bc

SILVERELLA

book_age16+
371
FOLLOW
2.3K
READ
friends to lovers
independent
self-improved
drama
tragedy
comedy
sweet
bxg
mystery
brilliant
like
intro-logo
Blurb

Tolong!!! Siapapun, help me, please!!!

Tubuhku sakit sekali. Panas! Panas! Suara sisa-sisa percikan api memekakkan telingaku. Ya Tuhan, beri aku kekuatan!

"Toloong!!" Aku berucap lirih. Mengharapkan pertolongan yang kini sangat aku butuhkan. Panas! Panas! Wajahku... Oh tuhan, wajahku!

"Ini lah akhir hidupmu! Gunakan sisa nafasmu untuk mengucapkan selamat tinggal untuk dunia," ucapan suamiku itu terbersit dalam benakku. Dan setelahnya, pandanganku hitam. Gelap temaram menenggelamkan diriku dalam sebuah kesunyian. Tersesat, gelap, sepi.

******

"Lalalalala Lalalalala.... Hihihihi," Suara itu? Suara anak kecil itu? Semakin mendekat padaku. Siapa mereka? Tampak bersahutan merdu memenuhi telingaku. Berhenti kalian! Suara kalian menakutiku!

Mereka semakin dekat! Oh tuhan! Matanya, mata mereka mengeluarkan darah dengan wajah yang remuk tak berbentuk. Apa mereka hantu? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin. Selamatkan aku Tuhan.

"Aaaarrrggghh!!" pekiku ketika tangan mungil nan dingin mereka menarik kakikku. Semakin yakin lagi jika mereka bukanlah manusia. Mengingat anak kecil sekecil botol bisa menyeretku keluar dari gedung tua ini. Apa mungkin aku sudah menyusul mereka ke alamnya? Aaarrghh, tidak! Siapapun, tolong katakan tidak!

chap-preview
Free preview
1. New Beginning
 "Matilah! Matilah! Kau adalah malapetaka bagiku, dasar upik abu! Dan asal kau tau, aku menikahimu karena ingin menguasai semua hal yang menjadi milikmu. Yaa aku ingin hartamu! Harta ayah tua bangkamu yang sudah tertelan tanah. Maka dari itu, aku tak ingin public tau jika aku memiliki istri memalukan sepertimu. Dan sekarang giliranmu menyusul ayahmu! Selamat tinggal istri jelekku!!" Duaaaar!!! ****** Silau... Dimana aku? Kenapa banyak sekali alat melekat dalam tubuhku? Apa yang terjadi? Siapa yang membawaku kemari? Tak lama, derap langkah semakin mendekat. Uhhh... Tubuhku susah sekali untuk digerakkan. "Tolong deteksi Skala Glasgow dan berikan laporannya!" "Baik, Dok! Skala Glasgow, poin 3 respons verbal, poin 4 pembukaan mata, poin 3 respons gerak terhadap perintah." Aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang diucapkannya. Koma? Aku koma? Benarkah? Sebuah tangan bersuhu dingin membuka kelopak mataku. Menyoroti mataku dengan sebuah cahaya. Setelahnya, yang aku lihat adalah sebuah senyuman lebar pria tampan yang sedang memeriksaku. "Syukurlah! Ini keajaiban. Setelah dua puluh hari, pasien sadar total dari koma pasca operasi. Sesuai dengan diagnosanya. Kerjasama yang bagus, Sus!" Dua puluh hari? Selama itukah? Aku mencoba membuka mataku yang terasa berat. Sekujur tubuhku lemas rasanya. "Suster! Tolong periksa tekanan darahnya dan berikan antibiotik untuk mengatasi sisa racun karbon monoksida yang kemungkinan masih bersarang di otaknya. Saya permisi," ucap Dokter itu pada susternya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa otakku sulit sekali berpikir? ****** "Sayang... Akhirnya kau pulang juga. Selamat ulang tahun pernikahan kita yang ke-2 ya. Aku bahagia hari ini." Itu aku! Ya itu aku! Aku ingat semuanya. Mimpiku menuntunku untuk mengingat semuanya. "Jangan menyentuhku!" "Ada apa denganmu?" "Kita cerai!" Aku tampak kesakitan! Sakit hati! Apa yang dipikirkan pria itu? Bagai sebuah movie, mimpi ini semakin menenggelamkanku. Menjawab semua kepenasaranku atas apa yang terjadi padaku. "Hiks.. Hiks.. Kenapa kau tega padaku?" nafasku menggebu-gebu menyaksikan suamiku sedang b******u mesra dengan seorang wanita muda nan cantik pemilik rumah produksi yang sangat teramat kaya dan dikenal. "Errghh!!" tangisku pecah dalam diam. Di balik tirai ini aku sendiri dengan kaki yang lemas bagai kertas. Kesetiaanku pada suamiku disia-siakan seperti ini. Jadi ini yang menjadikannya mengambil keputusan untuk menceraikanku. Sial! Hartaku, tanahku, rumahku, perusahaan milik ayahku, semuanya dia rebut! Dia bagai orang yang hebat di mata orang banyak. Lihat saja, Nico Jeremias, aku akan berteriak pada dunia jika kau adalah penggila harta! Aku akan merebut kembali hartaku. Bruk! Ahh sial! Kenapa ada pot bunga di sini! Aku harus segera pergi dan mencari sertifikat itu. Iya, harus! "Beraninya dirimu?!!" Dia menjambak rambutku dengan seenaknya. Oh Tuhan, Inikah pria yang kucintai? Cih!!! Kenapa aku begitu bodoh bertahan seperti ini? Kenapa aku selalu menyangkal kecurigaanku padanya? Aku menyesal! Tapi... aku tahu aku sangat mencintainya. "Sekali saja kau buka mulutmu untuk membuka semuanya. Mati kau di tanganku!" Dia mendorong tubuhku dengan keras. Aroma amis darah tercium ketika cairan merah itu keluar dari jidatku. "Bajingannya dirimu, Nico! Tunggu pembalasanku!!" jeritku kala itu. Tak peduli dengan mama mertuaku yang selalu mengolokku. Kenapa aku harus terjebak dalam keluarga biadab ini hanya karena cinta yang tak mungkin terbalas? Kenapa aku percaya padanya kala dia melamarku dulu? Kenapa aku begitu percaya diri jika dia mencintaiku juga? "Nyonya... Bangunlah! Ini jadwal anda untuk meminum obat," ucap suara yang aku yakini tak ikut andil dalam mimpiku. Penampilanku tampak berbeda dengan pertama kali aku sadarkan diri di rumah sakit ini. Sudah seminggu yang lalu rupanya. Kapan aku pulang? Tapi pulang kemana? "Selamat pagi menjelang siang, Nyonya!" Dokter tampan itu tersenyum padaku. "Biar saya periksa dulu ya," ujarnya meminta izin. Aku hanya terdiam meneliti wajahnya. Sempurna. Kulit putih mulus dan bersih, hidung runcing, mata indah, bibir penuh, dan rahang yang tegas. Tak pantas denganku. Shit! Apa yang aku pikirkan sebenarnya? Jelas tak mungkin dia menjadi milikku. Oh iya, apa kabar dengan wajahku. Wajah yang kemarin menyerupai monster hitam. Apa masih seperti itu? Kegiatanku terganggu karena seorang suster memberiku tujuh pil pahit yang sangat aku benci ditambah berikut segelas air mineral yang tampak segar. Bayangkan saja, tujuh! Ahh ya sudahlah. "Rajin-rajin mengonsumsi obatnya, Nyonya," ucap si dokter tampan seraya mengedipkan matanya yang dihiasi bulu yang indah. Dia mengedip padaku? Atau pada bantal yang kupakai? "Kau pasien yang hebat! Kebakaran itu tak bisa dikatakan tingkat I. Tapi dirimu berhasil melewatinya. Oiya, aku menemukan ini," Katanya. Dia menyodorkan sebuah tas kecil dan juga map coklat yang tersisa setengah. Terlihat guratan hitam bekas pembakaran di map tersebut. Map apa itu? Aku membukanya dengan kehati-hatian penuh. Dokter tampan masih terduduk di sini. Sisa kami berdua di ruangan ini. Karena Suster Vhirra, ya aku baru mengetahui namanya tiga hari yang lalu, sudah melenggang pergi dari ruangan bau obat ini. Surat kepemilikan? Mimpi itu? Tanpa sadar mulutku terbuka. Pikiranku kacau-balau. Setengah sertifikat rumahku terbakar. Dan sekarang aku punya apa sebagai bukti? "Nyonya? Kau baik-baik saja?" tanya Dokter ... ehm ... Gestazh Aldy Hamizan? Nametag yang berguna. "Tasku?" aku menanyakan tasku yang tadi tak kuhiraukan karena teralihkan pada map coklat yang barusan aku pegang. Dia memberikannya padaku. Tas berwarna biru muda itu kini berubah menjadi sedikit tua. Semoga isi di dalamnya masih utuh, mengingat tas ini yang terbuat dari bahan kulit, mungkin sedikit aman. Ya, sedikit kemungkinan. Aku membukanya dan mataku berbinar ketika melihat sebuah MP3 dengan tambahan alat record berwarna hitam masih bertengger disana. Setidaknya aku masih memiliki ini. Saking senangnya, aku tak menyadari jika tasku terjatuh. Dokter Gestazh membantu mengambilnya. Baik sekali... "Sharenia Kelly Adyamoca." Si tampan itu mengejakan nama wanita yang sepertinya aku kenal pada sebuah KTP yang aku yakini itu milik nama tersebut. Apa itu aku? Ya kerja otakku masih lambat, maklumi saja. "Nama yang indah. Perkenalkan, aku Gestazh Aldy Hamizan. Dokter yang menanganimu selama sebulan ke belakang," ucapnya tulus. Dia mengulurkan tangannya ke arahku. "Terima kasih, Dok! Namaku__," "Sharenia Kelly Adyamoca," katanya memotong ucapanku. ****** Hari ini adalah hariku untuk pulang dari rumah sakit. Pantaskah disebut pulang jika aku saja tak tau arah? Maksudku, apa aku harus kembali ke rumah itu? Belum lagi kini rasa sakit seperti terhantam gada besar menghancurkan hatiku, hanya karena sebuah berita dalam sehelai koran yang sangat menyiksaku pagi ini. Serangkaian huruf menyeramkan itu tertampang besar. Tertulis: SEORANG AKTOR TAMPAN SEKALIGUS PEMILIK SALAH SATU PERUSAHAAN MINYAK BUMI DAN BATU BARA TERBESAR DI INDONESIA, NICO JEREMIAS, MENGAKU TELAH MENIKAH SETELAH DIKABARKAN BAHWA ISTRINYA MATI BUNUH DIRI TANPA ALASAN. Berita macam apa ini, Tuhan?! Aku tidak bunuh diri! Suamiku yang membunuhku secara percuma. Dan tadi apa? PEMILIK SALAH SATU PERUSAHAN MINYAK BUMI DAN BATU BARA TERBESAR DI INDONESIA? Hei, Aku yang memilikinya! Kutinju dadaku sekeras mungkin. Berharap rasa sakit ini tak terus menghantam hatiku semakin parah. Sakit, Nico! Inikah balasan kesetianku padamu? Aku terlalu baik! Aku benci padamu, Nico! Tapi hatimu mencintainya. Cinta? Hah, sial! Kenapa aku lemah? Kenapa aku harus menangis? "Nyonya Sharen? Kau baik-baik saja?" Dokter Gestazh datang secara tiba-tiba. "Heum, Dok." Aku harus tetap tersenyum. Ayo, Sharen! Kau bisa! "Aku baik-baik saja." "Benarkah?" Kenapa dokter ini tampak seperti mengusiliku? Wajahnya itu selalu memperlihatkan kejailan. Memangnya aku salah apa? "Oiya, dimana keluargamu? Apa memang tak ada sesuatu yang mempermudah komunikasi dengan mereka?" Tepat di uluh hati dia menyinggung perihal keluarga. Ingin rasanya aku berteriak: AKU TAK MEMILIKI SIAPA-SIAPA! AKU HANYALAH WANITA UPIK ABU, YATIM PIATU! AKU HANYALAH WANITA UPIK ABU YANG TAK DIINGINKAN SUAMIKU! Namun, keinginan tinggallah keinginan. Aku mencoba menahan semua kegeraman ini. Ntah kenapa selalu begini jika ada yang menanyai masalah keluarga. Aku benci pertanyaan macam itu! "Eumm... Nyonya Sharen. Maaf jika__," "Tidak apa-apa." Lagi-lagi terbersit pikiran di mana aku harus tinggal setelah ini? Siapa yang membayar biaya rumah sakit ini? Aku bimbang. Aku tersesat dalam bercabang jalan yang memusingkan. Harus kemana aku melangkah? Harus pada siapa aku mengeluh? Dunia ini bagiku adalah sepi. Dokter Gestazh? O, Tuhan! Kenapa aku tak menyadari jika sedari tadi ia memperhatikanku? "Dok? Ada apa?" "Kau hidup sendiri bukan? Wanita upik abu, yatim piatu, dibuang suamimu," ujarnya yang berhasil membuat jantungku berhenti tanpa aba-aba. Darimana dia tau? "Aku tau dari pikiranmu." What? Lagi? "Kau... kau... kau bisa__," "Ya, benar! Aku bisa membaca pikiran orang lain. Aku bisa membaca jalan bahaya di masa depan. Ya, memang orang takkan percaya itu. Aku pun tak yakin. Karena takdir di tangan Tuhan. Aku hanyalah manusia biasa namun Tuhan memberi kelebihan yang mungkin orang lain tak punya," Jelasnya. Benarkah? Hebat sekali. Aku sangat ingin sepertinya. Mungkin aku takkan bisa dibodohi oleh suamiku. "Dimana kau harus tinggal setelah ini? Siapa yang membayar rumah sakit ini?" Pertanyaannya sesuai dengan apa yang kupikirkan tadi. Aku hanya menunduk malu. Sial! "Kalau boleh, aku ingin kau ikut denganku." Ucapannya pelan namun ntah kenapa telingaku serasa tuli seketika. "Aku tau kau kaget dengan tawaranku. Aku hanya ingin membantu. Hanya membantu. Karena perlu kau tau, berbagai sirine bahaya menunggumu di depan sana," Katanya dengan nada serius. Apa dia bilang tadi? Bahaya menungguku? Apa dunia memang tak ingin aku bahagia? "Mrs. Adyamoca?" euhh,, kenapa aku selalu melamun akhir-akhir ini?" "Ya?" "Bagaimana?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.8K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook