bc

Malam Membawa Luka

book_age18+
159
FOLLOW
1K
READ
family
escape while being pregnant
second chance
goodgirl
independent
drama
twisted
sweet
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

“Ma, Pa, Ririn … Ririn … ha-ha-mil.” Suara gadis bernama Ririn terdengar lirih dan pelan. Gadis itu menunduk melihat lantai keramik berwarna putih polos. Kedua tangannya gemetar memegang sebuah benda kecil berwarna putih yang adalah sebuah test-pack.

Airin Natasya Wicaksono harus mengalami hal yang tak pernah pernah terpikir di dalam benaknya, yaitu hamil di luar nikah. Semua terjadi setelah seorang pria asing membekapnya dan memasukkannya ke kamar hotel. Ririn pun melarikan diri dari rumah karena kedua orang tuanya tak mau menerima bayi yang sedang ia kandung.

Tujuh tahun kemudian, ia bertemu dengan seorang pria bernama Tommy Nicholson dan membina hubungan asmara dengannya. Namun, apa yang harus Ririn lakukan ketika ia bertemu ayah kandung dari putrinya? Akankah ia melanjutkan hubungannya dengan Tommy atau memilih hidup bersama pria yang pernah menidurinya dulu? Apakah ia mampu memaafkan pria yang memberinya luka di malam itu?

chap-preview
Free preview
Kenyataan Pahit
“Ma, Pa, Ririn … Ririn … ha-ha-mil.” Suara gadis bernama Ririn terdengar lirih dan pelan. Gadis itu menunduk melihat lantai keramik berwarna putih polos. Kedua tangannya gemetar memegang sebuah benda kecil berwarna putih. Di pelupuk matanya buliran bening sudah siap mengalir. “Apa? Bisakah kamu ulangi sekali lagi? Apakah Papa tidak salah dengar?” tanya seorang pria berkumis berusia lima puluh tahunan. Pria yang dipanggil ‘Papa’ itu menatap putrinya tajam. Ririn diam tak menjawab. Buliran bening mulai mengalir dari sudut mata gadis berusia 20 tahun itu. Ia terus menunduk, tak berani menatap kedua orang tuanya. Rasa bersalah membuatnya sangat ketakutan. “Ririn … jawab, Nak. Apakah yang kamu katakan itu benar?” tanya sang mama dengan nada khawatir. Ia duduk di samping putrinya lalu memegang kedua pundak gadis itu pelan. Dengan sedikit memaksa, sang mama mengarahkan wajah Ririn agar berhadapan dengannya. Ririn menarik napasnya dalam-dalam. Ia menyeka air mata yang mulai mengalir di pipinya. Perlahan ia mengangkat kepala, menatap kedua orang tuanya secara bergantian. “I-i-ya, Ma, Pa,” jawab Ririn pelan. Gadis itu mengerjapkan mata, menahan agar air mata tak kembali jatuh. “Apa kamu bilang? Kamu hamil? Bagaimana mungkin itu terjadi, Rin?” Suara pria berkumis yang adalah papa Ririn terdengar menggelegar. Mata pria itu melotot menatap putrinya tajam. Napasnya memburu, menahan amarah yang mulai berkecamuk di hatinya.   Ririn kembali terdiam. Gadis itu tahu bahwa kabar yang baru saja ia berikan sangat mengejutkan bagi kedua orang tua yang begitu disayanginya. “Ririn, jawab pertanyaan Papa. Bagaimana itu bisa terjadi?” hardik Papa Ririn setengah berteriak. “Ririn … Ririn tidak tahu, Pa,” jawab Ririn tergagap. Air mata yang sedari tadi dibendung perlahan mulai tumpah. “Bagaimana mungkin kamu tidak tahu?” teriak papa Ririn. Ririn menunduk dalam. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya. Air matanya sudah mengalir deras. Pundak gadis itu pun ikut bergerak, mengikuti irama tangisannya. Suara sang papa kembali terdengar, mempertanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi. Ririn terus menangis, mengabaikan pertanyaan papanya. “Ririn!!” Papa Ririn kehilangan kesabaran. Suara teriakannya memenuhi ruang tamu yang berukuran luas. Ririn mengusap air matanya. Mau tak mau, ia harus mengumpulkan keberanian untuk menghadapi kedua orang tuanya. Ririn bangkit dari duduknya lalu berjalan pelan menghampiri papanya. Ia kemudian berdiri berhadapan dengan papanya. Ririn membuka tangannya. Sebuah benda kecil berwarna putih terlihat di sana. Papa Ririn menyambar benda tersebut secepat kilat. Ia mengeratkan rahangnya begitu melihat dua garis merah yang tampak jelas pada benda yang ternyata adalah sebuah stick testpack. “Kamu … kamu benar-benar hamil?” gertak papa Ririn. Tangannya masih memegang kedua ujung stick testpack. Mama Ririn juga ikut penasaran. Ia berdiri tepat di samping sang suami lalu merebut stick testpack darinya. Matanya seketika membulat melihat benda tersebut. “Ka-kamu, Rin?” Mama Ririn tak kalah kaget dari suaminya. “Maafin Ririn, Ma, Pa,” ucap Ririn. Ia tak tahu harus berkata apa lagi selain minta maaf. Mendengar permintaan maaf dari Ririn justru membuat papa Ririn semakin marah. Ia mengepalkan kedua tangan untuk menahan amarahnya. “Siapa pelakunya?” tanya papa Ririn dengan suara berat. Hening, Ririn tak menjawab. Ia kembali menundukkan kepalanya. Tangan Ririn masih terus bertaut di depan perutnya. Kegugupan tampak jelas dari tingkah polahnya. “Siapa pelakunya, Ririn?” Suara papa Ririn kembali terdengar, kali ini dengan nada yang lebih tinggi. Mama Ririn memegang lengan kiri sang suami, khawatir suaminya itu tak bisa menguasai diri. Setelah terdiam selama beberapa saat, akhirnya Ririn menjawab, “Ririn … Ririn tidak tahu, Pa,” jawab Ririn pelan sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Plakkk Sebuah suara tamparan terdengar, menggema di ruang tamu yang sepi. “Pa, cukup!” Mama Ririn memegang kedua tangan sang suami erat, mencegah pria itu agar tak kembali melayangkan tamparan di pipi putri mereka. Ririn menunduk sambil menangis. Ia memegang bekas tamparan di pipi kirinya. Perih, itu yang Ririn rasakan. “Jawab pertanyaan Papa. Siapa ayah dari anak yang ada di kandunganmu?” tanya Papa Ririn tegas.            “Ririn tidak tahu, Pa,” jawab Ririn jujur.            “Sungguh memalukan. Bagaimana mungkin kamu tidak tahu?” hardik papa Ririn lagi. Ririn menggeleng, “Ririn tidak tahu, Pa.” Brakkk Meja kayu kecil menjadi sasaran tendangan papa Ririn. Vas bunga yang ada di atas meja tak selamat, benda itu hancur berkeping-keping. Ririn hanya terisak. Ia tahu bahwa papanya sudah sangat marah. “Pa, sabar, Pa. Kita dengarkan penjelasan Ririn dulu, kasih dia kesempatan bicara,” ucap mama Ririn. Wanita itu menarik paksa lengan suaminya dan mengajaknya untuk kembali duduk. Papa Ririn menatap tajam putrinya yang masih sibuk menyeka air mata dengan beberapa lembar kertas tisu wajah. Dengan terpaksa ia menuruti keinginan sang istri. Ia kembali duduk di sofa, berdampingan dengan istrinya. Mama Ririn menggandeng lengan suaminya, mengelusnya pelan, sambil terus berbisik agar pria itu bisa kembali tenang. “Rin, duduk!” perintah mama Ririn dengan nada tegas. Ririn menurut. Ia duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang diduduki papa dan mamanya. Papa Ririn hanya diam. Ia menyandarkan tubuh di sofa dengan kedua mata terpejam. Tangan kanannya memijat pelan area di antara alisnya. Tangan kirinya masih digenggam erat oleh sang istri. “Rin, jawab jujur pertanyaan Mama. Siapa ayah dari bayi di kandunganmu?” selidik mama Ririn. Ririn tertunduk. Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia kemudian mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. “Ririn tidak tahu, Ma … Ririn tidak tahu,” sahut Ririn pelan. Ia menatap kedua orang tuanya. Papa Ririn masih menutup kedua matanya. “Lalu bagaimana itu bisa terjadi?” tanya mama Ririn. Ririn mengangkat kepalanya, melihat langit-langit rumah sambil kembali mengingat peristiwa beberapa bulan lalu. Mama dan Papa Ririn menunggu jawaban dari putri mereka itu. Air mata Ririn kembali turun secara perlahan. Ia menyesali semua yang sudah terjadi. Ia menyesal karena telah menghancurkan hati kedua orang tua yang sangat ia sayangi dan hormati. Puas melamun, Ririn mengambil tissue yang ada di atas meja. Gadis itu membersihkan wajah yang sudah basah akan air mata. Ia mengatur napas sambil mengumpulkan keberanian untuk menceritakan sebuah kejadian yang dialaminya sekitar tiga bulan lalu, kejadian yang tak pernah ia pikirkan akan menimpa dirinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook