bc

Bittersweet

book_age16+
1.1K
FOLLOW
7.0K
READ
family
badboy
sensitive
brave
drama
tragedy
no-couple
heavy
illness
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Berbagai hal terjadi dalam kehidupan ini. Entah itu suka atau pun duka. Namun, Hasya berpikir itu tak terjadi dalam kehidupannya setelah hari itu, hari yang mengubah segalanya. Hari itu sukses menjadi titik balik di hidup Hasya.

chap-preview
Free preview
01 - Si Keras Kepala
"Hasya nggak mau, Pa!" "Papa nggak peduli. Kalau kamu nggak terima, kamu bisa pergi dari rumah. Silahkan," ujar seorang pria paruh baya. Hasya mendengus kesal. Ia dipaksa masuk ke ruang kerja sang ayah dan harus menerima berbagai omelan. "Dari dulu Papa selalu denger omongan Hasya. Apa sekarang nggak bisa sedikit pertimbangin? Sedikit aja, Pa. Aku juga anak Papa." "Kamu bukan anak Papa lagi kalau tidak mau menurut." "Oke. Papa maunya Hasya yang angkat kaki, kan? Permintaan Papa akan segera terkabul," putus Hasya tanpa pikir panjang. Pikirannya sudah terlanjur kelabu dan tak bisa berpikir apa-apa. Ia lelah dengan kekeras kepalaan sang ayah yang semakin menjadi. Tanpa mengucap kata salam ia berbalik dan membuka pintu penuh emosi. Juna dan Dipta yang berdiri di depan pintu tersentak kaget. Mereka tak tinggal diam dan mengikuti si bungsu ke kamarnya. Mereka mengernyit bingung ketika melihat si bungsu malah mengemasi pakaiannya ke dalam koper. "Sya, lo mau apa?" Dipta mengeraskan suaranya. Hasya tak menjawab. Ia sibuk memasuk-masukkan pakaiannya. "Hasya!" Juna sebagai yang sulung buka suara. Disentaknya Hasya hingga anak itu berhenti dengan napas yang memburu. Hasya memejamkan mata untuk sejenak. Menetralisir emosi yang membara di dalam d**a. "Gue mau pergi." "Pergi kemana? Gila ya lo?" Dipta melotot. "Yang jauh, ketemu Mama sekalian kalau bisa." Juna menarik lengan sang adik. "Hasya! Ngaco aja kalo ngomong." "Gue nggak mau liat Papa bawa istri dan anak barunya! Jadi biarin gue pergi," teriak Hasya. Urat di leher cowok itu sampai menyembul. Wajahnya merah padam karena amarah. Dipta menggeleng. Ia lalu memaksa Hasya untuk duduk terlebih dahulu. "Lo udah besar, Sya. Harusnya lo nggak boleh kayak gini. Papa berhak bahagia. Papa berhak punya seseorang buat mengisi hatinya yang kosong." "Tapi itu tempat Mama!" kata Hasya. "Hasya!" "Apa?! Gue bener kan?" Napas cowok itu semakin memburu. Menandakan kalau emosinya semakin meluap-luap. Dari sorot mata tajam itu bisa terlihat kalau Hasya tidak main-main. "Coba dulu terima mereka. Tante Hana sama Aryesh itu baik, kok." Juna berusaha melunak. Menghadapi Hasya dengan otot tidak ada gunanya. Namun, gelengan kuat yang ia terima. "Nggak bisa. Sampai kapan pun, gue nggak mau!" "Lo keras kepala banget sih jadi orang!" dengus Dipta. "Udahlah, Bang, biarin aja dia pergi. Paling baru berapa langkah udah balik lagi karena takut." "Oh, lo ngeremehin gue?" Hasya menyorot Dipta tajam. Dengan segera ia menarik kopernya dan melenggang melewati kedua kakaknya itu. "Hasya! Jangan dengerin Dipta, dia cuma bercanda!" cegah Juna. Dipta yang masih tak percaya bahwa Hasya berani melarikan diri dari rumah masih santai. Mengekor pelan di belakang Juna yang kalang kabut. Langkah Hasya mendadak berhenti. Secara tiba-tiba, karena sang ayah sudah berdiri di hadapannya. Bersama dua orang lain di balik tubuh tegap itu. Tangan Hasya terkepal. Ia tahu siapa dua orang di sana. Dan ia tidak suka melihat mereka. Juna dan Dipta juga terpaksa berhenti. Keduanya menahan napas untuk beberapa detik. Entah kekacauan apa yang akan terjadi di sini. "Aryesh dan Hana akan tinggal di sini," ucap pria paruh baya yang tidak lain merupakan papa Hasya. "Terserah Papa. Hasya nggak peduli. Lebih baik Hasya jadi gelandangan di luar sana!" tukas Hasya dengan segenap nyalinya. "Sahasya Putra Dirgantara!" Hasya tersentak. Ia menatap tak percaya serta takut pada sang ayah. Sudah lama sejak ia mendengar Arga berteriak seperti itu. Tubuh cowok itu langsung bergetar. Disusul dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Juna yang paham kalau Hasya ketakutan, menarik pemuda itu mundur. Menyembunyikan Hasya di belakangnya. "Pa, jangan bentak Hasya." Helaan napas gusar terdengar dari Arga. Ia kelepas saking emosinya. "Han, kamu sama Aryesh ke kamar aja dulu. Urusan Hasya biar aku yang tangani. Maaf atas ketidaknyamannya, ya." Hana dan Aryesh menurut. Mereka cukup tahu diri untuk tidak ikut campur masalah Hasya yang sulit untuk menerima keberadaan mereka. Tangan Hasya mencengkeram erat kemeja yang Juna pakai. Air matanya mulai mereda. "A-bang ..." lirihnya parau. Juna yang tidak siap hampir saja limbung karena tubuh Hasya yang tiba-tiba lemas. Beruntung Dipta cukup gesit hingga bisa menahan beban tubuh Hasya. Tidak sempat untuk menunjukkan keterkejutannya, Arga cepat-cepat membawa putra bungsunya itu untuk berbaring di sofa. Hasya sering begini kalau terlalu tertekan. Bahkan lebih parahnya bisa sampai pingsan. Deruan napas pendek dan bunyi lain yang menyertai jelas menandakan kalau Hasya tumbang perlahan. Hasya mengernyitkan dahi. Merasakan saluran pernapasannya yang mulai menyempit. Dan menyulut rasa paniknya. Ia bergerak gelisah dengan mata tertutup. Juna berusaha menenangkan Hasya sebisa mungkin. "Hasya ... Hasya ... dengerin Abang. Jangan panik. Napas pelan-pelan," kata Juna mengintruksi. Dalam keadaan seperti ini Hasya bisa cepat menurut. Beberapa menit kemudian ia bisa membuka matanya meski dengan napas terengah. Ia menatap kedua saudara laki-lakinya sayu. Lalu pada Arga yang tampak khawatir. Well, Arga merasa bersalah karena membentak Hasya. Dipta mendengus lega. Ia tentu saja syok dengan apa yang barusan terjadi. Tak menyangka kalau aksi nekat Hasya akan berakhir seperti ini. Namun, dari terjadinya hal ini, ada hal baiknya juga. Yaitu Hasya tidak jadi pergi dari rumah. Dengan keadaan seperti itu, Hasya bahkan tidak bisa kembali ke kamarnya sendiri. Hasya itu jarang sakit sebenarnya, ia selalu berusaha menjaga kesehatan dengan menghindari segala sesuatu yang bisa memicu penyakit turunan yang ada dirinya sejak lahir itu. Karena pada hakikatnya, Hasya memang tidak suka sakit. Tapi kini ia harus berbaring lemas di sofa dengan tatapan cemas dari orang-orang terkasih. Dimana itu adalah hal yang sangat tidak ia sukai. Ia hampir kehilangan kendali diri beberapa menit lalu. Saat ia merasa oksigen mulai memusuhinya. "Pa, jangan lihatin Hasya gitu. Abang-Abang juga. Hasya nggak papa," ujar cowok itu lalu berusaha bangkit meski akhirnya gagal karena lemas. Juna mau tak mau turun tangan. Menyandarkan tubuh sang adik pada kepala sofa. Dipta memukul pelan lengan Hasya. "Lo, tuh, makanya jangan keras kepala jadi orang. Nggak enak kan kalo sakit?" "Gue nggak sakit! Cuma lemes sama sesak sedikit," kata Hasya berkelit. "Masih sesak emangnya?" tanya Juna. Guratan khawatir di wajah tampan itu semakin kentara. Dan membuat Hasya tidak nyaman. Hasya menggeleng. "Nggak." Kemudian mematung saat tangan besar Arga mendarat di kepalanya. Ia bisa menangkap raut bersalah milik sang ayah. "Maaf, ya, Papa terlalu keras. Jangan ngambek, ya?" Hanya diam yang menjadi jawaban Arga. Si bungsu tak mau bersuara. "Udah, Pa. Besok aja lagi. Hasya perlu istirahat, besok pagi Papa bisa bicara sama dia." Mendengar usulan itu membuat Arga mau tak mau menurut. Menyerahkan si sulung yang sudah semakin dewasa itu. Umurnya baru 20 tahun tetapi bisa berpikir lebih dewasa dari dirinya. Dipta mengulurkan tangannya pada Hasya. Berniat memberikan bantuan. Namun diberi gelengan oleh Hasya. "Kuat sendiri." "Halah-- tuh, kan, oleng lo!" Dipta cepat-cepat menahan Hasya. Lalu memapah cowok keras kepala itu. Hasya mendengu kesal. Meskipun ia anak bungsu, ia tidak terlalu suka jika diperlakukan begini. Well, ia merasa sudah besar dan tidak perlu hal semacam ini. Baru beberapa langkah. Pundak Dipta terasa lebih berat. "Bang, sesak lagi." Keluh Hasya. Ia menunduk, kelihatan sulit bernapas hingga harus membuka mulut. "Sya, Sya, jangan nakutin!" Dipta panik. "Bang Juna!" pekik Dipta sesaat setelah Hasya kehilangan kesadaran dalam rangkulannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.1K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.2K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.3K
bc

Married By Accident

read
224.0K
bc

Bastard My Ex Husband

read
382.9K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook