COGAN, I'M COMING

"Mungkin bertemu denganmu di hari itu adalah takdir yang membawaku masuk ke dalam cinta dalam diam." Pernahkah kau merasa kalau kamu ada tapi dianggap tidak ada? Pernahkah kamu merasa jadi orang tak terlihat? Tidak transparan tapi aura kehadiran zero? Padahal kamu sama sekali tidak merasa punya kekuatan supranatural. Jika iya, kita senasib. Namaku adalah Salsabila Usually. Serius? Yup. Itu namaku. Aku seorang pelajar SMA kelas XI di sebuah Sekolah Negeri di kotaku. Selama setahun lebih di sekolah ini, tak ada satu pun guru yang mengingat nama atau wajahku. Bahkan sering kali terlewat di kala absensi. "Selamat pagi, Bu", sapaku ke seorang guru ketika suatu hari tak sengaja bertemu di jalan. Guru itu menatapku heran. Tergambar jelas kebingungan di wajahnya. "Siapa ya? Muridku dimana?" tanyanya. "Usually, Bu. Saya IPS-2. Ibu wali kelas XI-IPS 2 kan?" Guru itu terpaku sebentar lalu melupakan kehadiranku ketika seorang temannya menghampiri. Terkadang aku heran, sesulit itukah namaku? Bukankah nama aneh biasanya mudah diingat? Aku tidak berharap lebih. Jangankan diingat oleh guru, teman sejati rasanya tidak ada. Satu-satunya teman yang aku miliki adalah handphoneku. Meski itu bukan 'seseorang' setidaknya 'dia' mengenaliku setiap kali aku bersuara. Aku sudah lama kehilangan sesuatu yang disebut pertemanan. Bagaimana rasanya bergosip ria, nongkron, makan Bersama atau saling meminjamkan uang, aku tak tahu rasanya. Semua itu hanya ada dalam imajinasiku. Aku diakui. Kadang. Walau untuk situasi tertentu saja. "Eh, kamu kelompokku kan? Kamu yang buat makalahnya ya. Ntar habis berapa aku ganti uangmu. Okey." "Eh, kau mau ke kantin ya? Nitip mie Pak Cing, dong! Yang antre banyak banget. Nih uangnya. Thanks ya." "Eh, kamu bebas'kan? Gantiin aku piket dong. Males banget. Ntar aku traktir ya." "Eh, bukumu lengkap nggak catatannya? Pinjem, dong. Asli catatanku kosong." Yup! Walau pahit diakui, mereka semua hanya menganggapku akar benalu. Yang akan terlihat ketika mereka hampir jatuh ke dalam jurang dan hanya aku satu-satunya yang bisa dijadikan pegangan. Aku sudah menerima takdirku, sudah pasrah sepasrah-pasrahnya hingga suatu hari aku bertemu dengannya. Hari itu, aku baru saja keluar dari kelas dan hendak ke kantin untuk menunaikan tugasku menjadi pembantu dadakan. Saat sedang antre, sebuah colekan di lenganku membuatku berbalik. "Kak, sorry. Mau nanya, menu kantin paling enak apa ya?" Suara lembut yang bagaikan angin musim semi itu mengalihkan pandanganku yang biasanya aku tekuk kebawah. Kali aja ada uang jatuh. Lumayan. Aku mendongakkankan kepalaku tinggi-tinggi. "Eh?" Aku tidak langsung menjawab, hanya melihat kearah sumber suara. Aku terpaku melihat seorang cowok yang luar biasa ganteng berdiri di depanku dengan tersenyum manis. "Kak, menu kantin yang enak apa ya?" ulangnya. "Mi..Cing," jawabku kikuk. "Emang ada?" tanyanya heran. "Anu.. mie Pak Cing maksudnya. Sorry." Entah kenapa malah minta maaf. "Owh. Thanks, Kak Usually," katanya yang membuat mataku melotot. Kaget. Dia tahu namaku. "Ka-kamu.. tahu namaku?" tanyaku dengan suara sedikit nyentrik. "Tahulah. Kakak yang selalu nyebutin nama kalau beli mie'kan? Kakak lucu, deh. Yaudah thanks ya. Bye," jawabnya lalu berlari pergi. Aku tersenyum. Senang. Sejak hari itu aku sudah memutuskan. Aku akan menjadi stalkernya.