bc

Thankyou Prince

book_age12+
0
FOLLOW
1K
READ
dark
drama
brilliant
genius
campus
highschool
like
intro-logo
Blurb

B L U R B

Oca selalu membenci Oci, kakaknya yang terlahir sempurna bak pangeran. Di mata Oca, Oci hanyalah hama yang membuat beban hidupnya bertambah-tambah. Namun, tanpa Oca sadari. Justru Ocilah yang mendatangkan kemudahan-kemudahan hidup yang dialaminya belakangan ini.

Oca tidak pernah tahu apa yan dikorbankan sang kakak untuk kebahagiaan adik-adiknya. Oci tidak akan mendapatkan julukan ‘prince’ tanpa sebab kan?

chap-preview
Free preview
Prolog
Malam itu adalah malam terburuk dalam hidup Oca. Dia tidak pernah sesakit ini. Bahkan ketika teman-temannya mendorongnya, menghinanya, memanfaatkannya, memperbudaknya seenak jidat. Dia tidak pernah sesakit ini. Rasanya benar-benar nyeri di bagian d**a. Oca hampir kesulitan bernapas. Untung saja dia bisa pulang dengan selamat berkat bantuan taksi. Setibanya di rumah, Oca berharap bukan dia orang yang pertama kali dilihat oleh retina matanya. Oca berharap dia bertemu mama, papa, atau Ica saja sekalian. Ia tidak mau bertemu abangnya. Tapi s**l, takdir berkata lain. Baru sampai di depan gerbang saja terlihat pemandangan yang selalu diagung-agungkan oleh kaum hawa. Di sana, sosok laki-laki bertubuh tinggi tegap, dengan proporsi tubuh yang sempurna, wajah bak pangeran, dan hati yang selembut malaikat berdiri menjulang. Menunggu kepulangan Oca di depan pintu. Cih, Oca rasanya ingin kabur saja. Dari semua tempat dan waktu, kenapa dia harus bertemu dengannya di saat seperti ini. Oca sudah lelah menangis. Oca tidak lagi ingin marah-marah. Tapi melihat wajah tampan dan sok khawatir abangnya membuat Oca semakin muak. Amarah itu memuncak dan tidak bisa tertahankan. “ Gimana Ca? Berhasil?” Tanya Oci dari jauh sambil berjalan menghampiri Oca yang terus menunduk. “ Nggak usah pegang-pegang!” Oca menghempaskan tangan Oci kasar dan menjawab pertanyaan itu dengan dingin. Karena tidak ingin ribut di luar, Oca akhirnya masuk ke dalam rumah. Berharap dia bisa mencapai pintu kamar dengan mudah. Tanpa dicegat pertanyaan oleh abangnya. “ Oca kenapa? Kok nangis? Oca habis nangis kan? Cerita sama abang Oca kenapa?” Oca berhenti melangkah, lalu tersenyum sinis mendengar sederetan pertanyaan dari abangnya. “ Kenapa? Kenapa abang tanya?” Oca membalikkan badannya. Menatap Oci dengan nyalang. Dia benar-benar tidak tahan. “ NGGAK USAH PURA-PURA PEDULI!!! OCA BENCI SAMA ABANG!” Oca melemparkan tas nya pada Oci. Berteriak kalap sambil memukuli Oci sebisanya. “ Huhuhu... gara-gara abang, semua gara-gara abang!” kini Oca menangis tersedu-sedu. Padahal dia sudah berjam-jam menangis tadi. Tapi ternyata air matanya masih banyak stok persediaan. Hingga kini tumpah ruah kembali. Teriakan dan tangisan Oca membangunkan seisi rumah. Mama, papa, dan Ica terbangun dan melihat keadaan Oca yang sudah kacau balau. Ica terlihat takut melihat kakaknya yang seperti monster. “ Tenang Ca, kamu kenapa? Bilang sama abang kamu kenapa?” Oci berusaha menenangkan Oca dengan memeluknya. Mencoba menghentikan Oca dari aksi melempar barang-barang. “ Oca berhenti!” Oca yang sedang mengamuk itu berhenti saat mendengar suara tegas papanya. Diapun melepaskan pelukan Oci dan berlari masuk ke kamarnya. Membanting pintu dengan sangat keras. Lalu berteriak kembali dan terdengar suara barang yang diserak. “ AKU BENCI ABANG! AKU BENCI KALIAN! AKU BENCI SEMUANYA!!!” Oca masih berteriak sambil menangis dengan keras, membuat Ica yang mendengarnya ikut-ikutan menangis. “ Ica kita ke kamar ya.” Mama menggendong Ica untuk masuk ke kamarnya. Sedangkan Oci masih berusaha membujuk Oca. Setidaknya, dia ingin membantu masalah adiknya kali ini. “ Ca, buka pintunya Ca! Oca!” “ PERGI!!!” “ Oca, coba bilang ke abang kamu kenapa? Siapa yang bikin kamu nangis? Sini biar abang hadepin.” Terdengar suara benda kaca yang pecah tepat di balik pintu. Membuat Oci dan papanya terhenyuk sejenak. “ Ci, jangan dulu.” Papa meminta Oci untuk memberi Oca waktu. Mungkin saja Oca butuh waktu untuk sendiri saat ini. “ Kamu tidur dulu ya, besok baru kita bicarain baik-baik.” Namun Oci tidak mendengar perkataan papanya. Dia malah mengambil jaket dan kunci motor. “ Oci mau ke mana malam-malam?” “ Sebentar aja pa.” “ Oci!” tapi Oci seperti tuli, dia mengabaikan perintah papanya dan malah pergi ke luar. Oci sepertinya tahu dia harus ke mana. Dia harus memastikan sendiri apa yang sedang terjadi pada adiknya. Selama ini, dia selalu kesulitan untuk bisa dekat dengan Oca. Untuk bisa berhubungan dekat selayaknya adik dan kakak. Jangankan bercanda atau berbagi kasih sayang, hari-hari mereka hanya di isi dengan suasana dingin atau marah-marah. Oci tidak pernah tahu apa yang dipikirkan Oca. Apa yang dia suka dan apa yang dia tidak suka. Oca tidak pernah mau cerita. Oca selalu menyelesaikan masalahnya sendiri. Oca juga sering menangis diam-diam. Padahal mereka keluarga, tapi Oca seolah-olah menganggap dirinya hanyalah anak yang menumpang tempat tinggal. Bahkan kepada mama papa pun, Oca sangat tertutup. Dan belakangan ini, Oci sungguh bersyukur karena dia sudah berhasil mendekati Oca. Berkat bantuan teman-temannya juga, hubungannya dengan Oca mulai terlihat seperti kakak dan adik pada umumnya. Tapi entah kenapa malam ini hari kelam itu terulang kembali. Oca kemabli kalap dan mengatakan benci pada dirinya. Ini pasti ada sangkut pautnya dengan pesta tadi. Oci sangat yakin. Karena hari sudah larut malam dan tidak lama pestanya akan segera selesai, Oci pun menambah kecepatan motornya agar dia masih bisa sampai sebelum acaranya bubar. Namun, Oci tidak sadar. Kalau malam itu, dia memang tidak bisa sampai ke pesta itu. Malam itu, dia tidak bisa mencari tahu apa yang terjadi pada adiknya Oca. Malam itu, mungkin usaha terakhirnya untuk berusaha menjadi kakak terbaik. Drrrtttt... drrrrtttt.... Oca yang saat itu sedang haus pelan-pelan keluar dari kamar. Untung saja semua orang sudah tidur dan tidak ada yang berjaga di luar. Jadi dia bisa aman ke dapur untuk mengambil minum. Drrrrrtttt... drrrrtttt.... getaran hp papanya yang sedang di cas di dapur mengalihkan perhatian Oca. Nomor tidak dikenal. Oca sebenarnya malas untuk memberikan pada papanya. Dia tidak ingin bertemu siapapun saat ini. Drrrrttttt.... drrrrtttt.... tapi hp itu terus berbunyi. Jadinya Oca berinisiatif untuk mengangkat panggilan itu. Jika salah sambung dia akan langsung mematikannya. Jika ternyata penting dia mau tidak mau harus memberikan pada papanya. “ Halo.” “ ....” “ Iya.” “....” Oca menahan napas saat nama abangnya disebut. Dia terdiam seperti patung saat mendengar penjelasan tersebut. Seperti dihantam palu godam, kesedihan Oca kembali berlanjut. Namun kali ini air matanya justru tidak mau turun. Namun dadanya jauh lebih sesak ketimbang beberapa saat tadi. “ Bang Oci... nggak mungkin bang Oci...” Oca jatuh terduduk sambil tergugu. Kejadian dua jam lalu masih teringat jelas di benaknya. “ Enggak, nggak mungkin! Bang Oci sayang Oca. Bang Oci... MAMA!!! PAPA!!!” Oca sudah tidak kuat lagi, teriakannya yang melengking kembali membangunkan orang tuanya. Papanya segera menghampiri Oca yang terlihat sangat kacau di lantai dapur. Dia memberikan telepon papanya sambil menelpon kembali nomor tadi. Oca tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi. Biar papanya yang mendengar semuanya sendiri. “ Kenapa pa?” “ Aku harus ke rumah sakit sekarang.” “ Oca ikut pa.” Papa melihat penampilan dan keadaan Oca yang sangat kacau. Dia takut Oca akan membuat keributan lagi. “ Pa, Oca mohon! Oca mau ikut, Oca janji nggak macam-macam. Oca cuman mau ketemu bang Oci.” Mama yang melihat itu menganggukkan kepalanya, meminta agar suaminya itu mau membawa Oca. “ Ok, tapi cuci muka kamu dulu.” Oca mengangguk dan segera membenarkan penampilannya. Mama juga membantu menyisirkan rambut Oca, memakaikan Oca jaket dan masker. Agar penampilan kacau Oca sedikit tertutupi. Selama di perjalanan, Oca dan papa sama-sama diam dengan pikirannya masing-masing. Oca sendiri tidak bisa memikirkan hal lain. Pikirannya kosong. Namun dia teingat sesuatu. Ada orang-orang yang harus tau berita ini sesegera mungkin selain dirinya. Mereka adalah teman-teman Oci yang berharga. Teman-temannnya yang sebenarnya menyenangkan dan banyak membantu Oca dalam masa sulitnya. Pertama, Oca menghubungi Airi, adik dari Tono. Airi adalah yang paling dekat dengan Oca. Semoga Airi terbangun saat dihubungi. Untung saja Airi masih bergadang nonton drakor. Dia segera memberi tahu abangnya dan teman-teman abangnya yang lain. Setidaknya, hanya hal ini yang bisa dilakukan Oca untuk membalas segudang kebaikan abangnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook