bc

Kalkulasi Rasa

book_age12+
842
FOLLOW
4.2K
READ
goodgirl
self-improved
student
sweet
bisexual
female lead
campus
rejected
slice of life
passionate
like
intro-logo
Blurb

C A M P U S S T O R Y

Mathematics x Chemical Engineering

Aksa hadir saat hatiku tak pernah berpaling dari Mas Faris, yang harum pesta pernikahannya masih jelas di ingatan. Membuatku memutuskan satu hal, yaitu menyertakan serangkaian premis yang membentuk kerangka logis, untuk memperhitungkan penarikan kesimpulan dengan presisi tinggi. Agar tak asal membiarkan Aksa masuk, sebab hati tidak beraksi dengan cara ilmu pasti. Aku tidak akan mencoba peruntungan perihal rasa, karena tak ingin menumbalkan diriku juga Aksa untuk menghadapi risiko sakit berkepanjangan.

Langkah dan pijakan terus kuperhatikan dengan perhitungan matang. Meski tidak menjamin sempurna berjalan, tetapi aku yakin bahwa satu dua hal buruk bias coba dijauhkan.

Namun, aku tak pernah mengira akan jadi seburuk ini ketika kalkulasiku justru berbalik memerangi. Nyatanya, sekeras apa pun melogika, rasa memiliki banyak bagian di luar kendali kepala. Hingga di sebuah titik, di mana aku kehilangan daya.

- Anggia Ivy Senandika, a passionate mathematics student college.

chap-preview
Free preview
p r o l o g
Gue nggak ngerti kenapa pandangan ini nggak mau lepas dari sosok yang berdiri gusar di sisi lain gedung. Dia tampak nggak nyaman, kelihatan dari tangannya yang terus meremas sebelah dress yang dia pakai. Nggak kayak seseorang di sampingnya yang sibuk dengan semangkuk es buah, cewek itu cuma berdiri mematung. Di sana, di titik yang ajaibnya membuat gue nggak mau melepas tatap. Sosok itu mengunci gue, seolah dia adalah pusat medan magnet paling kuat sejagat raya, yang daya tariknya lebih kuat dari gravitasi bumi. Setelah melihatnya, gue nggak lagi peduli sama teman-teman s****n yang bakal dengan enteng menukar gue dengan sepiring hidangan prasmanan. Hari ini gue menghadiri undangan pernikahan senior kampus. Nggak minat, sebenarnya. Namun, Pata memaksa tanpa henti. Dia menggedor pintu kamar dengan heboh, bahkan kelakuannya lebih mirip ingin merobohkan alih-alih membuat gue membukanya. Mau pura-pura nggak dengar, tapi kelakuan bocah satu itu bakal ngelunjak kalau dibiarin. Alhasil, gue mengikuti kemauannya. Sesuatu yang detik ini mulai gue syukuri. Bukan karena prasmanan yang membuat perut meronta-ronta minta dipuaskan, tapi karena gadis dengan jilbab biru pastel yang berhasil mencuri perhatian. Dia selalu memelototi layar hand phone tiap menit. Kegiatan yang kayaknya dia lakukan untuk mengecek penampilan. Dia kelihatan nggak PD, padahal riasan di wajahnya sukses membuat gadis itu sulit diabaikan. Setidaknya, orang-orang harus menoleh dua kali setelah menangkap wajah ayu itu. Riasannya emang sedikit memberikan kesan dewasa. Gue yakin, tanpa make up dia akan mirip dengan adek gue yang masih SMP. Tapi, sumpah. Dia bukannya terlihat tua. Tebakan gue, dengan atau tanpa make up dia bakal sama cantiknya. Walaupun dalam versi yang berbeda. Dari sudut mata, terlihat jelas cewek itu sedang ribut dengan temannya. Seketika bibir gue tertarik. Dia persis seperti anak SD yang dimarahi kakaknya karena kebanyakan jajan es krim. Wajahnya lucu. Herannya, kenapa ekspresi apa pun yang dia buat, sukses membuat gue senyum-senyum nggak jelas? Nggak. Gue bukannya sedang jatuh cinta pada pandangan pertama. Gue percaya, cinta nggak sesederhana itu. Seperti kata Pak Sapardi, cinta udah kayak bungkamnya kayu dilalap api, nggak ada yang bisa ngerti. Sedang jatuh cinta hanya karena sekali tatap, rasanya terlalu sederhana. Terlalu naif bagi dunia yang sangat amat realistis. Oke. Ini menurut gue. Terserah kalau lo mau bilang, bahwa cinta pada pandangan pertama adalah cinta paling indah dan mudah sedunia. Gue bukan pujangga, apalagi filsuf cinta. Satu yang gue tahu, cinta adalah soal hati. Rasanya terlalu dangkal kalo urusan hati bisa selesai dengan pandangan mata. Pembawaan dan wajah gadis itu nggak bisa diabaikan begitu saja. That's why, mata ini terus mengarah ke sosoknya. Sosok yang mencuri perhatian itu kini merangsek di antara antrean yang nggak lagi begitu padat. Dia sibuk mengamati gedung, lalu sesekali menghela napas dengan cukup berat. Gila. Gue ngelihatin dia sampai sebegitu detailnya! No debated. Magnet dalam dirinya emang nggak main-main. Gue udah salaman sama mempelai sejak datang tadi. Temen-temen gue udah nggak sabar buat mengosongkan wadah-wadah yang berjajar di atas meja. Jadi, untuk menghindari akhlak minus mereka yang selalu kumat, gue menarik segerombolan serigala lapar itu untuk salaman terlebih dahulu. Setelah itu, gue memilih pisah dari mereka, karena nggak mau kecipratan malu gara-gara kelakuan mereka. Jadi, sekarang gue bisa terus ngelihatin dia, cewek yang pengin gue kirim ke planet lain di mana nggak ada gue di sana. Biar mata ini nggak melulu terpaku sama dia. Oke. Itu jahat. Netra gue terus menyorot ke sana. Sampai pada tubuhnya yang berada di depan mempelai pria. Dari belakang rada samping—ribet ngomongnya, pokoknya gitulah—gue lihat dia cuma mematung. Wajahnya kelihatan kaku. Namun, pemandangan itu nggak berlangsung lama. Karena temannya langsung menyeret dia turun dari panggung pelaminan. Wait. Jadi dari tadi gue ngelihatin cewek yang ditinggal nikah sebelum berhasil move on? Ah, mungkin itu yang bikin dia kelihatan gelisah dari tadi. Nggak sadar, sekarang gue berdiri nggak jauh dari dia. Kayaknya, waktu lihat dia diseret temannya, kaki gue ngikutin ke mana dia beranjak secara otomatis. Gue jadi bingung mau ngapain. Masalahnya, dia berdiri di tempat yang cukup ramai. Nggak kayak di sudut gedung yang cukup sepi tempat gue berdiri tadi. Kenapa gue jadi linglung gini, sih? Cuma gara-gara dia? For real? Ah, dia kalau jadi artis pasti bakal menjual banget di televisi. Gue berdiri mematung. Pura-pura sibuk dengan hand phone. Karena kalau langsung balik ke tempat tadi, pasti bakal sangat aneh bagi orang yang lihat, dan gue nggak bisa semasa bodoh itu dengan tatapan orang lain. Tanpa berniat menguping, gue mendengar perdebatan mereka. Wah, cewek ini sepertinya pemikir soal perasaan orang lain. Berdiri di sini membuat gue sedikit haus. Es buah di meja dekat cewek itu berdiri terlihat begitu menggoda. Alhasil, gue melangkah menuju meja panjang itu. Ya. Alasan gue mendekati tempat gadis itu berdiri, pasti karena rasa haus ini. Nggak mungkin karena intuisi aneh kayak tadi. Saat melangkah, tanpa sengaja gue menyenggol lengan gadis itu dari belakang. Dia memang bergeser agak ke tengah. Jadi, ya, it's purely an accidental. "Eh, maaf, maaf, saya nggak sengaja," kata gue. Dengan alasan kesopanan, gue ngambilin ponselnya yang terjatuh. "Maaf, ya?" Gue menyerahkan ponsel itu. Detik itu juga dia senyum ke arah gue. Manis. Kalem. Kayaknya dia masih anak SMA, deh. Dari deket gini, dia kelihatan imut. "Iya, nggak apa." Setelah mendengar jawabannya, gue menyingkir. Mengambil mangkuk lalu menuangkan kuah segar es buah ke dalamnya. Belum sempat menyuap, sebuah suara menginterupsi. "Maaf, Mas. Sendirian aja?" Teman si cewek bertanya antusias. Tidak ada kesan risih. "Wah, kok tahu? Di kening saya ada tulisan 'available'-nya, ya?" sambut gue dengan candaan, sambil melirik si gadis medan magnet. "Pas banget!" Si penanya berseru antusias, sambil tertawa kecil. Lalu, dua sahabat itu berdebat ringan. Gue terkekeh menyaksikannya. Kayaknya si cewek jilbab biru mencium bau-bau tak sedap dari kelakuan temannya itu. Gue semakin menikmati percakapan ini, ketika cewek jilbab biru langsung blushing saat temannya berperan sebagai mak comblang di antara kami. Gue menikmatinya. Padahal ini sebuah lelucon, tapi wajah itu sudah semerah kepiting rebus. Tuan Crab dalam serial Spongebob pasti insecure jika disandingkan dengan pipi cewek ini. Gue meladeni guyonan itu. Namun, setelahnya meringis, agak menyesal karena cewek medan magnet itu menggeret lengan temannya untuk meninggalkan gue. Ah, dia ... lucu. Gue masih mengamati perginya dua orang itu. Namun, karena tamu yang cukup banyak, gue kehilangan jejak mereka yang sepertinya berjalan menuju transit area. Gue tersenyum, lagi. Wah, kayaknya bakal awet muda kalau gini caranya. Apa di kemudian hari, gue bisa ketemu dia lagi? We'll see.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DENTA

read
17.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook