bc

Akhir Pertama (Bahasa Indonesia) (TAMAT)

book_age0+
3.2K
FOLLOW
29.3K
READ
friends to lovers
goodgirl
CEO
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Dua puluh tiga tahun, bukanlah usia yang remaja lagi bagi Gita Melodika Wardana. Gelar sarjana yang telah ia raihpun seakan menambah bebannya untuk segera mendewasakan diri, terutama dalam masalah percintaan.

Terlalu mudah jatuh hati membuat Gita semakin jauh dari makna cinta yang sebenarnya. Ia bahkan tak bisa lagi mengerti perasaannya sendiri. Kagum, suka, sayang ataupun cinta, dia tak pernah benar-benar yakin mana perasaan yang sebenarnya ia rasakan saat dia memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya. Tak aneh jika hingga saat ini dia masih berstatus 'Single' bukan hanya 'Masih' bahkan ia tak pernah berpacaran sepanjang 23 tahun hidupnya itu.

Dua puluh sembilan tahun, bukanlah usia yang muda untuk pria berperawakan tinggi dan tegap ini, Deano Irdiansyah. Beriman, mapan dan tampan adalah paket lengkap bagi dirinya untuk menjadi pujaan dari banyak wanita bahkan dengan satu lirikanpun Dean bisa meluluh lantahkan hati para wanita di sekitarnya.

Namun hati yang tak mudah jatuh itu membuatnya harus betah menyandang gelar 'Single'. Tak pernah satu kalipun berpacaran adalah track record miliknya yang tak akan disangka oleh banyak orang. Karena sudah seharusnya mudah bagi Dean untuk memiliki pacar sebanyak yang ia mau. Tapi itulah Dean, terlalu memiliki standar yang tinggi dalam masalah percintaan.

Kali ini sebuah kisah datang dari dua hati yang terlalu mudah jatuh dan terlalu sulit jatuh, Gita yang seringkali terluka karena mudah jatuh hatinya dan Dean yang tak pernah terluka karena susah jatuh hatinya. Namun dua hati ini memiliki tujuan yang sama yaitu memecahkan misteri cinta mereka.

Akankah dua hati dengan latar belakang berbeda itu membawa takdir menjodohkan keduanya? Waktu masih bersemangat menyembunyikan rahasia itu.

chap-preview
Free preview
Satu
Gita POV "I can't move, Yas." Tidak terhitung sudah berapa kali nasehat dan petuah dari Yasmin berakhir dengan jawaban yang selalu sama dariku. "Please deh, Git! Lo bisa gak sekali aja jangan jawab gitu lagi? Bete nih gue, cape tau gak! Lo tuh dikasih tau masih aja. Yaudah sekarang kalau lo suka sama Faras yah tinggal bilang aja, tembak sekalian sono! Suruh dia putusin pacarnya dan jadian sama lo." Yasmin meluapkan emosinya kepadaku dengan merenggut toples berisikan choco cookies favorit kami dari dekapanku. "Sorry ya gini-gini gue gak akan pernah nyatain cinta duluan." Balasku beralih pada toples keripik kentang. "Eh Saodah! Kalau gitu mulu ya endingnya bakal tetap sama. Pa-tah ha-ti." Pemenggalan dan penekanan kata yang sangat mencirikan kehidupan cintaku. "Maysaroh! Lo sih enak sekalinya suka sama cowok eh cowoknya balik suka sama lo. Lah gue, boro-boro balik suka, ujung-ujungnya malah dimintain bantuan biar mereka bisa dekat sama lo." Inilah salah satu resiko memiliki sahabat, satu-satunya pula yang cantiknya berlebihan. Yasmin memang sudah menjadi gadis yang cantik sejak lahir. Selalu saja mata para lelaki tertuju kepadanya dimanapun ia berada. Sedangkan aku? Biasa saja. Sangat biasa. Beberapa orang disekitarku mengatakan bahwa wajahku terlihat manis padahal aku tau itu hanya ingin menyenangkan hatiku bahwa dibandingkan Yasmin aku kalah jauh sekali. Tapi walaupun kenyataan sepahit itu, aku tetap nyaman bersahabat dengan Yasmin. Sejak kecil berada di rumah yang bersebelahan membuat kami sudah merasa seperti saudara kandung. Ditambah lagi kami selalu berada di sekolah yang sama hanya saja beberapa kali kami duduk di kelas yang berbeda, semuanya membuat hidupku seakan dipenuhi oleh Yasmin saja. "Hmm kalau gitu yaudah Si Radit kan lumayan tuh jelas-jelas dia udah suka banget sama lo waktu SMA. Yah tinggal move on ke dia aja, gampang kan? Daripada sama si Faras, udah jadi hak milik Dila tuh." Yasmin lagi-lagi mengakhiri saran nya dengan membahas Radit. "Radit? Nggak mau, dia kan aneh, gendut pula lagian dia udah ngilang juga sekarang. Kenapa ya nasib gue gini-gini amat. Bayangin aja dalam setahun ini delapan kali gue ditinggal pacaran sama cowok yang gue suka." Ucapku sambil memasukkan beberapa keripik kentang ke dalam mulutku. "Salah sendiri, dibaikin dikit langsung tersanjung. Payah lo! Mental hati lo itu payah banget. Udah ah udah jam 3 gue mau jalan sama Dafa dulu." Yasmin segera menutup toples cookies dan beranjak dari tempat tidurku untuk meletakannya di atas meja di sudut kamarku itu. "Pacaran mulu lo, besok juga putus." Ledekku. "Enak aja! Yang ini gue jamin putuspun lanjut nikah." Ah memang bahagia sepertinya menjadi Yasmin. Pacarnya Dafa itu memang tipe cowok yang suamiable banget. Walaupun wajahnya tidak terlalu tampan tapi sifatnya yang sabar, pengertian dan amat sangat baik itu membuatnya pantas mendapatkan gadis sesempurna Yasmin. "Tega banget sih, Yas. Sahabat lagi patah hati gini lo tinggal pacaran." Ucapku memelas sambil memajukan sedikit bibirku. "Yaelah. Yakin sama gue deh Git, besok lo pasti udah curhat lagi ke gue, tapi bukan patah hati tapi karena lagi jatuh hati. Lihat aja." Yasmin tampak sangat yakin dengan perkataanya barusan. "Nggak ah. Gue mau stop aja. Cape gue. Lelah hati Hayati." "Ya. ya. ya. Lo juga selalu bilang gitu sebelumnya." "Kali ini gue serius, Yas. I promise." "Iya aja deh, Git. Bye gue mau siap-siap dulu." Selanjutnya Yasmin telah menghilang dari balik pintu kamarku. . . Jam di dinding kamarku telah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak terasa hari minggu akan segera berakhir. Maka besok aku akan kembali berhadapan dengan komputer di kantor. Bekerja sebagai staff administrasi di sebuah perusahaan swasta membuat komputer merupakan teman kerja terdekatku. Membayangkannya saja membuatku lelah terlebih dahulu. "Gita! Liat gunting gak?" Tanya mama yang tiba-tiba saja telah muncul di kamarku. "Di kamar abang, Ma." Jawabku sambil kembali sibuk membaca novel yang baru kubeli beberapa hari yang lalu itu. "Tolong ambilin dong, Nak. Mama gak enak ada temen-temen abang tuh." "Gita, juga gak enak, Ma." elakku. "Kamu nih ya, susah banget nyenangin hati orang tuanya. Pemalas banget. Cepat ambil ya, mama tunggu di ruang kerja mama." Saat ini sepertinya tak ada kesempatan untuk kembali menolak karena jika melanjutkan perdebatan ini, lamanya akan melampaui berabad-abad penjajahan Belanda di Indonesia. Dengan malas-malasan aku yang telah mengenakan piyama hello kitty favoritku inipun melangkah keluar kamar. "Bang, Bang Iky, mau gunting dong!" Ucapku setengah berteriak di depan pintu kamarnya. Tak ada jawaban. Tentu saja suara musik yang kencang itu seakan membisukan suaraku. "Woy kambing congek! Buka gak! Gue butuh gunting, Kambing!" "Apasih, Nyet?" Akhirnya Bang Iky pun membuka pintu kamarnya. "Gunting. Gue butuh gunting." ucapku datar. "Bentar! Sabar napa." Tidak butuh waktu lama, kini gunting yang menyita waktu membaca novel ku itupun aku dapatkan. Selanjutnya dengan setengah berlari aku menuju ruang kerja mama di lantai atas. "Ini ma. Udah ya. Gita lagi sibuk." Tanpa menunggu tanggapan mama yang sibuk dengan berkas-berkas kerjaannya itu aku segera keluar dari ruangan dengan aroma lavender ini dan menuju ke dapur untuk menghilangkan dahagaku setelah berteriak memanggil Bang Iky. "Kapan ya kira-kira Faras putus? Masa iya dia gak peka kalau gue selama ini suka sama dia. Jadi selama ini dia care ke gue nawarin antar-jemput ke kantor buat apa dong? Dasar ya cowok zaman sekarang, dekat sama siapa jadiannya sama siapa." Ntah mengapa aku kembali mengingat sosok Faras yang sudah mengacaukan hidupku beberapa hari terakhir ini. Aku menggerutu sendiri sambil menuju ke kulkas dan mengambil sebuah minuman isotonik favoritku itu. "Kamunya aja kali yang salah ngartiin kebaikan dia. Jangan pukul rata gitu." Tiba-tiba sebuah suara asing membuatku membalikkan badan menuju ke arah sumber suara itu. Kulit putih, lengan berotot, potongan rambut rapi, suara seksi, alis mata tebal tak berlebihan, bibir merah alami. Tampan. Sangat tampan. Seorang pria telah duduk di meja makan rumahku itu sambil meneguk segelas air putih. Dewa dari mana dia? Mengapa ada pria setampan itu di meja makan? Siapa dia? Bolehkah aku segera memintanya menikahiku sekarang juga? Oh tidak! Otakmu rusak, Gita! Bahkan disaat pertama kali kamu melihatnya. "Kamu Gita? Adiknya si Kambing congek?" tanyanya bahkan terlihat sangat memukau. Tidak lagi aku mampu berkata-kata, aku hanya menganggukkan kepalaku, mengiyakan pertanyaannya. Dan dia tersenyum. Berkali lipat menjadi tampan. "Dean! Giliran lo nih, Jaka kalah tuh." Suara Bang Iky menghentikan detik-detik yang sangat membahagiakan dalam hidupku. Aku masih saja mengagumi ketampanan lelaki yang disapa Dean oleh abangku itu dan kini dia meraih gelasnya dan menuju ke arah tempat cuci piring yang tepat berada beberapa langkah di sebelah tempat aku berdiri saat ini. Wangi. Parfum apa yang dia gunakan, harumnya begitu terasa lembut. "Dek! ngeliatinnya biasa aja dong." Terlalu sibuk menikmati ciptaan Tuhan yang paling indah itu akupun tidak menyadari kini minuman yang berada di tanganku sebelumnya telah beralih ke tangan abangku. Lagi-lagi lelaki paling tampan yang aku temui itu tersenyum dan kali ini dia tersenyum tepat beberapa langkah di depanku. Huaaa! Malam ini aku jatuh hati!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love Match (Indonesia)

read
172.8K
bc

Broken

read
6.3K
bc

MOVE ON

read
94.9K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.0K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

Perfect Marriage Partner

read
809.8K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook