bc

Hikayat Melati

book_age16+
131
FOLLOW
1K
READ
adventure
dark
boss
mystery
ambitious
male lead
realistic earth
supernature earth
supernatural
horror
like
intro-logo
Blurb

Hikayat Prawira, seorang arsitek senior yang hidupnya jungkir balik selepas kecelakaan besar yang ia alami tiga tahun yang lalu di sebuah proyek pembangunan.

Ternyata, setelah hari itu, ada yang mendiami tubuhnya dari dunia lain. Dan perempuan itu mengaku mencintainya. Lalu, Wira harus bagaimana? Dia tidak mungkin hidup di dua dunia sekaligus, bukan? Di sisi lain, dia juga memiliki wanita yang begitu ia cintai.

Karena itu, dia memutuskan untuk terjun langsung ke dunia lain, mencari kebenaran yang sesungguhnya. Dia bahkan rela berperang dengan hantu penunggu sana agar kehidupannya yang normal kembali seperti sedia kala.

chap-preview
Free preview
1. Tentang Hikayat Prawira
Selama hidupnya, baru sekarang Wira tahu bagaimana rasa sakit patah hati itu seperti apa. Dia kira, Sabrina bahagia bersamanya. Namun, tidak mungkin wanita itu bahagia kalau meminta mengakhiri hubungannya seperti ini. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat.  Baiklah, Wira akui dia belum melamar Sabrina karena ingin mencari uang lebih banyak lagi untuk modal pernikahannya kelak. Atau mungkin, Sabrina yang memang tidak sabar. Entahlah, Wira juga tidak paham di mana salahnya.  Sejak seminggu lalu, lebih tepatnya sejak ditinggalkan oleh Sabrina seorang diri, Wira berkerja layaknya orang gila. Seminggu, dia bisa mengambil penuh jadwal lemburnya. Baginya, menyibukkan diri sampai tubuhnya tumbang lebih baik daripada harus berdiam diri dan tersiksa karena terus-menerus memikirkan Sabrina.  Apa yang salah? Semua baik-baik saja. Mereka bahkan masih bercanda minggu lalu. Dan saat ditanya, Sabrina hanya menangis sesenggukan ketika meminta untuk mengakhiri hubungan. Sebagai pria yang paling anti melihat wanita menangis, Wira jadi tidak tega dan memilih mengalah dengan tidak memaksa Sabrina bercerita. Dia tahu, wanita itu sangat lembut hatinya. Dia bahkan tidak bisa dibentak. Entah apa yang sudah dirinya lakukan sampai Sabrina meninggalkannya begitu saja tanpa alasan yang jelas.  Sebut saja Wira merangkap sebagai b***k korporat dan dia bersyukur akan itu. Setidaknya, dia bisa melakukan banyak pekerjaan sambil melupakan Sabrina kalau bisa. Iya kalau bisa. Mungkin, salah Wira juga yang terlalu sibuk memantaskan diri sampai melupakan banyak hal, kalau hubungan itu dua arah. Mungkin juga, dia yang terlalu lalai sampai Sabrina lelah dan memilih meninggalkannya.  Baiklah, daripada mengenang hal menyedihkan semacam itu, Wira akan kembali bekerja dengan pensil dan kertas sketnya, merancang desain yang diinginkan oleh klien yang baru saja dia temui siang tadi. Dan sekarang, malam ini, dia sibuk memandang hasil coretannya yang terlihat ada yang kurang tapi pria itu masih mencari di bagian mananya.  Beruntung, Aris, sahabat karibnya ini siap sedia membantu. Buktinya, sebelum pulang, dia menyempatkan diri untuk melihat Wira yang masih sibuk di ruang gambar. Menjadi kesayangan boss ya seperti itu. Bukannya naik jabatan, tekanan darah yang naik ya iya.   “Sob, masih banyak nggak, gue bantuin.” tawar pria itu santai.  Wira yang tengah minum kopi sambil menatap desainnya meneguknya lebih dulu baru menjawab. “Mau selesai ini, tinggal buat tangga di garasi yang langsung ke lantai atas.” jelasnya.  Aris manggut-manggut. Dia tidak heran sih, kalau saking disukai boss, Wira jadi diam di tempat. Kalau tidak ada kekuatan orang dalam, semua teman di divisinya yakin kalau Wira pantas naik jabatan, bahkan harusnya sudah beberapa tahun yang lalu. Tapi mau bagaimana lagi, dia yang yatim piatu hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Apa-apa harus bekerja keras sendiri. Namun tidak apa-apa, Wira tahu sejak dulu kalau bukan dirinya sendiri, kepada siapa lagi dia harus mengandalkan seseorang?  Saking banyaknya bertemu orang dengan sikap dan kepribadian yang berbeda-beda, Wira jadi tidak terlalu suka jika memiliki banyak teman. Teman akrabnya atau biasa disebut sahabat saja cuma satu, Aris. Menjalin hubungan yang serius dengan wanita juga hanya dengan Sabrina, dia tidak pernah pacaran sebelumnya. Dengan Sabrina pun, mereka tanpa status, hanya mengalir begitu saja. Namun, sebelum kecelakaan itu Wira pernah mengatakan maksud hatinya untuk melamar Sabrina tapi keduluan tragedi mengenaskan di proyek dan semuanya seolah terlupakan dan Sabrina juga berusaha keras untuk tidak sampai membahas ke sana. Wanita itu selalu mengalihkan pembicaraan jika Wira sudah mulai berbicara serius. Dan lagi, pria itu juga tak kunjung memiliki keberanian untuk mendeklarasikan hubungan mereka secara resmi.  Menjadii pria dewasa yang matang tentu bukan hal mudah saat dia diminta untuk menahan diri ketika bersama Sabrina. Seorang wanita cantik yang memang dia inginkan sedari dulu. Namun, Wira cukup pandai untuk mengerti batasannya. Mungkin, karena itu pula Sabrina juga bertahan bersamanya.  Setidaknya, sampai satu minggu yang lalu.   “Lo beneran selesai sama, Sabrina, Wir?” tanya Aris hati-hati.  Mulanya, Wira tak mau menjawab. Namun lama-kelamaan, dia jadi angkat suara sendiri menyadari Aris menatapnya ingin tahu. "Iya.” Balas Wira akhirnya.  Menyadari suasana hati Wira yang mendadak buruk, Aris langsung pamit pergi. Dia juga lembur di lantai yang lainnya. “Gue balik, ya. Ada lemburan juga. Biar cepet kaya, biar cepet ngelamar cewek gue.”  Sepeninggal Aris, Wira duduk termenung. Pria itu menumpukan kedua sikunya pada meja, mengurut kepalanya yang mendadak pening. Kemudian, dia terdiam agak lama sambil menatap indahnya langit di SCBD malam-malam begini.  "Mas Wira?”  Suara itu lagi? Dipanggil namanya, tentu Wira menoleh. Dia menatap tajam setiap sudut ruangannya. Aris baru saja pergi. Ruangannya itu kedap suara. Dan lagi, yang memanggilnya dengan sebutan Mas hanya Sabrina. Dan itu tadi, itu bukan suara Sabrina. Lalu, dimana orangnya? Untuk kesekian kali, Wira menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara tersebut. Namun lama-kelamaan, dia lelah sendiri dan mengabaikannya. Kalaupun memang ada hantu biar saja hantu kurang kerjaan itu mengganggunya. Lagipula, Wira tidak percaya dengan mahkluk ghaib.  Sambill menekuri alat-alat yang dipegang, Wira menatap fokus pada bangunan tiga dimensi yang ada di depannya sekarang. Boss-nya meminta untuk membuatkan gambaran modul untuk tempat yang baru saja dia kunjungi tadi siang dalam waktu satu malam. Kalau Wira tidak cinta dengan pekerjaannya, sudah pasti dia pergi dan mencari perusahaan lain. Sayangnya, dia terlibat zona nyaman dengan orang-orang di sana. Jadi, sekali duduk, Wira malas untuk bangkit lagi.  Lagi pula, honor yang ditawarkan untuk satu proyek bukan main. Hasil karya dan pemikiran Wira memang patut diacungi jempol. Bahkan sudah banyak klien yang meminta secara khusus Wira sebagai kepala arsitek dalam pembangunan proyek milik klien.   Lalu pertanyaannya, apa kurangnya pria itu sampai Sabrina meninggalkannya seperti ini? Atau paling tidak, apa kurangnya pria mapan itu sampai tidak ada wanita lain yang berani mendekatinya lagi, bahkan setelah berakhir di tengah jalan dengan Sabrina sekalipun. Belum lagi isu kantor yang mengatakan kalau dirinya seorang berkepribadian ganda. Saking penasarannya, diantara kesibukan menggambar, Wira menyempatkan diri untuk mencari info tentang kepribadian ganda yang dituduhkan pada dirinya.  Pasalnya, menurut pencariannya, ada kalanya kepribadian yang lain bisa melihat apa yang kepribadian lain lakukan. Dan Wira, dia tidak tahu apa-apa. Dia merasa normal. Entah bagaimana berita yang tidak-tidak itu bisa tersebar. Kalau ada bukti, Wira akan percaya. Bagaimana mau percaya? Saat mau ditunjukkan bukti saja videonya selalu hilang atau rusak tiba-tiba.  Sampailah, Wira selesai dengan kerjaannya. Dia menghembuskan napas berkali-kali, hanya ada rasa lega, bukan lagi bangga saat dirinya mampu menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa melewati batas waktu. Dulu, saat Sabrina sama-sama lembur, Wira dengan senang hati menawarkan untuk menemani wanita itu di ruangannya karena kebetulan mereka satu perusahaan cuma beda divisi dan lantai saja. Kalau di divisi Wira rancang bangun, itu berada di lantai 18, sedangkan divisi manajemen risiko berada di lantai 15. Jadi, bukan hal yang patut dipertanyakan bagaimana mereka bisa bertahan selama itu sebelum akhirnya berpisah juga. Anak kantor saja jadi ikutan berpikir bagaimana bisa mereka berpisah.  Oh ayolah, mereka memang tidak yang menggandeng tangan saat pergi kemana-mana, tapi mereka yang saling mengerti satu sama lain, memaklumi kesibukan yang benar-benar nyata bukan diada-adakan. Kalau anda Mbak Mas Antar Divisi Stain, mungkin mereka yang akan dinobatkan sebagai pasangan yang serasi seperti anak SMA saat diminta untuk praktik ijab qobul. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Wira tidak membenci Sabrina. Bagaimanapun, wanita itu selalu menamainya sedari dulu tanpa pernah mengeluh sedikitpun kepadanya. Wira berharap, wanita itu mendapatkan pria lain yang jauh-jauh lebih baik daripada dirinya. Karena Wira sadar, dia banyak menyusahkan daripada membuat senang Sabrina.  Jadi, mungkin akhirnya memang harus seperti ini. Tidak apa-apa, asal Sabrina bahagia, Wira juga turut bahagia. Munafik bukan? Iya, lelaki itu memang munafik. Tak perlu diragukan lagi kemunafikannya.  Nyatanya, dia mencintai Sabrina. Melepasnya untuk orang lain tentu hal yang sangat sulit baginya. Bahkan, kalau boleh memilih, dia lebih baik kehilangan banyak tender daripada harus kehilangan Sabrina. Jasa wanita itu dalam hidupnya tidak bisa dibandingkan dengan apapun.  Baiklahh, cukup sampai di sini. Apa dibilang, kalau sendiri dan sedang tidak melakukan apapun, Wira pasti langsung berpikir tentang Sabrina sampai ke mana-mana. Semuanya masih butuh waktu. Dan Wira percaya dia pasti bisa menemukan waktu yang tepat untuk berhenti memikirkan wanita yang semoga saja, lebih bahagia dengan pilihannya.  Alih-alih tertidur di dini hari begini, Wira malah mengecek kembali mahakaryanya sampai tak terlihat memiliki cela. Beruntung dia sudah terlatih bergadang sejak SMA. Entah menjadi kuli panggul di pasar demi menyambung nyawa, atau serabutan di bengkel milik sodagar-sodagar kaya.  Namun, ada yang aneh lagi setelah keterdiamannya. Dia seperti melihat bayangan perempuan berambut panjang lewat di depan pintu. Dan saat ditengok, tidak ada apa-apa kecuali udara yang tak terlihat. Wira mengembuskan napas pelan. Otaknya memerintah untuk selalu berpikiran positif. Entah itu tadi memang hantu betulan, yang penting Wira tidak mengganggu, sudah itu saja. Lagi pula, Wira bukan hantu yang balik mengganggu jika tadi betulan manusia jadi-jadian.  Sialnyaa lagi, pukul dua begini masih ada saja yang mengirimkan revisi ke alamat emailnya. Kalau saja bukan orang bertanggungjawab, sudah dia pecat bawahannya yang suka seenak jidatnya kirim berkas dini hari begini. Iya memang, dalam suatu keadaan, Wira pernah dikirimi email oleh atasannya pukul dua pagi.  Kalau sekarang beda cerita. Yang mengirimnya email malah Aris, temannya yang tidak tahu diri dan lebih enak-enakan tidur di kasurnya yang empuk daripada melanjutkan revisiannya sendiri. Untung sabar, kalau Wira menjadi bos, sudah pasti Aris-Aris ini akan ia pecat dengan tidak terhormat, tanpa uang pesangon pula. Biar Double kill.  Bukannya mengabaikan, Wira malah dengan senang hati melanjutkan pekerjaan Aris. Apa-apa yang tentang kontruksi, Wira menggilainya. Bahkan, hanya sepotong miniatur sekalipun.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.2K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.9K
bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.1K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.5K
bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
623.9K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook