bc

INTERLUDE

book_age12+
228
FOLLOW
1K
READ
friends to lovers
aloof
sensitive
independent
dare to love and hate
band
drama
sweet
bxg
highschool
like
intro-logo
Blurb

Lima orang anak muda, Andra Sastra Gumilang, Denis Rakasenja, Revan Baskara, Gilang Gitara dan Gery Manakar adalah sekelompok anak muda yang memiliki cita-cita besar dalam dunia musik. Mereka bercita-cita sejak SMA untuk menjadi band terkenal dan menghadirkan karya terbaik untuk dinikmati oleh penikmat musik.

Atas kesamaan cita-cita dan keinginan itu pula persahabatan antar mereka terajut. Tapi semua hal yang diinginkan tentu tidak mudah. Tantangan dari dalam diri mereka sendiri datang menghampiri.

Konflik terjadi kala Gilang dan Revan terlibat cinta segitiga dengan seorang gadis cantik bernama Melodi. Friksi antar mereka semakin melebar karena ego masing-masing. Tak hanya itu, persoalan lain yang tak kalah pelik juga terjadi. Denis, personel yang penuh warna mulai memasuki dunia yang kelam kala bersentuhan dengan narkotika. Hingga Denis akhirnya harus terkapar kritis.

Padahal ketika itu, karier mereka di dunia musik sedang menanjak. Apakah berbagai konflik ini dapat diselesaikan oleh para personel band? Bagaimana nasib Denis kemudian? Siapa pula yang memenangkan cinta Melodi?

chap-preview
Free preview
INTRO
Lorong panjang rumah sakit, depan ruang ICU, beranda dengan bangku kayu. Segalanya terlihat putih, bahkan pada tiang-tiang penyangga bangunan atau raut wajah yang sedang mengeja waktu. Putih karena duka, putih karena tak menampakkan keriangan. Hanya tangisan yang diiringi sesenggukan sesekali terdengar dari tiga orang pemuda dan dua pemudi di sana. Pakaian mereka terlihat lusuh dan basah karena keringat serta sebagian tetesan air mata yang merembas, jatuh. Dari ketiga orang laki-laki di lorong itu, Andra adalah salah satunya. Pria berambut klimis, dengan kacamata frame tebal dan kemeja kotak-kotak tergulung setengah lengan tampak sayu tak berdaya. Ia larut, terpukul dalam kesedihan. Segalanya terlihat dari wajah yang dibenamkan di antara lutut tertelungkup. Nafasnya tak beraturan. Sedikit erangan dari bibirnya sesekali sayup terdengar, membuat orang mengerti jika emosinya berada di titik nadir. Posisinya duduk menjauh dari yang lain, seorang diri, beralaskan lantai tanpa kursi, bermaksud melampiaskan amarah dalam sunyi. Dua orang laki-laki lainnya, meskipun berdekatan tetapi terasa saling mengasingi diri satu sama lain. Satu laki-laki lagi paling tampan di antara mereka, berada di bangku kayu panjang bercat putih, pandangannya tak lepas dari pintu yang juga berwarna putih bertuliskan ICU di hadapan. Matanya yang bertangkup hitam tak menghalangi pengawasannya ke arah pintu itu, barangkali akan ada kabar baik diterimanya dari sana. Ia adalah Revan. Di sisi kiri Revan, berjejer dalam bangku putih yang sama, terdapat pula dua orang wanita ikut larut dalam irama kesedihan malam itu, mereka mencoba saling menguatkan dalam dekapan. Salah satunya terlihat anggun dengan balutan satin putih yang menjuntai hingga ke lantai. Tampak ingin menutupi semilir angin malam yang menggerayangi tubuh. Meski pesona wajahnya masih cantik, malam ini ia terlihat sangat pucat, entah kenapa dengan kondisi perempuan yang bernama Melodi itu. Sementara satu perempuan lagi adalah Renata, biasa dipanggil Rere, sahabat Melodi. Dan satu laki-laki terakhir adalah Gery, dia duduk tak jauh dari posisi Andra. Hanya saja mereka berseberangan, Andra terduduk di lantai, sedangkan Gery berjejer satu bangku dengan Revan, di sisi kanannya. Wajah menyesal dan khawatir adalah pemandangan yang tak bisa ditutupi dari raut mereka semua. Kecuali Gery, selain khawatir dan menyesal, gelagat ketakutan tak bisa ditutupi dari wajahnya. Bagaimana tidak?? Gery adalah orang terakhir yang bersama Denis. Gery bahkan yang mengabarkan Andra, Revan dan Gilang jika Denis harus dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi sekarat. Bukan tak mungkin, Gery adalah penyebab mengapa Denis bisa sampai bertaruh nyawa seperti ini. Namun, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk membahas penyebab Denis masuk ICU. Kini mereka menanti kabar tanpa sepatah kata pun terucap, yang ada hanyalah harapan, terbang bersama bayangan yang kian memutih. Dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki berlapis sepatu berjalan tergesa. Bunyinya tidak beraturan, dari situ mereka tahu yang datang lebih dari satu orang, minimal dua orang. Suaranya semakin dekat dan semakin tergesa, ada nada kepanikan dari derap yang setengah berlari itu. Mulai tampak pria serta wanita paruh baya menghampiri ruang ICU, Andra menengadahkan kepalanya. Menelisik siapa rupa datang mendekat. Menyadari siapa yang datang, Andra mengusap air matanya yang telanjur membanjir di wajah. Menguatkan diri lalu berjalan menyambut kedua orang tersebut. Mereka adalah kedua orangtua Denis. Dibanding teman lainnya, Andra memang terbilang paling dekat dengan Denis juga keluarganya. Jarak rumah yang berdekatan, ditambah sejak sekolah dasar dahulu Denis dan Andra sudah bersama-sama, menjadi alasan hubungan pertemanan mereka terjalin hingga kini. Tetapi beberapa waktu terakhir, Andra memang sedikit kehilangan sosok Denis, ia harus memecah kepala untuk mengatasi permasalahan yang mesti diselesaikan. “Ndra!! Denis kenapa??” ucap perempuan setengah baya itu, ia tak kuasa menahan isak tangis saat bertanya kepada Andra. Pria yang mendampingi sang perempuan tak berucap apapun, hanya merangkul bahu, mengusap, mencoba menguatkan, sesekali pandangannya tertunduk ke bawah lantai, melepas kacamata yang ia gunakan dan mengusap matanya yang juga berkaca dengan lengan kiri. Pemandangan itu semakin lirih kala sang ibu memaksa masuk ke ruang ICU yang terkunci otomatis dari dalam, sambil sedikit berteriak memanggil nama sang buah hati, “Denisssss!!!”. Andra menahan tangan sang wanita, ia juga ikut membantu menenangkan. “Tidak apa-apa tante. Tante tenang ya. Denis sudah ditangani perawat di dalam, nanti kita tunggu kabar dari mereka,” jawab Andra setengah berbisik dengan perlahan menggenggam tangan orang yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri itu. Ia lantas menuntun kedua orangtua Denis duduk di beranda depan ruang ICU. Menenangkan sambil sesekali berucap untuk terus berdoa demi kebaikan Denis. Andra juga sedikit bingung untuk bercerita tentang apa yang menimpa Denis. Ia tak ingin kedua orangtua Denis semakin kalap dalam kepanikan dan membuat suasana bertambah riuh. Karenanya ia lebih memilih bersikap tanpa kata, hanya menyalurkan pemahaman melalui gestur tubuh yang simpatik. Suasana kembali sunyi, Tante Fara dan Om Fajar, sapaan Andra kepada kedua orangtua Denis juga sudah semakin tenang. Mereka seolah mengerti, tidak ada gunanya mendesak teman-teman Denis, terutama Andra untuk berbicara tentang apa yang terjadi. Bukan waktu yang tepat apalagi kalau sampai ada histeria seperti tadi. Pada akhirnya mereka menunggu, detik demi detik sampai terlarut dalam jam-jam berikutnya. Andra yang terbenam dalam lamunan penyesalan, mengingat-ingat semua tentang masa lalunya bersama Denis serta sahabat-sahabatnya. Termasuk janji dan tekad bersama untuk saling menguatkan. Jika pada akhirnya hubungan persahabatan ini harus saling menjatuhkan bahkan sampai ada yang dikorbankan, mungkin lebih baik mereka tidak pernah saling mengenal. Kesunyian di beranda ICU menghantarkan Andra pada masa-masa tiga tahun silam, saat mereka berlima saling mengenal. Ketika masa-masa awal masuk SMA. Masa putih abu-abu di SMA hijau. Ya, julukan atau sebutan bagi SMA mereka saat itu adalah Green School (GS), atau sekolah hijau dalam makna sebenarnya. Banyak yang mengira jika Green ditujukan untuk suasana sekolah yang penuh pepohonan rindang. Tetapi tidak demikian. Julukan GS adalah untuk bangunan sekolah yang bercat hijau, sementara soal kerindangan? Bisa dibandingkan dengan lapangan sepak bola, yang hanya ditumbuhi rumput. GS penuh dengan debu dan berpasir, maklum karena itu adalah bangunan gedung sekolah baru. Di sana hanya ada dua pohon besar, dan beberapa batang tanaman kering yang sengaja ditanam agar bertumbuh. Jika hujan, sekolah itu lebih mirip sawah dengan beberapa bangunan di atasnya. Andra dan teman-temannya sendiri merupakan angkatan ke-2 di sekolah ini. Kecuali Gery, ia adalah angkatan pertama yang masuk di Green School. Artinya Gery lebih senior satu angkatan dibanding Andra. Sedangkan Revan berada satu tahun di bawah angkatan mereka, tetapi berbeda lingkungan sekolah. Kesamaan mimpi adalah perekat yang menjadi alasan, mengapa Revan berada di sekitar mereka. Lalu mengapa Andra bisa terdampar di sekolah ini? Sebenarnya ia mendapatkan sekolah unggulan, sekolah lain yang jauh lebih baik daripada Green School. Hanya saja tidak diambil. Selain lebih jauh dari rumahnya, sahabatnya Denis, juga memilih untuk bersekolah di sini. Denis tidak seberuntung Andra dalam hal menerima pelajaran. Sejak sekolah dasar, Andra adalah siswa berprestasi dengan nilai pelajaran di atas rata-rata, tapi Denis jauh di bawah normal. Nilainya hanya cukup mengantarkannya naik kelas setiap tahun, tidak cukup untuk mengantre ranking prestasi di kelas. Kini lagi-lagi mereka berdua satu sekolah. Jadilah Andra dan Denis sejak SD, SMP sampai SMA bersama-sama dalam satu lingkungan. Andra sendiri tidak pernah ada masalah dengan itu, hanya saja ia harus menambah energi kala Denis meminta bantuannya untuk mengerjakan tugas sekolah. Namun Andra juga tidak terlalu rugi dalam hubungan persahabatannya dengan Denis. Melalui Denis lah Andra mengenal musik, mengenal cara bermain musik sampai mencintai dunia musik. Meski tak pintar dalam pelajaran dan terkesan lambat ketika menangkap maksud dari komunikasi dengan seseorang, Denis adalah anak yang cerdas dalam bermusik. Hampir semua alat musik mampu ia mainkan, piano, gitar, bass, bahkan biola, kecuali drum, Denis seperti maestro dalam memainkan instrumen-instrumen musik tersebut. Andra pada awalnya mencoba mempelajari piano dari Denis, tetapi jari-jarinya yang besar dan terkadang tidak sinkron dengan otak, membuatnya sulit memainkan alat musik itu. Jika sudah begitu, Denis gemar sekali ngecengin Andra dengan julukan ‘The Thumb Fingers’ atau jari jempol. Pada akhirnya, mereka berdua bisa bergulat satu sama lain. Tapi itu adalah hal yang menyenangkan untuk keduanya. Mereka tidak pernah sampai benar-benar bertengkar, di akhir pergulatan, selalu akan ada canda tawa yang tergurat dari Denis juga Andra. Pilihan alat musik yang diseriusi Andra kemudian jatuh pada gitar. Ia mulai menyukai gitar sejak melihat video tayangan Paul Gilbert dari band Mr. Big memainkan gitarnya, selain Paul Gilbert ia pun jatuh cinta pada gitaris Queen Brian May, dan juga Jimi Hendrix. Baginya mereka adalah maestro gitar terbaik yang pernah dilahirkan. Secara serius Andra mempelajari gitar dengan segala trik bermainnya, melalui Denis, video tutorial atau ke pengamen pinggir jalan yang didengarnya mumpuni dalam memetik senar gitar. Sebelum menjadikan musik sebagai pelabuhan jiwanya, Andra nyatanya juga sangat menyukai dunia sastra. Sejak SMP ia gemar mengoleksi berbagai karya sastra mulai dari Pramoedya Ananta Toer, Moechtar Lubis, sampai ke eranya sekarang seperti Raditya Dika atau Alanda Kariza. Semua buku tokoh sastra kegemarannya terpajang rapi di kamar. Denis yang terkadang bermain ke rumah Andra jadi ikut tertular menyukai sastra, tetapi tidak semaniak Andra dalam hal mengoleksi buku. Lagipula jika ia ingin membaca buku, tinggal pinjam ke Andra, walaupun terkadang tidak diberikan karena jarang dikembalikan. Persahabatan mereka memang berwarna, seperti pelangi, tak pernah pudar warnanya. Pantas jika Andra adalah sosok paling terpukul kala Denis terbaring tak berdaya seperti sekarang di ruang ICU. Ia merasa gagal sekaligus tak becus sebagai sahabat guna melindungi Denis. Andra tahu, Denis dengan segala keterbatasannya selalu ingin melampaui semua hal. Tetapi garis yang diberikan Andra sebagai sahabat terkadang justru dilampauinya. Buah terakhir dari semua itu tentu adalah masalah, hampir tidak pernah melahirkan kesenangan. Lamunannya terbentur kala pertama kali mereka memasuki masa-masa SMA. Masa di mana Andra dan Denis bertemu dengan teman-temannya, Gilang, Gery dan terakhir Revan. Atas kesamaan kegemaran dalam bermain musik, mereka lantas memutuskan membentuk grup band. Awalnya hanya pekerjaan sambilan untuk mengisi waktu luang sepulang sekolah. Tetapi band itu telah memberi lebih dari sekedar keisengan sekelompok anak muda. Band yang diberi nama Arunika ini memberikan pula secercah harapan untuk terus mengarungi dunia musik secara profesional. Mulailah petualangan sekelompok anak muda ini dalam usaha menggapai semua mimpinya. Ada jalan yang sudah terarah, mereka sepakat menuju ke sana bersama-sama. Hanya saja di tengah perjalanan, begitu banyak cabang jalan yang membuat tujuan sulit ditempuh. Sebagian memilih jalan lain, sebagian tetap pada jalan awal, tiba di ujung adalah wujud dari tunainya harapan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Head Over Heels

read
15.6K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.1K
bc

DENTA

read
16.9K
bc

Marriage Aggreement

read
80.1K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.4K
bc

Scandal Para Ipar

read
692.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook