bc

Setengah Gila

book_age18+
97
FOLLOW
1K
READ
family
powerful
student
drama
tragedy
serious
mystery
city
secrets
like
intro-logo
Blurb

Aldi, pemuda yang mempunyai kemampuan membaca pikiran, dengan segala hal sempurna di hidupnya; tampan, mapan, dan cerdas. Tetiba dianggap gila. Setelah kedatangan Doni, lelaki yang akhirnya mampu menaklukkan hati sang kakak, Esti.

Berbagai hal aneh mulai terjadi pada keluarganya. Mulai dari berubahnya pendirian sang papa, hingga kejadian-kejadian tak terduga lainnya yang tak masuk akal. Akankah ia mampu membuka rahasia di balik segala hal rumit yang menimpa keluarganya? Sementara ia dihadapkan dengan nasib yang membawanya pada rumah sakit jiwa.

Inilah kisah dramatis dari perjuangan lelaki pada pengabdiannya untuk menyelamatkan keluarga.

chap-preview
Free preview
Memori
Suasana sore yang begitu dingin, di bawah langit kelabu. Aku sendirian duduk di sebuah bangku panjang. Menikmati hujan di bulan Desember ini. Langit mendung dan sedikit menghitam, seakan mewakili perasaan ini. Sendu dan bosan. Dua kata yang terasa semakin memuakkan di tiap hari yang kulalui beberapa bulan di tempat baru ini. Dentuman air hujan kurasakan begitu menyakitkan. Bahkan setiap tetesnya terasa menghunjam kulitku tanpa jeda, tanpa belas. Layaknya tabuhan genderang perang. Air mulai naik menggenangi tanah, mengapungkan dedaunan kering layaknya sampan nelayan yang terombang-ambing air laut. Bergoyang, berdesakan. Mengikuti arus yang kian deras dan cepat. Menyeretnya menuju jalur yang lebih rendah. Aku sudah basah, basah oleh air, bahkan oleh kenangan pahit yang membelit. Sakit rasanya ... mencoba tak mengungkit tetapi terus terbesit. Semakin kucoba menghapus segala ingatan ini, semakin terasa pula semua hal pahit yang pernah kulalui. Aku tertunduk, memutar kembali segala hal yang begitu mengecewakan. Tanpa terasa kepala menggeleng dengan sendirinya. Tak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Aku terdiam di bawah guyuran hujan yang semakin menderu. Di atas bangku putih yang catnya sudah mulai memudar, tergerus cuaca dan waktu. Sebenarnya aku suka hujan, suka bau tanah yang tawar. Sungguh menenangkan. Berharap dinginnya mampu menghapus segala kenang yang menyudutkan. Semilir angin menggesekkan dedaunan, sedikit dingin tetapi syahdu. Aku menengadah, merasakan setiap tetesnya yang kian menyakitkan pada wajah. Perlahan memejam. Kubuka telapak tangan dan menengadahkannya tepat di depan d**a. Sungguh, segala sakit ini terasa menyesakkan d**a, mengepalkan jemari dan membuat geram. Mengingat semua kesakitan yang pernah tertoreh dalam catat kisahku. "Aldi!!!" Sebuah suara lembut melunakkan kegeraman ini. Kulirikkan bola mata pada sosok yang tampak berdiri di bawah naungan bangunan putih. Seorang perawat wanita yang menemukanku berbasah-basah di bangku taman. Meski dari kejauhan dan kabut air yang lebat, aku bisa melihat mimik pada wajahnya. Ia terlihat cemas, mengerutkan kening dan gelisah. Tergopoh ia membuka payung yang ada di tangannya dan menghampiriku dengan payung biru bening. Seperti biasa ia hanya tersenyum sambil mendengus. Berusaha sabar menghadapiku yang terus saja berulah. Kini ia tepat berdiri di samping depanku. Wajahnya mungil lancip dengan mata lebar bulat, bulu mata lentik menghiasi kelopak menambah kesan cantik dan sempurna. Kutelusuri pandangan dari atas ke bawah. Sepatu hitamnya tampak kotor terkena becek tanah. Ia mulai merentangkan tangan kanannya ke arahku, saat sorot mata ini kembali menemukan wajahnya. Ia mencoba mengajakku berdiri. Melihatnya tersenyum kembali, mendorongku untuk berdiri mengikutinya. Kuberanjak melangkah dan turut berlindung, di bawah naungan payungnya meski dengan rasa malas dan bosan. Kami berjalan beriringan layaknya pasangan kekasih. Ia melingkarkan tangannya ke pinggulku sembari menatap ke depan tanpa menoleh ke arahku sedikit pun. Kulihat raut cemas di wajah ayunya. Tak kupedulikan, kami terus melangkah menuju tempat teduh dari hujan. Meski tubuhku sudah terlanjur basah. Setelah sampai pada teras, payung itu ditutupnya. Aku masih setia bergeming menatapnya yang terlihat semakin gelisah. "Kamu tunggu di sini sebentar ya, aku ambilkan handuk." Aku mengangguk, membiarkannya berlalu. Perlahan tubuhku mulai menggigil. Dinginnya angin seperti menusuk kulitku, menelusup masuk hingga ke tulang-tulang. Aneh, padahal aku tak merasakan demikian saat di bawah guyuran hujan tadi. Kupeluk tubuh sendiri dengan penuh gemetar. Gigi mulai bergemeletak tak karuan. Tubuhku tak lagi tegap, sedikit meringkuk mengikuti rasa dingin yang kian menyelimuti. Lantai yang putih mulai basah oleh tetesan air dari bajuku. Menggenang seperti kenangan yang terbuang. Mataku bergerak ke atas, menatap langit yang semakin menghitam. Kilatan-kilatan petir menyambar memekakkan telinga. Aku meringkuk kaget. Andai sinar itu bisa membelah dinding pembatas bangunan ini, mungkin aku sudah berlari kencang meninggalkan. Tinggi tembok yang melingkari bangunan ini sekitar lima meter, dengan lilitan kawat berduri menancap di atasnya. Cukup sulit untuk menggapainya, bahkan pernah suatu ketika seseorang telah berhasil sampai atas, tetiba lilitan kawatnya mengalirkan listrik yang mengejutkan, membuat orang itu terjatuh dan meninggal seketika. Setelahnya, tak pernah ada lagi cerita kabur dari bangunan ini. Entah, mungkin sudah nasibku untuk terus berada di sini bersama orang-orang gila lainnya. Orang gila? Ya, aku adalah pasien dengan gangguan jiwa. Tetapi tidak benar! Lebih tepatnya 'dibuat menjadi gila' karena memang sebenarnya aku masih waras. Namun, itu hanya kataku. Tidak bagi semua orang. Mereka sudah benar-benar menganggapku sinting. Bahkan, tidak waras. Tak cocok lagi berhubungan dan hidup berdampingan dengan mereka yang katanya waras. Meski ribuan alasan sudah kukemukakan, nyatanya aku tak mampu memberi mereka bukti dan harapan, bahwa aku bukan orang stres. Otak dan pikiran mereka benar-benar sudah teracuni. Drep... drep ... drep .... Suara langkah sepatu menggema dari lorong, semakin terdengar jelas mendekat ke arahku. Kupalingkan wajah menuju si pemilik sepatu. Bibirku mulai membiru dan bergetar tak tentu, membuat wanita itu cepat-cepat berlari dan merentangkan sebuah kain yang dibawanya, mengalungkan handuk lebar ke tubuhku. "Kamu itu selalu saja begini, sudah tahu kalau habis hujan-hujanan selalu sakit, tapi tetap saja mengulangi lagi," ocehnya sambil mengusap rambutku yang basah dengan handuk kecil lainnya. Aku menatapnya dengan gemas. Aku suka membuatnya mengomel, itu lucu dan menyenangkan. Aku terus tertawa di sela-sela kesibukannya mengeringkanku. Sesaat ia terdiam, menatap wajahku tanpa kedip, sambil menopang wajahku dengan kedua tangan mungilnya. Aku pun menghentikan tawa. "Kamu ini sebenarnya gila, apa pura-pura gila, sih?" Karena canggung aku memonyongkan bibir seakan mencoba menciumnya, berlagak layaknya orang gila yang tak berakal. Ia tertawa menghindariku, dan aku berpura-pura ingin terus menciumnya, kucengkeram erat kedua tangannya, tubuh mungilnya terkunci oleh tubuh kekarku. Sesaat kami saling berpandang, diam tak berkutik. Aku bisa membaca pikirannya, ia ingin semuanya terjadi, tetapi segera kulepas genggamanku dan tertawa terbahak-bahak. Gelegar petir mengagetkan, membuat kami berhenti melakukan aktivitas konyol ini. Ia ikut terbahak, lalu menatapku canggung. Kucoba membaca pikirannya kembali. Kutafsirkan bahwa ia masih menganggapku gila, hingga ia tak peduli atas apa yang kulakukan. Dengan bingung aku tertawa kembali, mencoba membuatnya rileks dan melupakan kejadian tadi, ia ikut terbahak lalu mengajakku masuk ke ruangan. Dalam sebuah kamar kotak berukuran 3x4 meter. Aku diarahkannya masuk. Kulihat ia sudah mempersiapkan baju ganti di atas meja. Sebuah setelan baju biru polos, seragam kebangsaan para orang gila. Ia hampir menutup pintu setelah menyuruhku untuk berganti agar tak masuk angin. "Dua menit ya, habis ini makan malam." Aku mengangguk, melihat wajahnya hilang dari balik pintu yang tertutup sedikit kasar. Kuembuskan napas berat. Mulai berdiri dan mengganti baju yang terasa kian menggigilkan tubuh. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

My Secret Little Wife

read
91.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook