bc

BROKEN

book_age18+
350
FOLLOW
2.0K
READ
friends to lovers
badgirl
powerful
CEO
drama
bxg
city
highschool
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Menikah adalah satu hal yang paling aku sesali di dunia ini.

Bukan aku tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, hanya saja, cinta yang aku bina bersama kekasihku membawaku ke jenjang pernikahan.

Di saat semua orang berbahagia karenanya, aku justru menyesalinya.

Bagaimana kisahku? Tap love Broken dan follow juga akun aku.

chap-preview
Free preview
Malam kelam 1
Malam serasa tiba-tiba mencekam, sangat berbeda dari malam-malam yang biasa ... Ditemani gelap dengan suara jangkrik dan binatang-binatang malam, gadis dengan hijab hijau tosca itu berjalan seorang diri dengan memeluk satu kitab yang baru saja dia pelajari di kediaman Kiyai Umar. Arkh ... Kalau tahu, Lila akan pulang duluan dijemput bapaknya, ia tak mau mengaji kitab malam ini. "Halo, Cantik ...." Sesampainya di pos ronda kampung yang sedikit jauh dari pemukiman warga, para lelaki menggodanya. Tuhan ... Lindungi aku! Berbekal keyakinan bahwa bila kita berserah kepada Allah, niscaya Allah akan menolong kita dari berbagai kesulitan, perempuan itu melangkah dengan menundukkan wajahnya. Sedikitpun ia tak menoleh pada empat lelaki yang tengah duduk dengan suara khas orang sedang mabuk. Alhamdulillah ... Ternyata yang dikatakan Ustadz Umar benar, terbukti para lelaki yang entah sedang apa di pos itu kini tak lagi menghiraukannya. Berseru dalam hati dengan senyum kelegaan sebab ia berhasil melewati pos ronda itu meski hanya beberapa langkah. "Mau kemana?" Sebuah tangan besar dengan lengan penuh bulu tiba-tiba menangkap pergelangan tangannya. Perempuan itu seketika membeku. Suara itu sangat tidak asing di telinganya. Suara yang selalu ia hindari bahkan meski ia harus berdebat dengan sang Ambu. "T-tolong jangan ganggu saya," pintanya. Namun hal itu sama sekali tak dihiraukan oleh si empunya tangan dengan bulu di lengannya. "Ga usah takut, kita ga bakal ganggu, kok." Lelaki itu menjawab dengan diiringi kekehan tawa yang kemudian disambut tawa teman-temannya yang masih dalam pos penjagaan. "P-pak ... Tolong jangan!" pinta gadis itu, untuk pertama kalinya seumur menjadi anaknya, ia memanggil lelaki itu dengan sebutan 'pak'. Mendengar itu, lelaki itu tertawa kembali. Kali ini lebih nyaring dari sebelumnya. "Lu pada denger, ga? Dia manggil Pak ke gua." Lelaki itu berbicara pada teman-temannya yang kini satu persatu mulai turun dari pos. Perempuan itu semakin terisak. "Ya udah, sih ... Ga usah banyak bacot, buruan bawa ke TKP, mumpung setan-setan di sini belum pada nongol." Salah seorang dari tiga orang yang baru turun dari pos menimpali. "Haha, bego. Elu setannya, bodoh." Yang satu lagi menjawab sembari memukul kepala temannya. "Hushhh ... Bacot lu pada. Sebagai bapak yang baik, gua yang bakal ngebuka baju-baju ini anak. Lu pada, diem di sini, awasin keadaan." Lelaki yang sejak tadi mencengkram pergelangan tangannya berucap dengan mata memindai satu persatu temannya. "Siap, Iz ... Kita mah tau diri, asal dapat giliran, ya ga?" Sahut temannya yang dijawab anggukan sebagai bentuk persetujuan dari dua teman lainnya. "Ikut bapak, yuk, Nak ... Hahaha." Lelaki itu menarik tangan gadis itu menuju ke arah rerimbunan bambu. "Tolong, jangan!" Isaknya. Kali ini gadis itu menoleh dan memberanikan diri mengangkat wajahnya. Namun Isak tangis dan permohonannya sama sekali tak dihiraukan oleh lelaki yang merupakan bapak tirinya. Ia mencoba untuk membebaskan lengannya dari cengkraman lelaki yang amat dia benci. Namun apalah daya, tenaganya kalah jauh dari lelaki yang kini menarik paksa tubuh mungilnya. "Ayo jalan," bentak lelaki itu. Wajahnya sudah dipenuhi amarah dan nafsu. Perempuan itu menahan kakinya untuk tidak terseret. Sebisa mungkin ia menahan agar tubuhnya tidak terbawa ke tempat yang hanya akan membuat masa depannya semakin hancur. Sudah cukup ia mengalami kesakitan ketika di rumah, ia tak mau di tempat bebas pun, dia mengalami hal yang sama. Menyadari beban yang ditariknya diam dan mencoba melakukan perlawanan, lelaki itu menoleh. Tatapannya menusuk meski jelas dalam matanya ada gurat ketidak sadaran sebab pengaruh minuman memabukkan. "Jalan atau kamu dan ibumu aku habisi sekalian?!" ancamnya. Lagi-lagi ancaman seperti ini yang ia terima. Mau tak mau, gadis yang baru beranjak remaja itu menurut. Melangkahkan kakinya yang baru ia sadari sandalnya lepas entah di mana untuk menurut ikut. Sebelah tangannya masih memegang kitab yang ia dapat dari Ustadz Umar. Brak ... Tubuhnya dilempar ke dalam sebuah rumah kosong yang sudah lama ditinggal pemiliknya. "Jangan, Pak." Gadis itu menangis. Kitab yang ia pegang sudah terlepas saat tadi tubuhnya didorong paksa ke dalam rumah yang lebih pantas disebut gubuk ini. Tangis dan permohonannya berbaur dengan bunyi jangkrik dan katak yang saling bersahutan. Namun itu tak diindahkan sama sekali oleh lelaki yang kini sibuk melepas celana yang dikenakannya. Melihat penjahat kelamin itu sibuk dengan resleting celananya, gadis itu bangkit dan berusaha melarikan diri. Tapi sayang, gerakannya cepat diketahui, meski dengan tubuh sempoyongan, lelaki itu menghalangi pintu dengan tubuhnya sendiri. "Ayo kemari, Sayang. Mau keluar, kan? Sini ... Lewat pintu ini." Kedua tangan lelaki itu dibuka lebar. Perempuan itu kini memiliki semangat untuk bisa terlepas dan kabur. Ia merasa bahwa lelaki yang ada di hadapannya sekarang kesadarannya sedang timbul tenggelam. Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Ia memindai sekeliling, meski tanpa penerangan, tapi dinding gubuk yang terbuat dari bambu ini memiliki beberapa lubang yang membebaskan cahaya bulan masuk di celah-celahnya, sehingga beberapa benda yang ada di sini bisa terlihat. Ada balok kayu yang berada tak jauh dari kakinya. Gadis itu berjongkok dan segara memungutnya. "Beri aku jalan atau aku akan pecahkan kepalamu dengan balok ini." Ia tidak main-main dengan ancamannya. Sekalipun ia harus dipenjara, tak apa. Sudah cukup selama ini dia menjadi korban kebejatan bapak tirinya. Pun, tak hanya itu ... Ia juga difitnah sebagai perempuan tak waras dan suka menggoda suami orang gara-gara laki-laki di hadapannya sekarang. Kesempatan ini akan dia gunakan untuk mengakhiri semuanya. Tak apa dia dibenci Ambu, toh ... Sebulan belakangan, Ambu memang berubah sikap padanya. Ia sudah tak peduli apapun sekarang. Balok kayu dia angkat tinggi-tinggi, namun begitu ia ayunkan ke arah kepala lelaki di hadapannya, lelaki itu menghindar sehingga pukulannya hanya mengenai angin. Brak ... Pintu terbuka sebab tiga orang temannya yang ia minta menunggu rupanya tak sabar menunggu giliran. Mereka menyusul dan berhasil masuk saat di pintu sudah tak ada yang mengganjal. "Uw ... Anak lu ganas ya, Iz." Salah satu dari tiga orang itu terkekeh, dia yang paling mabuk diantara keempatnya. Sementara lelaki yang dipanggil Iz itu kesadarannya sudah kembali sepenuhnya sekarang. Akibat menghindari pukulan anak tirinya, kakinya malah tak sengaja menginjak bambu kering yang ada di lantai. Alhasil, ia jatuh dan kepalanya bebenturan bebas dengan lantai. "Mat, Dul ...." Ia memberi kode kepada kedua temannya yang masih setengah sadar, tidak mabuk parah seperti teman satunya. Keduanya serempak mengangguk dan menyergap perempuan yang tampak terkejut dengan kemunculan tiga orang yang tadi. Balok kayu terlepas, dan ketiganya tertawa. Sementara yang satu orang sudah pingsan sebelum mengambil giliran.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook