Wanita dengan luka keluarga

Wanita dengan luka keluarga

book_age16+
0
FOLLOW
1K
READ
heir/heiress
cheating
like
intro-logo
Blurb

Tidak ada seorang anak yang baik-baik saja ketika mengetahui sang Ayah telah menikah lagi tanpa sepengetahuannya. Jessy Atmadja, wanita yang nyaris sempurna. Hidup tanpa kekurangan apapun, memiliki karier yang bagus. Terkenal ramah dan sopan. Namun sengaja menjadi pembangkang untuk membalas rasa sakit hatinya pada ayahnya sendiri.

chap-preview
Free preview
Bab 1
"Aku tidak membayarmu untuk bersantai-santai." Jessy berbicara setelah mengguyur sang Suster dengan segelas air yang terletak di meja. "Pergi dari rumah ini, dan jangan pernah tunjukkan wajah mu itu di hadapan ku!" Suster tersebut bangkit dengan raut wajah yang panik ketika melihat kedatangan Jessy setelah empat hari di Surabaya, tanpa memberitahu kedatangannya. "Nona, saya bisa jelaskan semuanya." Berharap Jessy mendengarkan jawaban darinya sebelum berfikir yang tidak-tidak. Namun, Jessy tidak mau mendengar penjelasan apapun dan meminta suster untuk meninggalkan kamar sang Mama. Tidak langsung menghampiri sang Mama yang terbaring lemah di atas ranjang. Jessy mengamati setiap sisi kamar mamanya yang terlihat berantakan dan berdebu. Tisu tergeletak di sembarang tempat, sampah yang entah sudah berapa hari tidak di buang. "Ma. Mama dengar aku?" Jessy menggoyang-goyangkan tubuh mamanya yang sedari tadi tidak merespon, bahkan ketika dirinya berteriak memarahi Suster khusus yang dia bayar untuk merawat sang Mama. Dengan panik, Jessy langsung membuka ponselnya, mencari nama dokter yang membantu menangani pengobatan sang Mama. "Apa yang sebenarnya terjadi? pasti ada yang tidak beres." Jessy keluar dari kamar Mama nya. Memanggil semua pekerja rumah tanpa terkecuali. ~~~~~ "Kenapa diam? ayo jawab?" Jessy berteriak ketika semua pekerja di rumah hanya menunduk tanpa menjawab pertanyaannya. Seolah kompak merahasiakan sesuatu. "Ada apa sebenarnya? Apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui?" Jessy kembali bertanya terkait diamnya seluruh para pekerja. "Non! sebenarnya." Bi Yuli kembali terdiam untuk sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Minggu kemarin, Bapak menikah lagi dan membawa istri barunya ke rumah ini." Jessy melebarkan kedua matanya ketika mendengar pernyataan tersebut. Mau tidak percaya, tapi yang mengatakan hal tersebut adalah orang yang bisa dia percayai. Kedua tangan Jessy mengepal erat secara bersamaan dengan raut wajah memerah sebab menahan emosi. "Mama tahu soal ini?" dengan nada yang bergetar, Jessy kembali menyiapkan hatinya untuk mengetahui jawaban dari Bi Yuli. "Selamat siang!" tatapan mata jessy beralih pada suara seseorang yang kedatanganya sudah dia tunggu sejak tadi. "Dokter, kita langsung ke kamar Mama." Jessy melupakan perkara yang baru dia ketahui. Keadaan mamanya saat ini adalah prioritas utama baginya. ~~~~~ "Kamu ngapain disini?" Ujar seorang wanita yang baru saja turun dari mobilnya. "Gawat Bu, ini gawat." Ungkap Suster yang rupanya belum pergi meninggalkan kediaman Atmadja. Suster tersebut sengaja menunggu wanita itu datang . "Bicara yang jelas. Kamu ini seperti melihat setan saja." Bentak Desti ketika Suster di hadapannya itu tidak kunjung memberitahu apa yang terjadi. "Ini lebih gawat dari sekedar melihat setan, Bu. Non Jessy, anak tunggal pak Bram, dia sudah pulang." Desti terdiam. Memikirkan kemungkinan yang akan terjadi setelah ini. "Biar aku yang urus. Kamu pergilah." Desti beranjak masuk ke dalam rumah. Berniat untuk menghampiri anak dari suami yang menikahinya satu Minggu lalu dengan harapan, bahwa kehadiran dirinya bisa di terima. ~~~~~ "Jes, sepertinya kita perlu bawa Mama kamu ke rumah sakit agar bisa di periksa secara menyeluruh." Ujar dokter Rama setelah memeriksa keadaan Jihan. "Baik dok." Mata jessy dan dokter Rama saat ini tertuju pada pintu kamar yang terbuka. Seseorang masuk ke dalam, mendekati Jessy lalu memperkenalkan dirinya sebagai istri dari Bramasta Atmadja. Plak. Sebuah tamparan berhasil melayang di pipi Desti. "Jadi, kamu orangnya!" Jessy menunjuk wanita yang ada di hadapannya itu dengan jari telunjuknya. "Wanita tidak bermoral. Dimana harga dirimu sebagai sesama wanita? Apa pantas, seorang wanita menikah dengan laki-laki yang masih berkeluarga?" Jessy dengan lantang menyalurkan rasa sakit hati sang Mama yang saat ini tidak sadarkan diri. "Apa ini didikan Ibu mu? Bersikap tidak sopan pada orang yang lebih tua. Di mana letak kesopananmu?" Dengan kesal Desti bicara sembari menyentuh pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang baru saja dia terima. "Sopan? Apa masih di butuhkan kesopanan saat bicara dengan orang seperti mu?" Dokter Rama hanya menyaksikan apa yang terjadi di depan matanya tanpa mengetahui apa-apa. Seperti orang bodoh yang mendengar percakapan antara dua orang namun tidak mengerti maksudnya. "Jessy, kita harus segera ke rumah sakit." Sela dokter Rama, dirinya tidak bisa membiarkan pasien yang tidak sadarkan diri berlama-lama berada di rumah. Kedatangan Desti membuat jessy lupa dengan keadaan sang Mama. "Ayo dok!" ~~~~~ Jessy menunggu sang Mama yang masih berada di dalam ruangan pemeriksaan CT scan. Keheningan yang menyelimuti, membuat Jessy tidak sabar untuk segera menemui sang Papa. meminta kejelasan jika apa yang dia dengar hari ini tidaklah benar. "Jes, Ayo!" ajak dokter Rama yang akan membawa Jihan ke ruang rawat setelah melakukan pemeriksaan. "Kamu boleh temui Mama kamu." Ungkap dokter Rama ketika sudah berada di ruang perawatan. Jessy mengangguk dan berterimakasih. Lalu masuk ke dalam untuk menemui sang Mama. "Mama!" Jessy memeluk erat tubuh sang Mama yang bersandar pada kepala ranjang. Teringat rasa sakit hatinya ketika tahu Papa nya menikah lagi. Jika sakit yang dia rasakan saja seperti tersayat belati, lantas bagaimana dengan perasaan Mama nya? "Aku yang akan membalas sakit hati Mama." "Husssttt" Jihan menutup mulut putrinya dengan jari telunjuknya. "Kamu fokus sama masa depan kamu. Masalah ini, biarkan menjadi urusan Mama." Tidak ingin membantah disaat kondisi Mama nya tidak memungkinkan seperti sekarang. Jessy hanya mengangguk menuruti perintah dari sang Mama. ~~~~~ "Apa mas tahu kalo jessy sudah pulang?" tanya Desti ketika Suaminya baru saja pulang bekerja. "Apa?" Bram terlihat kaget ketika Desti memberitahunya. "Bagaimana bisa, seharusnya masih dua hari lagi." "Aku juga nggak tahu, mas. Dia terlihat marah, dan...menamparku. Dia juga mengatai aku dengan menyebut nama hewan." Adu Desti menjelek-jelekkan Jessy. "Jadi, kamu sudah bertemu dengannya? lalu dimana dia sekarang?" "Dia..." "Aku disini!" sahut Jessy yang sudah berada di ambang pintu. Jessy masuk ke dalam rumah dengan mendorong kursi roda yang di gunakan sang Mama. Wajahnya tidak menunjukan kemarahan. Jessy bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Bagaimana kabar Papa?" Jessy berusaha tidak memperlihatkan kemarahan nya. Bram terdiam untuk sejenak. Tubuhnya terasa beku, dan mulutnya mendadak kelu. Bahkan untuk menjawab pertanyaan simple dari putrinya saja dia terlihat tidak mampu. "Kenapa dia tidak marah seperti tadi pagi?" pikir Desti yang merasa bingung dengan sikap anak dari suaminya. "Jes...sy!" Bram mendekat ke arah Jessy yang berdiri di samping Jihan . "Papa kenapa panik? apakah ada sesuatu yang ingin papa bicarakan padaku? atau ingin memberitahu sesuatu?" Jessy tersenyum tipis, bahkan nyaris tidak terlihat. "Misalnya tentang pernikahan satu Minggu yang lalu!" "Papa minta maaf..." Bram men-jeda kalimatnya, tidak tau harus bersikap seperti apa ketika putri tunggalnya itu mengetahuinya. Jessy menatap wajah papanya dengan serius, lalu kembali melayangkan tangannya seperti siang tadi di kedua pipi sang papa secara bergantian. Desti melebarkan mata dengan mulut yang menganga saat melihat keberanian Jessy pada Papa nya. Begitu juga dengan Jihan. "Tamparan sebelah kiri itu dari Mama. Dan tamparan sebelah kanan itu dariku." Jessy memalingkan wajahnya dari sang papa agar tidak ada yang melihat matanya tengah berembun. "Aku tau apa yang aku lakukan ini tidak sopan. Tapi aku tetap melakukannya karena rasa sakit yang Papa berikan ini sama sekali tidak sepadan dengan apa yang sudah Papa lakukan." Bram terlihat gugup hingga mengeluarkan keringat dingin meski di tempat yang sejuk. Ini adalah pertama kalinya Bram dan Jessy berhadapan seserius ini. "Jessy, Papa minta maaf, sayang." Bram berusaha meraih tangan putrinya, namun Jessy segera menghindar. "Kata maaf yang keluar dari mulut Papa sudah tidak berarti lagi. Di banding meminta maaf pada ku, sudahkah Papa meminta maaf pada wanita yang sudah menemani Papa setengah dari hidupnya?" Jessy menatap sang Mama dan papanya bergantian. Bram lalu mengikuti arah mata Jessy, menatap wanita yang tengah duduk di kursi roda itu tidak berhenti meneteskan air matanya sejak tadi. "Jessy. Cukup Jes!" Jihan menarik baju Jessy dari belakang agar perdebatan ini tidak berlanjut. Bram semakin membisu, posisinya saat ini benar-benar serba salah. Tanpa harus disalahkan, dia sudah sangat merasa bersalah. Tentunya pada Jihan juga Jessy. "Papa sengaja memintaku untuk menggantikan pertemuan yang seharusnya papa hadiri di Surabaya. Memintaku menyelesaikan proyek disana selama satu Minggu. Ternyata untuk ini. Hanya untuk menikahi wanita tidak bermoral ini!" Jessy menunjuk Desti tepat di depan wajahnya. "Jes. Tidak sopan menunjuk orang yang lebih tua dengan cara seperti itu." Tegur Bram menengahi Jessy dan Desti. "Lupakan soal kesopanan." Jessy bersedekap sembari menatap sang Papa juga istri barunya. "Menikah tanpa sepengetahuan ku, apakah Papa menghargai aku sebagai seorang anak. Seperti inikah didikan yang Papa ajarkan padaku?" "Papa mengaku salah. Papa siap jika harus menerima konsekuensi dari kesalahan papa." "Termasuk kehilangan aku dan Mama?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
207.3K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
153.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
149.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
3.6K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
285.7K
bc

TERNODA

read
191.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
222.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook