambil melambaikan tangannya ke arah Yang Lee. Yang Lee hanya menanggapinya dengan anggukan kepala. Ia juga melihat Veronica Wu, sang ibu keluar dari ruangan kelas dengan senyum di wajahnya sambil memeluk Yin Lee, sang kakak. "Meí, kau dari mana saja tadi? Apakah kau tidak ingin melihat nilai rapormu?" Melihat Yang Lee datang, Yin Lee dengan segera menghampiri adiknya. "Tidak, aku sudah bisa menduga hasilnya," jawab Yang Lee sambil tersenyum getir. "Ih, kau ini! Seperti ahli nujum saja!" Yin Lee tersenyum sambil menggandeng adiknya. Veronica Wu yang berjalan di belakang mereka tampak sibuk memperhatikan nilai- nilai yang ada di rapor para putrinya sambil jalan. "Mama! Lihatnya di rumah saja! Nanti mama tersandung jika membaca sambil jalan!" ucap Yin Lee ketika ia menoleh ke belakang. Sang ibu menatap putrinya lalu tersenyum. "Ya, baiklah! Kita bahas di rumah saja!" ujarnya sambil menutup rapor yang ia bawa. Sesampainya di rumah .... Tanpa ingin melihat nilai rapornya, Yang Lee bergegas naik ke atas menuju kamarnya. Apa yang akan terjadi lima detik ke depan, ia sudah bisa menduganya. Dan, benar saja ... bahkan dari dalam kamarnya, Yang Lee bisa mendengar suara lantang sang ibu yang mengandung kebanggaan. "Wah, Nilaimu tinggi semua, Nak! Mama sangat bangga padamu! Papa pasti akan senang melihat prestasimu sekali lagi, Mama yakin kau akan meraih juara kelas lagi semester ini." Ungkapan pujian itu selalu saja terucap setelah mereka pulang dari mengambil rapor. Yang Lee yang mendengar itu, hanya bisa menarik nafas sambil memejamkan matanya. Dalam hati, ia sungguh berharap bisa sekali saja dalam hidupnya mendapatkan pujian semacam itu, tapi ... mungkinkah? Ungkapan kebanggaan sang ibu ini masih belum seberapa, sebentar lagi, ketika ayahnya pulang kerja, suasana rumah akan sangat terasa diskriminasinya. Di meja makan, sang ayah pasti akan membahas tentang prestasi yang didapat oleh Yin Lee sejak dunia dijadikan sampai hari ini. Berita itu seperti siaran radio yang diulang-ulang di telinga Yang Lee. Dan itu sangat menyebalkan hatinya. Sementara itu .... Yin Lee yang mendapatkan pujian seperti itu, juga sangat senang. Namun, itu tidak membuatnya bangga secara berlebihan. Dia hanya tersenyum saja menanggapi pujian kedua orang tuanya. Melihat Yang Lee sudah masuk ke dalam kamar, ia pun tau apa yang dirasakan oleh saudara kembarnya itu. "Ma, aku naik dulu, ya? Mau ganti baju," pamit Yin Lee. "Sekalian panggil adikmu turun, ayo kita makan siang!" ujar Veronica Wu sambil membereskan buku rapor anak-anaknya lalu melangkah ke dapur. "Baik, Ma!" Yin Lee bergegas naik dan masuk ke kamar. Di sana, ia bisa melihat Yang Lee sedang tengkurap di ranjang sambil sibuk dengan ponselnya. "Méi, ayo! Kita sudah ditunggu mama untuk makan siang," ajak Yin Lee setelah ia berganti pakaian. "Tidak! Aku tidak lapar!" tolak Yang Lee sambil berbaring dan kembali berselancar di akun media sosialnya. Melihat adiknya yang terlihat tidak bahagia seperti dirinya, Yin Lee pun duduk di tepi ranjang Yang Lee. Sebagai anak kembar, Yin Lee bisa merasakan apa yang sedang dirasakan oleh adik kembarnya itu. "Meí, kau tidak perlu kecewa. Nilaimu juga sangat bagus. Aku yakin suatu saat kau juga bisa membanggakan mama dan papa dengan prestasimu. Kita ini kembar, 'kan? Kita memiliki semangat yang sama." Yin Lee mencoba memberi semangat ke adiknya. Namun, wajah Yang Lee tetap datar mendengar ucapan sang kakak. Ia sadar bahwa ia tidak mungkin bisa melampaui prestasi akademik Yin Lee. Yin Lee akan tetap jadi yang terbaik, sementara dirinya tetap akan jadi pecundang di keluarga mereka. "Ayolah, kita makan siang dulu. Jangan sampai mama nanti ke sini dan malah menasehatimu yang bukan-bukan." Yin Lee kembali berkata. Mendengar perkataan itu, Yang Lee pun dengan enggan meletakkan ponselnya dan menuruti nasehat sang kakak untuk makan siang bersama. Dinasehati sang ibu akan membuat rambut Yang Lee keriting dan itu sangat ia hindari. Di ruang makan, nampak Veronica Wu sedang sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka semua. "Ma, nanti malam aku akan pergi ke rumah Rebecca Zhang kami akan berlatih musik bersama." Yang Lee berkata sambil duduk bersebelahan dengan kakaknya. "Nanti malam kita akan merayakan keberhasilan kakakmu, sebaiknya kau ikut. Tunda saja acara bermain musikmu itu," sahut Veronica Wu sambil memberikan piring berisi nasi ke Yang Lee. "Tapi Ma, kami akan ikut kompetisi sebentar lagi. Waktunya sudah sangat dekat, jika aku tidak ikut latihan, takutnya kami tidak siap ketika akan tampil nanti." Yang Lee masih berusaha mendapatkan ijin dari sang ibu. "Hh! Sebaiknya kau tanyakan pada papamu saja ketika datang nanti," sahut Veronica Wu sambil memberikan piring berisi makanan milik Yin Lee. Wajah Yang Lee jadi muram. Jika sang ibu tidak mau memberikan ijinnya, maka bertemu sang ayah pun hasilnya tidak akan jauh berbeda. "Kau tenang saja, nanti biar aku yang meminta ijin ke papa," ucap Yin Lee berusaha menenangkan adiknya. Yang Lee menatap kakaknya dengan tatapan tidak percaya. "Kau akan membantuku?" tanyanya. "Tentu saja, perayaanku sudah sering dilakukan, bukan? Sementara latihanmu, sangat mendesak. Kau dan teman-temanmu harus menang dalam kompetisi ini," ucap Yin Lee memberi semangat. "Ya, aku akan berusaha menang. Terimakasih Yin Lee!" Wajah Yang Lee terlihat sukacita. "Sekarang, makanlah! Kau harus memiliki banyak energi agar bisa berprestasi!" Yin Lee tersenyum melihat adiknya terlihat senang. Selesai dengan makan siang dan membereskan semuanya, Yang Lee mulai latihan piano di ruang musik, sementara Yin Lee kembali ke aktifitas belajarnya. Berjam-jam Yang Lee latihan sampai tiba saatnya sang ayah pulang dari kantor sore itu. "Aku pulang!!" Suara Brendan Lee membuat Veronica Wu dengan bergegas menyambut sang suami. "Bagaimana kabar anak-anak hari ini?" tanya Brendan Lee sambil melepas sepatu dan menyerahkan tasnya ke Veronica Wu. "Baik. Yin Lee lagi-lagi mendapatkan nilai bagus, jika satu semester lagi dia mendapat juara seperti ini, dia bisa mendapatkan bea siswa untuk sekolah lanjutannya," jawab Veronica Wu antusias. "Lalu bagaimana dengan Yang Lee?" tanya Brendan Lee selanjutnya. Wajah Veronica Wu terlihat tidak puas. "Nilainya tidak sebagus Yin Lee, tapi kau jangan memarahinya. Dia sudah berusaha keras," ucap Veronica Wu berusaha meredam ketidakpuasan suaminya. "Berusaha keras bagaimana? Bermain musik itu yang kau bilang berusaha keras? Jika kau biarkan dia seperti itu terus dan tidak belajar sama sekali, mana mungkin dia bisa mendapatkan nilai yang baik?" Suara Brendan Lee terdengar kesal. "Suamiku, sebaiknya kamu mandi dulu. Aku akan menyiapkan air untukmu." Veronica Wu berusaha mengalihkan pembicaraan "Kau selalu saja membelanya!" Brendan Lee masuk ke dalam disusul sang istri di belakangnya. "Papa, papa sudah pulang?" Yin Lee yang sedang membaca di ruang tengah segera berdiri dan menyambut papanya yang baru pulang. "Iya, Sayang. Papa dengar nilaimu bagus ya di sekolah? Malam ini, kita akan merayakannya ya?" Brendan Lee membelai kepala putri kesayangannya. "Kita sudah sering merayakannya Papa, malam ini sebaiknya kita di rumah saja," tolak Yin Lee. Ia tidak ingin perayaannya membuat Yang Lee tidak mendapat ijin untuk latihan musik. "Tentu tidak, Sayang. Hal baik seperti ini, harus kita rayakan. Sebaiknya kau bersiap, suru adikmu bersiap juga," ujar sang papa. Yin Lee hendak berbicara ketika Yang Lee tiba-tiba datang dan menyela duluan. "Pa, apakah aku boleh ke rumah Rebecca Wu untuk latihan musik malam ini?" Brendan Lee menatap wajah sang anak dengan tatapan tidak senang. "Kita akan merayakan keberhasilan kakakmu, tidak ada alasan bagimu untuk tidak ikut," ucapnya tegas. "Tapi, Pa ... " "Papa akan menjual pianomu besok supaya kau bisa lebih fokus untuk belajar!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

KEMBALINYA RATU MAFIA

read
11.7K
bc

Si Kembar Mencari Ayah

read
27.9K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.9K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.2K
bc

SESAL (Alasan Menghilangnya Istriku)

read
12.6K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.3K
bc

Aku Pewaris Keluarga Hartawan

read
145.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook