bc

Ruby : The Red Eyed Witch

book_age18+
259
FOLLOW
3.3K
READ
powerful
prince
witch/wizard
princess
royalty/noble
mystery
supernatural
spiritual
ancient
like
intro-logo
Blurb

Ruby terlahir dengan mata merah yang indah namun membawa kutukan, siapa pun yang menatap langsung pada matanya akan mengalami kematian yang mengenaskan. Hal itu menyebabkannya dikucilkan dan harus hidup dalam pengasingan seumur hidupnya. Pertemuannya dengan Azure Brixton, Putra Mahkota yang selalu di bayangi kematian, memberinya kehangatan terakhir yang hampir padam, juga memberinya keberanian untuk kembali berinteraksi dengan manusia lainnya.

Berperan sebagai salah satu orang kepercayaan Putra Mahkota mengajarkan Ruby banyak hal. Cinta, kasih sayang, kepercayaan serta baik dan buruknya manusia, dan juga secara tak sengaja mengungkap mistery tentang masa lalu dan juga kutukannya.

chap-preview
Free preview
Prologue
Gemuruh angin berderu keras, dedauan terombang ambing sedangkan dahannya yang rapuh patah menjadi kepingan. Kuda-kuda meringkik ketakutan dan berlari dari nyala api yang semakin tinggi mewarnai malam. Di sana, di lahan tandus dan berbatu, darah segar menetes mewarnai tanah sedang bau daging panggang memuakkan menguasai udara. Di platform tinggi, berdiri seorang wanita tua dengan berbagai macam luka mengerikan di tubuhnya, gaun putih tidak lagi menampakkan warna asli sedang pupil hitamnya menatap lurus pada pasukan berzirah besi yang berdiri seperti patung batu di depannya. "AKU MENGUTUKMU! Kau! pria yang tangannya berlumuran darah para Kaumku. Keturunanmu, yang pertama dan terakhir dari wanita yang paling kau cintai akan menjadi pewarisku, pewaris seluruh kaumku!" Petir menyambar dan mengelilingi pijakan wanita tua itu "AKU MENGUTUK KETURUNANMU! Dia! akan terlahir dengan kecantikan sejati, Namun setiap tatapannya adalah kutukan. Dia akan berjalan di atas duri dan membelai kematian seperti sutra..." "SERANG!" Aba-aba terdengar lantang dan ratusan anak panah terlontar ke satu arah. Jleb Jleb Penyihir tua itu jatuh dari platform tinggi dan mendarat dengan debaman yang keras, tubuhnya kini di penuhi panah beracun, matanya tidak lagi melihat dan jantungnya telah berlubang. Namun, bibirnya masih menyunggingkan senyuman lebar. "Oh Merlin... Terimalah persembahan berdarahku!" Di dalam kegelapan yang sepi, wanita tua itu melihat sosok gadis dengan mata tertutup kain, tersenyum manis di ladang tandus yang berdarah. "Gadis yang sangat mempesona, sebagai hadiah kelahiranmu, penawarnya akan datang di ulang tahunmu yang ke 20 tahun," bisikan pelan wanita tua itu tertelan gemuruh angin yang mengantarkannya pada kegelapan abadi. *** 7 TAHUN KEMUDIAN Seekor kuda berlari kencang, melintasi hutan lebat, menyeberangi sungai dan mengarungi bukit dan lembah. Di atasnya, gadis muda berkendara dengan wajah pucat, darah telah mengering di gaun birunya, sedangkan rambut panjangnya tidak lagi tertata rapi. Mereka berkendara tanpa henti, siang dan malam, lelah dan lapar. namun, tekad untuk menyelamatkan kehidupan kecil di pelukan membuatnya bertahan. Tetapi, kuda yang mereka kendarai telah mencapai batas kemampuannya, ketika mereka mencapai ujung hutan, kuda itu tiba-tiba meringkik dan jatuh begitu saja ke tanah, tidak lagi mampu untuk berlari. Gadis yang menungganginya bangun dengan panik, memeluk anak berusia enam tahun di dalam gendongannya dengan tangan bergetar, tanpa peduli bahwa luka baru telah terbentuk di tubuhnya lagi. "Ruby? Apa Kau baik-baik saja?" dia bertanya dan memeriksa dengan hati-hati setiap inci tubuh si kecil. Ruby, seorang anak dengan rambut pirang panjang yang bergelombang, menutup matanya dengan kain putih kusam, hanya mengangguk. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat, suaranya serak karena kehausan. Tak lama kemudian, suara puluhan tapak kaki kuda terdengar mendekat. Gadis yang memiliki banyak luka di tubuhnya berlari dengan panik dan masuk tanpa ragu ke ladang ilalang yang tinggi, berlari tak tentu arah tanpa menoleh, terus berlari bahkan jika tersandung, dia akan bangkit lagi. Ketika malam menjelang dan ketika rasa sakit di tubuhnya tak tertahankan, dia akhirnya berhenti dan duduk diam di antara ilalang tanpa batas, tanpa tahu di mana arah dia menuju, tanpa harapan apakah hari esok dia aman. Gadis itu kemudian menunduk, menatap wajah kecil yang bersinar diterpa cahaya bulan, membelai pipi lembutnya dan tanpa sengaja sedikit menggesek kain putih yang menutupi matanya. Beberapa hari ini, sering kali dia putus asa, dia terkadang akan berpikir apa yang akan terjadi jika dia menyingkap kain ini dan mengakhiri penderitaannya? Namun setiap saat pula, akal sehat menyadarkannya bahwa bunuh diri adalah jalan keluar untuk seorang pengecut. "Kau bisa meninggalkanku di sini." Suara serak Ruby terdengar pelan. Anak itu bergerak meninggalkan pelukannya dan duduk dengan baik di hadapannya, menumpukkan kedua tangan di atas paha tanpa perlawanan, mengindikasikan bahwa jika dia ditinggalkan sekarang, dia tidak akan mengejar. "Yang mereka inginkan adalah Aku, Kau akan lebih aman sendirian." Luna, gadis yang masih terlihat cantik meski dengan penampilan lusuh itu meneteskan air mata, dia menutup mulutnya dan menangis sesenggukan seperti binatang yang terluka. Hingga pagi menjelang, Luna akhirnya mencapai ujung ilalang dan masuk ke dalam hutan lebat lagi. Ketika matahari terbenam lagi, akhirnya dia menemukan sebuah gua tepat di sisi sungai mengalir yang jernih. Saat itulah senyum yang berhari-hari tidak terlihat, akhirnya berkembang. "Luna." "Hm?" "Kenapa Kau tidak meninggalkanku?" "Karena Kau adalah Putriku." Luna membelai rambut anak itu dan sedikit mencubit pipinya "Seorang Ibu bisa meninggalkan apa saja, tapi tidak boleh meninggalkan Anaknya." Ruby menunduk, memainkan jemarinya sejenak lalu mengulurkannya untuk melingkari leher Luna, bergerak dan duduk di pangkuannya. Dalam kegelapan, dua orang gadis, satu dewasa dan satu anak-anak saling mendukung untuk memberikan kehangatan di malam yang dingin. Mereka menjalani hari-hari dengan tenang, meski kehidupan hutan sangat sulit, namun hari demi hari Luna dan Ruby menjadi terbiasa. Mereka menjelajahi hutan seperti rumah dan menciptakan senjata mereka sendiri untuk berburu. "Luna." "Ya?" Luna yang sedang merebus tanaman herbal menoleh, dan melihat Ruby sedang memegang setangkai bunga bulat berwarna biru. "Wah, di mana kau menemukannya?" Dia berjalan dan menghampiri Ruby. "Di sebuah lembah, aku menyentuhnya dan merasa bahwa bunga ini cukup unik tapi sedikit rapuh." Ruby mengeluarkan setangkai lain yang bunganya telah jatuh entah di mana. "Ini bunga Dandelion, memang sedikit rapuh. Hanya terkena terpaan angin dan bunganya akan menyebar, tetapi meski begitu, saat bunga-bunga yang tertiup angin itu jatuh ke tanah, mereka akan tumbuh menjadi bunga baru." "Dandelion? Apakah Indah?" Ruby meletakkan bunga itu di depan matanya yang tertutup seolah dia sedang menelitinya. "Indah, terlebih yang kau pegang saat ini adalah Dandelion biru." Luna tersenyum tipis. Ruby yang kini telah telah berumur 9 tahun memiringkan kepala. "Seperti apa warna biru itu?" Senyuman Luna menghilang dan matanya mulai berkaca-kaca. "Ruby, apakah kau mau mencoba membuka penutup matamu?" Anak itu menggeleng "Berbahaya, Aku lebih suka tidak melihat apapun daripada menempatkanmu dalam bahaya." Dia kemudian berbalik dan meniup Dandelion yang masih utuh di tangannya ke halaman bunga yang Luna buat dia sisi sungai. "Aku akan ke sana dan membawa lebih banyak Dandelion untukmu." Sebelum Luna bisa mengatakan apa pun, Ruby telah berlari dengan lincah, melompati bebatuan dan menghindari pepohonan lalu menghilang ke dalam lebatnya hutan. Namun, ketika Ruby kembali dengan seikat Dandelion di masing-masing tangannya, dia tidak menemukan Luna di tempat biasanya dia menunggu Ruby kembali. Hanya dengan bau dan suhu udara, dia tahu matahari hampir tenggelam. Perjanjian mereka adalah jika matahari hampir tenggelam, keduanya harus kembali ke gua. "Luna?" Tuk... Ruby membungkuk dan memungut serpihan kuali yang terbuat dari tanah liat. Kuali yang sama, yang tadinya dipakai Luna untuk merebus obat herbal. Setelah menjelajah beberapa detik, Ruby menyadari bahwa tempat itu sangat berantakan, semua kendi dan bebatuan yang mereka susun sebagai meja makan bergerak ke tempat lain. Saat itu pula, angin sepoi berhembus, dan membawa bau amis yang sangat Ruby kenali, bau darah. Dengan panik, dia berlari ke arah bau darah itu berasal, dalam hati memohon agar prasangka buruk yang dia miliki tidak benar, bahwa Luna baik-baik saja dan hanya menemukan binatang yang bisa menjadi santapan makanan malam mereka. Duk Bruk Ruby tiba-tiba tersandung sesuatu dan jatuh tersungkur. Tanpa desisan atau rengekan sakit, dia menyentuh benda yang menyandungnya. Detak jantungnya semakin berpacu ketika menyadari bahwa yang dia pegang adalah kaki seorang manusia. "Well, lihatlah apa yang aku temukan, bagaimana bisa ada seorang gadis kecil di sini?" Meski mendengar suara itu dan langkah kaki yang mendekat, Ruby tidak menoleh dan hanya terus memeriksa tubuh yang terbaring kaku di tanah. "Luna?" Suara anak itu yang biasanya sangat tenang kini bergetar, cairan lengket yang menggenang di sisi tubuh yang dia periksa telah menodai pakaian dan tangannya. "Luna! Bangun! Hari hampir malam, Kita harus kembali, Kau bilang binatang buas sangat ganas di malam hari. Lalu kenapa Kau tidur di sini? LUNA!" Ruby menyentuh luka menganga di d*da Luna dan menyadari bahwa tubuh Luna yang dingin sama sekali tidak memakai baju. "Berisik sekali, bawa dia padaku." Suara serak pria itu kembali terdengar dan empat pasang tangan pria dewasa menarik Ruby menjauh dari tubuh Luna. "LUNA! AHH! LEPASKAN AKU!" Ruby memberontak, menolak dan menendang, namun apa daya, tubuh mungilnya tidak bisa menandingi tenaga dari dua pria dewasa. "Tuan, dia anak yang cantik, tapi sepertinya dia buta." seorang pria yang menenteng anak panah mendekati pria yang sedang duduk dengan congkak di atas batu. "Siapa peduli, yang menyenangkanku bukan matanya kan?" Mereka adalah gerombolan pemburu yang sedang mencari mangsa, namun berakhir tersesat karena rindangnya hutan. Namun siapa sangka ketika mereka mengikuti aliran sungai, mereka bertemu gadis cantik di tengah hutan ini. Bagi sekelompok pria yang tersesat berhari-hari, bertemu gadis seperti ini adalah seperti bertemu tumpukan daging segar yang tidak akan mereka lewatkan. Tetapi yang tidak mereka sangka adalah, gadis itu cukup tangguh untuk membunuh beberapa dari mereka dan masih melawan hingga di nafas terakhirnya. Dan pemimpin mereka masih kecewa karena yang dia nikmati hanyalah daging dingin. Tapi siapa yang menyangka mereka menemukan daging segar lain yang lebih muda dan jauh lebih cantik, walaupun tidak bisa dinikmati saat ini, mereka bisa membawanya pulang dan dibesarkan. Ruby dijatuhkan di depan kaki seorang pria, yang hanya dengan beberapa meter dengannya membuat Ruby mual karena bau. "Wah, benar-benar cantik, Aku benar-benar penasaran bagaimana indahnya jika kau dewasa?" pria itu menarik rambut Ruby untuk membuatnya mendongak. Ruby bernafas perlahan, bibirnya yang bergetar perlahan membentuk lengkungan tipis. "Luna berkata, mataku sangat cantik. Maukah kau melihatnya?" bisiknya pelan. "Apa yang bisa dilihat dari matamu?" Salah seorang dari sepuluh pemburu itu mengolok. "Kau ini buta." Yang lainnya ikut tertawa penuh cemoohan. Ruby menunggu mereka berhenti tertawa dan kembali bersuara. "Aku juga berharap bisa melihat mataku, mata yang membuat semua orang di negeriku menyebutnya setiap malam." Pemimpin yang sedang mencengkeram rambut Ruby tersenyum dan menelisik setiap inci wajah anak itu. "Mendengarmu mengatakan itu, juga membuatku penasaran." Dia kemudian mengulurkan tangannya yang bebas untuk menarik ikatan penutup mata Ruby. "Aku juga sangat penasaran." Setelah berkata seperti itu, Ruby yang dalam sembilan tahun hidupnya hanya melihat kegelapan, menyambut cahaya pertama yang menembus matanya. Dia juga melihat warna pertama dalam hidupnya. Langit biru, awan putih, hijaunya dedaunan, pohon yang kecoklatan. Namun warna paling terang yang dia lihat hari itu adalah warna merah dan raut wajah manusia yang pertama dia amati adalah ketakutan, rasa sakit dan penderitaan. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.7K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

A Secret Proposal

read
376.3K
bc

T E A R S

read
312.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook