bc

Tanpa Keraguan

book_age16+
6.5K
FOLLOW
54.5K
READ
billionaire
fated
inspirational
CEO
drama
sweet
bxg
lighthearted
nerd
lawyer
like
intro-logo
Blurb

Dira, seorang pengacara cantik berusia 29 tahun yang tidak ingin pacaran karena trauma masa lalu. Tapi mengapa, salah satu miliarder termuda Indonesia benar-benar tertarik padanya? Sanggupkah Dira membuka hati seutuhnya?

Adya, CEO start-up pembayaran digital, salah satu miliarder termuda Indonesia, tinggi, ganteng dan baru berusia 35 tahun, tidak ingin pacaran karena percaya semua wanita hanya mengejar hartanya. Tapi, mengapa Adya tertarik pada Dira? Sanggupkah Adya meluluhkan hati Dira?

Cover baru! Cerita yang sungguh berbeda dengan kisah cinta CEO biasanya. Mengisahkan antara CEO muda yang manis tapi sederhana, dan Pengacara pintar dan mandiri. Tanpa pemaksaan, tanpa keraguan.

Ikuti terus perjalanan kisah Dira dan Adya dengan menekan tombol follow cerita. Jangan lupa share, like dan tinggalkan komentar ya. Terima kasih sudah membaca!

chap-preview
Free preview
Chapter 1: Pertemuan Tidak Disengaja
Dira POV “Oke kalau begitu, saya pamit dulu ya pak. Nanti akan saya email bila kontraknya sudah selesai.” Sadira Pratista berkata sambil memasukkan beberapa lembar dokumen yang baru ia terima dari klien ke dalam map plastil merah. “Baik, terima kasih banyak atas waktunya ya bu Dira,” Pak Desmon, Manajer HRD perusahaan klien Dira menjawab sambil menyalami Dira. “Mr. Matsumoto titip salam tadi untuk bu Dira, maaf katanya tidak jadi bertemu, beliau hari ini tidak ke kantor karena badannya kurang sehat,” Mr. Matsumoto adalah direktur perusahaan ini, salah satu resort hotel chain terkemuka di daerah Nongsa, Batam. Beliau merupakan salah satu klien pertama kantor hokum Dira, jadi Dira selalu menyempatkan diri mengunjungi perusahaannya langsung bila ada urusan, meski sebenarnya bisa saja diselesaikan lewat email. “Apakah beliau baik-baik saja?” Dira bertanya, khawatir akan kondisi sang direktur yang memang sudah lanjut usia. Apalagi Mr. Matsumoto tipe orang Jepang kebanyakan, yang selalu mengutamakan pekerjaan, jadi agak aneh bila tiba-tiba ia tidak datang ke kantor. “Oh tidak apa-apa kok bu, hanya flu ringan, tapi diminta dokter istirahat tadi.” “Syukurlah. Saya titip salam balik ya pak.” Dira tersenyum sembari mengambil tas tangannya, sekaligus memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal dalam ruangan. “Oiya bu Dira, nanti seperti biasa hotel akan mengadakan acara tahun baru, jadi datang ya. Kami tahun ini mau mengundang penyanyi ibu kota, Cuma masih kami rahasiakan siapa saja bintang tamunya karena belum final.” Pak Desmon berkata sambil membukakan pintu ruang meeting untuk Dira. “Apa tidak merepotkan pak? Saya takut merepotkan karena tiap tahun diundang terus kalau hotel ada acara.” “Tentu tidak bu,ibu kan pengacara kami, dan ini permintaan Mr. Matsumoto juga. Ibu bahkan tidak perlu pulang malam itu, kami sudah menyiapkan satu kamar untuk ibu menginap selama dua malam, jadi ibu bisa sekalian berlibur. Pasti pas malam tahun baru kantor ibu libur kan. ” jelas Pas Desmon. Dira akhirnya menyerah. Kalau sudah diundang acara klien, apalagi itu Mr. Matsumoto, Dira memang tidak bisa menolak. “Ya ampun… saya jadi enak pak,” canda Dira, membuat Pak Desmon tergelak. “Terima kasih banyak ya pak, kebetulan sudah lama saya tidak menginap di resort. Nanti saya bilang terima kasih juga sama Mr. Matsumoto.” “Ibu bisa bawa teman atau saudara juga kok bu, undangannya untuk dua orang.” “Oke deh, terima kasih sekali lagi ya pak, saya pamit dulu.” Dira mengangguk pada Pak Desmon lalu berjalan ke parkiran, tempat mobilnya diparkir. Suzuki swiftnya berwarna merah, mobil kesayangan Dira sejak ia masih kerja di Jakarta, yang ia setir sendiri ke Batam saat ia pindah ke pulau ini 4 tahun lalu. Platnya bahkan masih plat B. Dira masuk ke dalam mobil dan langsung tancap gas menuju klien berikutnya. Hari ini dia ada 3 meeting sama 3 klien yang berbeda, dan hotel ini yang paling jauh, terletak di Nongsa, daerah pantai di pulau Batam yang agak pelosok. Jalan menuju Nongsa sudah bagus, tapi termasuk sepi dan masih banyak pohon rindang, sehingga kalau kita lewat serasa menembus hutan. Tapi Dira senang daerah sini, sejuk dan bisa puas melihat pemandangan berupa pepohonan dan pantai di sisi jalan. Biasanya daerah ini hanya ramai di weekend, jadi jalanan selalu lancar karena jarang dilewati orang. Sambil menikmati pemandangan jalanan Nongsa yang rimbun di pagi yang cerah, Dira menyalakan radio mobil. Suara lagu lama Justin Bieber membuatnya bernostalgia ke empat tahun lalu, saat pertama pindah ke Batam dan akhirnya mendirikan kantor hukumnya sendiri. Saat itu, Dira telah bekerja menjadi pengacara di salah satu kantor hokum terkenal di Jakarta selama dua tahun, setelah sebelumnya magang di sana selama dua tahun juga. Hidupnya sebetulnya berjalan sangat mulus ketika itu, Dira merasa ia telah memiliki segalanya dan setiap hari ia merasa kehidupannya sempurna. Karir yang oke di kantor dengan bos dan rekan kerja yang suportif, gaji sebagai associate lawyer dengan hitungan dolar dengan asetnya yang berlimpah, hubungan percintaan yang awet dengan pacarnya saat itu yang juga pengacara yang telah bersamanya selama 6 tahun, sejak mereka sama-sama kuliah hokum di salah satu universitas negeri terbaik di pinggir Jakarta. Setiap hari, Dira merasa sangat bahagia, meski tiap hari ia harus berkutat dengan macet saat akan berangkat ke kantor, ia sangat mencintai kota Jakarta, kota kelahirannya. Baginya, disinilah memang tempat terbaik untuknya.  Tapi semua itu hancur seketika karena beberapa kejadian beruntun, yang membuat Dira merasakan sisi buruk kehidupan sebagai generasi muda kota Jakarta dalam sekejap. Kejadian yang hampir membuatnya kehilangan semangat hidup, dan membuatnya langsung angkat kaki untuk keluar dari sana. Sama seperti saat ini, Dira mengendarai mobil Suzuki swift merahnya sendiri dari Jakarta, membawa semua barang-barang yang ia butuhkan dan menyebrangi Pelabuhan Merak menuju Bakauheni, menjalani road trip selama 7 hari yang membuatnya kembali menemukan semangat hidup. Di pulau Batam ini, ia berlabuh dan menetap. Jauh dari Jakarta yang mengingatkannya pada masa lalu kelamnya. Dira masih melamun saat tak sengaja melihat ada mobil SUV biru berhenti di pinggir jalan, dengan lampunya berkedip. Seorang laki-laki muda berdiri di belakang mobil tersebut sambil menelpon, raut mukanya terlihat sangat cemas. Tadinya Dira tidak mau terlalu mempedulikan mobil itu, tapi saat papasan dengan si pemuda, Dira tiba-tiba tidak tega dan kemudian menepi di depan mobil itu. “Aku tanya aja deh, kali aja aku bisa bantu apa gitu,” Ucap Dira pada dirinya sendiri, sambil meyakinkan bahwa ini bukan modus penipuan model baru dan lalu turun dari mobil sambil mengunci pintunya. Lagipula ini masih jam 10 pagi, amanlah, kata Dira dalam hati. “Ada apa, pak?” Tanya Dira sambil mendekati si lelaki. Lelaki itu tersentak, mukanya kelihatan sangat cemas, tapi juga sedikit lega. Ketika sudah berdiri lumayan dekat, Dira baru sadar lelaki ini sangat tinggi, Dira yang tingginya 165cm bahkan hanya setinggi pundaknya. Lelaki ini berkulit putih dengan janggut tipis, mengenakan kaus polo berwarna abu, celana bahan warna hitam dan sneakers hitam merek Nike. Sama seperti Dira, lelaki ini juga memakai smartwatch merek buah termasyhur, tapi jenis terbaru. Dari penampilannya Dira sudah bisa menyimpulkan status sosial si lelaki, yang pasti jauh di atasnya, tapi dia tidak terlalu ambil pusing.  “Ban mobil saya pecah bu. Saya udah coba telepon orang kantor saya buat jemput, tapi kayanya hape saya gak ada sinyal,” Jawabnya sambil memperlihatkan hapenya. “Provider bapak X ya?” si lelaki mengangguk. “Memang sedang ada gangguan sinyal pak di sekitar sini,” Jawab Dira sambil mengingat berita yang barus aja ia dengar di radio mobil.  “ini kalau mau telpon kantor bisa pakai hape saya, providernya lain jadi sinyalnya masih aman.” “Terima kasih banyak bu,” Si lelaki menerima hape Dira dan langsung memasukkan nomor, “Halo, Raya, tolong sambungin ke Feri. ….  Fer, lo bisa  jemput gue gak, mobil gue mogok nih di deket resort,” Si lelaki lalu menjelaskan lokasinya pada orang yang ditelpon, lalu kemudian membahas beberapa urusan pekerjaannya. Sambil menunggu, Dira iseng mengecek semua ban mobil lelaki tersebut. Mobil ini mobil mewah keluaran Mitsubishi, jadi seharusnya tidak mudah bannya pecah. Tapi ternyata memang benar, ada ban belakang yang pecah, kena paku yang ntah muncul dari mana.  Dira kemudian mengecek jamnya, lalu menghitung waktu hingga meeting berikutnya. Hmm, masih ada waktu. “Ini bu, terima kasih saya sudah boleh pinjam hapenya,” Lelaki tersebut berkata sambil  mengembalikan hape Dira, membuyarkan Dira dari renungannya. “Eh iya, bagaimana pak, bisa ada yang jemput?” “Bisa, Cuma orang kantor masih ada conference call penting jadi kayanya saya harus nunggu setengah jam lebih. Tidak apa-apa sih yang penting mereka sudah tahu,” Si Lelaki pasrah berkata. “Ada ban cadangan pak?” Tanya Dira. “Sepertinya ada bu, di belakang,” “Boleh saya ganti bannya pak? Tidak sampai 30 menit kok,” Dira spontan menawarkan, membuat sang lelaki terpana. “Hah?”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook