bc

The Curse Diseases

book_age16+
66
FOLLOW
1K
READ
dark
drama
tragedy
mystery
scary
like
intro-logo
Blurb

Tahun 2041. Sudah berlalu 20 tahun sejak pandemi virus mahkota. Vaksin berhasil menyelamatkan umat manusia. Manusia mengira, tak akan ada lagi pandemi. Tapi nasib berkata lain, pandemi kembali terjadi.

chap-preview
Free preview
Prolog
        Ada sebuah kutukan yang amat melekat di dunia ini. Kutukan 100 tahun namanya. Ya, sesuai namanya, kutukan ini ada setiap 100 tahun sekali.  Sekali dalam seabad, terjadi wabah pandemi menular yang mematikan. Sejarah dunia mencatat, kutukan ini bermula pada tahun 1720 di Marseille, Perancis. Wabah ini bernama wabah Marseille. Wabah ini berlangsung selama 2 tahun. Penyakit ini di temukan ketika salah satu penumpang dari kapal dagang Grand Saint Antohny yang terjangkit bakteri Yersinia Pesti, atau bakteri Y.Pestis. Bakteri ini menular dari hewan ke hewan. Bakteri yang ada pada tikus ini mulanya menular pada serangga, lalu serangga penghisap darah seperti nyamuk menggigit manusia dan menularkan dalam darah manusia. Bakteri ini berhasil menular banyak awak kapal saat itu. Kapal yang terombang-ambing tak jelas di tengah laut akhirnya berlabuh sementara di pelabuhan Marseillie. Warga Marseillie sempat mengkarantina penumpang kapal yang tersisa karena merasa tak wajar dengan kematian yang ada di dalam kapal. Tapi ternyata upaya itu malah membuat penyakit ini menyebar dengan cepat hingga ke pusat kota. Penyakit ini menyebar ke seluruh benua Eropa dan memakan lebih dari 100.000 jiwa. Penyakit ini sekarang lebih di kenal dengan penyakit penyakit Pes.         Kalian pikir setelah itu dunia kembali tenang? Oh, tidak. Tepat 100 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1820, kembali terjadi wabah yang melanda di benua Asia. Wabah ini berasal dari sungai Gangga di India. Ya, sungai yang di anggap suci oleh umat Hindu di India, dimana mereka melakukan segala aktivitas di sana, mencuci baju, mandi, hingga buang hajat. Terkadang malah mereka meminum air sungai, air suci katanya. Mungkin kamu sedikit asing dengan kata Kolera, bagaimana kalau muntaber? Ya, kolera atau muntaber ini sebenarnya sudah ada jauh sebelum tahun 1820, tapi baru memakan banyak korban di tahun itu. Wabah ini terjadi setelah festival Kumbh Mela. Festival ini adalah festival keagamaan bagi umat Hindu. Selama 3 hari, umat Hindu di India mengunjungi sungai Gangga di desa Kumbh kota Alllahad. Pergi ziarah, begitu kata mereka. Mereka akan menginap di desa Kumbh selama beberapa hari. Selama itu, mereka akan membantu orang miskin, mengadakan pesta dan bersenang- senang. Mereka mandi berendam di sungai Gangga untuk menghapus dosa- dosa mereka yang telah lampau. Untuk kembali menjadi sosok yang suci.         Ya, menurut mereka begitu. Tapi ritual suci itu malah menyebabkan wabah penyakit baru. Mereka yang berendam di sungai Gangga terkontaminasi bakteri Kolera, tapi mereka tidak sadar akan hal itu dan menyebarkan ke banyak orang. Karena saat itu perdagangan antar negara dengan kapal sangat sering di lakukan, terutama oleh pedagang India dan Arab. Jalur inilah yang membuat penyakit itu menyebar dengan cepat ke seluruh Asia, di dukung masih banyak negara yang saat itu masih negara berkembang, sehingga sanitasi air belum baik mempercepat penularan penyakit kolera ini. Diare yang berbentuk cair serta muntah merupakan gejala kolera. banyak dari masyarakat Asia yang tumbang karena kolera. Siapa sangka, penyakit yang tadinya tampak biasa, malah bisa menyebabkan banyak kematian. Menyerang siapa saja, baik yang miskin atau pun yang kaya. Tercatat, pada tahun pertama kolera menyebar di Indonesia pada tahun 1821, sekitar 1.225 jiwa meninggal di pulau Jawa. Itu hanya di pulau Jawa saja. Belum lagi dengan pulau lain, negara lain. Ada lebih dari 100.000 jiwa meninggal akibat kolera di tahun- tahun pertamanya. Pandemi kolera memang sempat berakhir pada tahun 1824, tapi wabah ini kembali muncul di paruh pertama abad 20, yaitu tahun 1881-1882, 1889, 1892, 1897, 1900-1902, dan 1909-1911. Epidemi ini mulai surut saat ilmuwan Jerman mulai menemukan obat antibiotik pada tahun 1911.         Epidemi mulai surut, dunia medis sedikit bernafas lega karena tak ada lagi segerombolan pasien yang datang dengan ramainya. Ah, tapi itu tidak lama. Beberapa tahun kemudian, tanpa di duga, pandemi kembali terjadi. Kau ingat kan, ini kutukan 100 tahun. Tahun 1820 sudah berlalu selama 100 tahun, bisa di pastikan akan ada penyakit baru lagi yang muncul. Ya, tahun 1920 merupakan hari- hari kelam dunia. Dimana saat itu juga sedang terjadi Perang Dunia I (1914-1918). Mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan nama penyakit ini. Penyakit Flu Spanyol namanya. Penyakit yang di sebabkan oleh virus H1N1 adalah sakit influenza dengan gejala yang lebih parah. Virus ini tercatat pertama kali di temukan pada 4 Maret 1918 di Kansas, Amerika Serikat. Saat itu, seorang juru masak di Camp Fuston, Albert Gitchelli, adalah orang pertama yang tercatat terpapar virus itu. Yah, mungkin ada orang lain sebelumnya tapi tidak terdeteksi. Sebenarnya penyakit itu udah di curigain dari Januari 1918 oleh dokter setempat, tapi ya masih curiga belum ada bukti. Beberapa hari setelah Albert ketahuan sakit, 552 orang di kamp di nyatakan sakit. Dalam kurun waktu seminggu, virus itu dengan cepat menyebar ke Queens, New York.         Penyebaran virus itu semakin meluas karena Camp Fuston adalah tempat pelatihan utama Pasukan Ekspedisi Amerika. Virus ini mulai menyebar ke Angkatan Darat AS dan negara Eropa lain. Tak ayal, dalam waktu dua bulan, virus ini sudah menyebar ke wilayah Eropa seperti Perancis, Inggris, Italia, dan Spanyol. Kurang dari setahun, virus ini mulai menyebar ke wilayah lain.April 1918, virus ini mampir ke wilayah Asia Tenggara.  Mei 1918, virus ini singgah ke Afrika Utara, India, dan Jepang. Juni 1918, virus ini kurang seru kalau main di satu tempat. Akhirnya ia travelling ke China. Merasa kurang puas juga karena dia belum keliling dunia, akhirnya Juli 1918, virus ini singgah ke Australia. Karena virus ini kayaknya kecapekan ya, lelah dia, akhirnya dia memilih untuk istirahat. Saat itulah gelombang Flu Spanyol ini mulai surut.         Surut, tapi bukan berhenti. Hanya istirahat sebentar. Gelombang pertama tampak sangat epic, tapi itu tidak sebanding dengan gelombang kedua. Tidak ada di terapkan karantina pada gelombang pertama ini, mengingat masih dalam suasana Perang Dunia I, dimana ekonomi dunia lagi anjlok. Angka kematian pun belum terlalu banyak saat itu. Amerika Serikat menelan korban 75.000 jiwa, sedangkan di Madrid, Spanyol, kurang dari 1.000 jiwa. Tapi pandemi Flu Spanyol ini cukup menganggu jalannya Perang Dunia I, dimana tiga perempat pasukan Perancis, setengah pasukan Inggris, dan lebih dari 900.000 tentara Jerman jatuh sakit. Ah, dan kalian tahu, sejak pandemi inilah, mulai di terapkan pakai masker jika berada di luar. Mulai banyak beredar masker- masker kain untuk manusia dan hewan juga, demi menekan penyebaran virus ini.         Tapi sepertinya cara itu tidak berhasil jua. Pasalnya, gelombang kedua kembali menerpa dunia. Berkali lipat lebih dahsyat daripada sebelumnya. Gelombang kedua ini di mulai pada bulan Agustus 1918 di Boston. Ini karena kapal- kapal yang mengirim pasukan tentara Amerika dan rekrutan Perancis untuk pelatihan angkatan laut di Camp Devens, Boston. Virus ini pun kembali menyebar ke seluruh Amerika Utara, lalu ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Virus ini juga menyebar ke Afrika Barat dan Afrika Selatan. Daratan Eropa juga terkena kok virus ini. Virus ini bermukim di Rusia. Karena Rusia setengah wilayahnya milik Asia, maka virus ini juga menyebar ke seluruh Asia.         Kalian tahu, virus Spanyol terbagi dalam 4 gelombang, dan gelombang terakhir ada pada tahun 1920. Gelombang kedua ini memakan lebih banyak korban dari gelombang pertama dan tidak pandang bulu, tua muda tercabut semua. Menurut laporan, hanya dalam kurun waktu setahun, India memakan korban paling banyak dalam pandemi ini, yaitu 20 juta kematian. Mumbai melaporkan 15.000 kematian dimana penduduk Mumbai saat itu hanya 1,1 juta saja. Belum juga istirahat dari gelombang kedua, gelombang ketiga kembali menerpa pada awal tahun 1919. Kali ini Flu Spanyol melanda Australia melalui jalur kapal laut, yang kemudian menyebar luas ke wilayah Eropa dan Amerika Serikat. Ratusan ribu jiwa melayang di Spanyol, Serbia, Meksiko, dan Inggris pada tahun itu. Pada tahun itu pula, beberapa kota di Amerika Serikat jadi terisolasi. Dalam kurun waktu enam bulan di tahun 1919, puluhan ribu kemarian tercatat di wilayah Amerika.         Kau kira mereka akan tenang? Oh tentu tidak. Inilah puncak dari segala puncak pandemi Flu Spanyol, dimana sering di katakan bahwa itu adalah penyakit kutukan 100 tahun. Tahun 1920,  gelombang keempat malah masuk melalui daerah terpencil di New York, Swiss, Skandinavia, dan beberapa pulau di Amerika Selatan. Lalu menyebar dengan sangat cepat hingga ke seluruh belahan dunia. Semua bangsal penuh, dokter dan perawat mulai kewalahan menangani pasien yang membludak. Seakan tak ada bagian negara manapun yang tak terkena dampak virus ini. Bahkan bagian bumi paling dingin pun mampu di terjang oleh virus ini. Benar- benar virus ini hobi banget travelling yak. Penyebaran yang begitu cepat ini terjadi karena penyebaran virusnya yang melalui udara. Pengalangan penggunaan masker saat di luar rumah pun di tegakkan. Pilihannya hanya dua, pakai masker atau masuk penjara. Tahun- tahun penuh kekalutan dan kecemasan. Perang Dunia memang berakhir, tapi perang virus Flu Spanyol ini belum usai. Korban berjatuhan semakin banyak, melebihi korban yang berjatuhan karena perang. Banyak dari mereka yang lebih memilih diam di rumah. Bahkan beberapa sekolah tampak tutup, takut adanya penyebaran lagi. Akhirnya, pada penghujung tahn 1920, pandemi Flu Spanyol selesai. Menyisakan sepertiga penduduk bumi yang selamat.         Dunia kembali tenang. Tidak ada virus yang menyebar dengan cepat hingga ke seluruh dunia lagi. Yah, mungkin hanya ada wabah di beberapa kota di sebagian negara. Seperti di Indonesia sendiri, wabah flu burung menyebar di beberapa daerah. Wabah ini berasal dari ayam yang sudah mati membusuk yang di masak ataupun ayam yang sedang flu. Karena wabah ini, ayam- ayam yang ketahuan sakit flu akan di bakar demi mencegah penyebaran terjadi. Juga ada demam berdarah yang menyebar melalui nyamuk chikungunya dan sejak itu mulai di terapkan ketat kebersihan lingkungan sekitar.         Semakin tahun, perkembangan teknologi semakin canggih. Seakan tidak ada lagi yang tidak bisa di ciptakan oleh tangan manusia ini. Sutrada- sutrada ternama mulai mencoba membuat film replika yang menceritakan tentang kondisi pandemi yang pernah terjadi seabad yang lalu. Sebut saja, salah satunya film Contagion tahun 2011 dan film Korea movie yang berjudul The Flu pada tahun 2013. Keduanya sama- sama bercerita tentang pandemi virus yang mematikan. The Flu, seperti judulnya, menceritakan tentang wabah virus H1N1 yang sama seperti Flu Spanyol. Virus ini berasal dari seseorang yang tertangkap untuk di perdagangkan. Mereka yang terkurung berhimpitan dalam container tanpa keluar sedikit pun akhirnya meninggal dengan kondisi bau membusuk. Hanya ada satu anak yang bernama Mossai yang berhasil melarikan diri dari sana, membawa virus itu dalam dirinya. Berawal dari situlah, virus itu menyebar dengan cepat ke seluruh distrik Bundang di Seongnam. Virus ini menyebar dengan sangat cepat, hanya dalam 36 jam sudah memakan banyak korban. Akses ke daerah itu pun langsung di tutup. Mayat- mayat yang terinfeksi, mereka yang sekarat setelah di infeksi, di bakar dengan api membara seperti di tempat pembuangan sampah. Adegan yang paling mengerikan dan paling membekas.         Film Contagion ini tak kalah kelamnya juga. Terinspirasi dari wabah SARS dan Flu Burung pada tahun 2004. Menceritakan tentang seorang laki- laki yang terinfeksi suatu virus sepulangnya dari Hongkong untuk menemui kekasihnya. Sekembalinya ke Chicago, ia di temukan kejang- kejang karena terinfeksi virus misterius. Sejak itulah, seluruh kota lockdown. Tidak ada yang keluar, sudah seperti kota mati saja. Suasana mencekam saat memasuki kota.         Film- film itu, entah bagaimana, seakan memprediksi yang akan terjadi pada tahun 2020. Kasus pertama di temukan pada 17 November 2019 di Hubei, China. Kasus ini ditemukan dari seorang berusia 55 tahun. Setelah kasus pertama di temukan, sati sampai lima orang di laporkan terinfeksi setiap harinya dan pada tanggal 15 Desember 2019, total infeksi mencapai 27 orang. Kasus harian semakin meningkat hingga pada 20 Desember 2019, tercatat ada 60 kasus terinfeksi.         Berbagai dugaan mulai muncul. Virus ini baru di sebarkan oleh media pada awal tahun 2020, setelah jumlah yang terinfeksi di Hubei, China semakin banyak. Praduga awal, kemungkinan virus Mahkota atau virus Crown, begitu mereka menyebutnya, berasal dari pasar basah yang ada di provinsi Hubei, China. Pasar ini menjual berbagai macam hewan, mulai dari yang normal seperti daging ayam, daging sapi, daging babi, hingga daging yang tidak normal seperti daging kelelawar, daging katak, daging anjing, dan sejumlah hewan lain. Daging- daging yang di jual di pasar ini di konsumsi oleh masyarakat provinsi Hubei, baik di masak ataupun di makan mentah. Praduga awalnya sih begitu.         Karena semakin tinggi kasus virus Mahkota ini, akhirnya pemerintah setempat memperlakukan sistem lockdown, dimana mereka tidak boleh keluar rumah selain untuk belanja kebutuhan sehari- hari sesuai dengan jadwal yang telah di tentukan dan orang yang di tentukan pula. Semua fasilitas di tutup, kecuali pertokoan yang menjual bahan makanan pokok. Lockdown ini berlaku sejak 23 Januari 2020, tak lama sebelum perayaan Tahun Baru China. Rencananya, Tahun Baru China di tahun itu akan di rayakan begitu meriah selama seminggu berturut- turut, tapi semua rencana itu buyar.         Apakah kalian mengira dengan adanya lockdown maka kasusnya akan berkurang begitu saja? Oh tentu tidak. Malah, rumah sakit di Hubei saat itu penuh dengan pasien- pasien. Membludak hingga tak muat untuk menampung massa yang meminta pengobatan. Berjam- jam tenaga medis menghadapi mereka menggunakan APD lengkap, sampai APD itu membekas di kulit ketika mereka lepaskan. Karena jumlah pasien yang semakin banyak, maka pemerintah China membuat rumah sakit darurat khusus untuk virus Mahkota ini. Dalam waktu seminggu, rumah sakit itu selesai dan layak untuk di tepati. Selama 76 hari Hubei mengadakan lockdown total. Setelah merasa kasus mulai menurun, mereka perlahan mulai membuka kembali kota mereka. Meski masih banyak kegiatan yang berlangsung dari rumah.         Di bukanya kota, tandanya di bukanya kembali jalan virus Mahkota ini. Tanpa di sadari, virus ini mulai menyerang ke wilayah China yang lain, negara tetangga, benua tetangga, dan tersebarlah di seluruh dunia. Kata oma, dulu Indonesia sempat sedikit berbangga karena ketika negara tetangga Indonesia lain sudah terinfeksi, Indonesia masih nol kasus. Kayak, virusnya lompat, ogah masuk ke Indonesia. Tapi rasa bangga itu sirna saat di temukan 2 kasus pertama di Depok, yang menyebabkan libur nasional dadakan selama 2 minggu. Libur nasional yang malah jadi kepanjangan karena mulai di berlakukan kegiatan dari rumah. Sekolah dari rumah dan kerja dari rumah, via online. Lewat zoom meeting atau google meet. Mama cerita, mulanya mama enjoy aja dengan sekolah online. Enak, karena nggak perlu mandi pagi buru- buru buat siap- siap ke sekolah, bisa sekolah sambil rebahan pula. Tapi itu awalnya saja. Semua berubah saat tugas semakin tidak terkendali, jadwal kelas mulai seenaknya saja. Kadang terlalu pagi, kadang terlalu malam. Bangun pagi langsung buka laptop untuk zoom meeting, sisanya melanjutkan tidur dan hanya menghidupkan mic saat absen saja.         Kalian kira dengan sistem begitu maka kasus semakin menurun? Oh tidak. Justru semakin meningkat, karena saat awal kasus mereka sempat meremehkan hal itu dan memilih untuk liburan. Ya kan kapan lagi libur yang sebenarnya libur, selama 2 minggu pula, tentu saja pekerja kantoran takkan melewati kesempatan ini. Tempat rekreasi mulai di banjiri pengunjung, begitu juga mall- mall. Karena keremehan inilah, kasus bertambah dengan cepatnya. Akhirnya pemerintah mulai mengadakan sistem PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar, dimana mulai menerapkan jaga jarak sejauh 5 meter, mengetatkan protokol kesehatan seperti mengenakan masker ketika di luar rumah, mencuci tangan sehabis dari luar, mengganti baju setelah keluar, menggunakan desifektan sebelum membuka paket atau duduk di luar, dan mengonsumsi vitamin dan menjaga pola hidup sehat.         Virus Mahkota semakin merajalela di dunia, bahkan di Amerika Serikat, bisa mencapai 1 juta kasus hanya dalam sehari. Karena itu, para ilmuwan berlomba- lomba untuk membuat vaksin. Vaksin yang biasanya di buat dalam 10 tahun, kini sudah selesai dalam kurun waktu 1,5 tahun. Para petinggi negara yang pertama kali mendapat vaksin, di ikuti oleh jejerannya dan masyarakat. Vaksin ini gratis, hanya harus mendaftar saja untuk mendapat vaksin. Ada beberapa macam vaksin dari beberapa negara yang terus masuk dan diberikan pada manusia. Vaksin ini sebagian besar sukses menghambat perkembangan virus di tubuh, tapi tidak bagi sebagian orang yang meiliki daya imun yang rendah. Vaksin terus di galakkan, meski menuai pro dan kontra. Akhirnya, pandemi ini usai di penghujung 2021, kasus terakhir yang ada di Jerman pun perlahan sembuh. Meski tidak memakan korban jiwa sebanyak Flu Spanyol, tapi pandemi ini cukup membuat kepanikan di seluruh dunia.         Hari ketika pandemi di nyatakan berakhir, seluruh dunia bersorak- sorai. Mereka berpesta, menyalakan kembang api dan kembali mengadakan kumpul keluarga yang sudah tertunda. Pesta ini berjalan selama beberapa hari, bahkan ada yang sampai pesta seminggu penuh di beberapa negara. Akhirnya, dunia sembuh. Tapi kebiasaan memakai masker masih susah lepas dari beberapa masyarakat, malah menjadikannya trend baru yang fashionable. Begitu katanya. Bahkan sampai sekarang masih banyak kok mereka yang keluar pakai masker.         Meski dunia tampak berpesta pora, berfoya- foya dengan kemenangan menghadapi pandemi, tapi tetap dunia berkabung. Banyak para garda depan yang gugur dalam pandemi ini. Karena itu, untuk mengenang mereka garda terdepan yang sudah berjuang merelakan segalanya, petinggi di seluruh dunia sepakat untuk mengadakan ziarah massal, yaitu menaruh buket bunga di depan rumah sakit rujukan, tepat di depan bangsal virus Mahkota yang diiringi lagu kebangsaan. Selain itu, sehari setelah ziarah massal, seluruh dunia mengadakan ‘Mahkota Menyepi’, libur nasional yang diadakan untuk mengenang pahitnya virus Mahkota. Libur ini di adakan tepat pada tanggal dimana kasus pertama di temukan pada negara masing- masing. Hari itu merupakan hari spesial, mungkin begitu. Dimana seluruh keluarga di wajibkan berkumpul di rumah. Hari itu, semuanya libur. Seperti tanpa terkecuali. Fasilitas umum pun tutup, terkecuali rumah sakit. Pagi hingga siang hari tidak boleh ada huru- hara. Semua menyepi di dalam rumah, mematikan segala penerangan dan juga perangkat elektronik. Yah, tak jauh bedalah dengan perayaan Nyepi yang di rayakan oleh umat Hindu. Seharian dimana kamu merasa damai dan tenang.         Berbeda dengan dunia malamnya. Begitu malam hari tiba, alat penerangan sudah boleh di nyalakan. Baru pada malam hari itu, semuanya berpesta. Semua keluar rumah, tetangga saling berkumpul dan berkunjung. Membawa makanan terbaik yang bisa mereka sediakan, lalu mengadakan santap bersama. Oh ya, jangan lupa, perayaan ini juga tak jauh dari kembang api. Biasanya, setiap jam 11 malam, kembang api mulai di nyalakan di langit- langit. Terus kembang api nyala silih berganti hingga pergantian hari, tanda pesta telah selesai. Semua perayaan ini di tujukan untuk mengenang masa- masa dimana kami hanya bisa di rumah saja selama pandemi dan ketika pandemi hilang, kami merayakannya.          ‘Mahkota Menyepi’ merupakan hari libur yang paling aku nantikan, karena itu adalah hari paling sunyi dalam setahun. Tidak, aku bukan mau bermeditasi. Tapi aku bebas tidur seharian tanpa ada suara yang menganggu. Mama bahkan tidak marah, hari itu juga di larang untuk marah. Marah tanda keributan, begitu katanya. Ah, aku tak sabar merayakan ‘Mahkota Menyepi’. Aku bisa istirahat dan makan enak sepuasnya! Hari paling bebas dalam setahun di hidupku!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Menantu Dewa Naga

read
176.5K
bc

Marriage Aggreement

read
80.2K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
622.7K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
859.4K
bc

Scandal Para Ipar

read
692.7K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook