bc

The Bitter of Love (Pahitnya Cinta)

book_age18+
7.7K
FOLLOW
62.4K
READ
one-night stand
escape while being pregnant
second chance
single mother
drama
sweet
straight
icy
small town
betrayal
like
intro-logo
Blurb

Jika bagi beberapa orang, cinta adalah sesuatu yang indah, namun tidak bagi Jillian.

Malam itu, Jillian baru saja merayakan bridal party bersama dengan teman-temannya.

Tapi, siapa sangka sukacita yang baru saja ia rasakan harus sirna begitu saja ketika ada sebuah pesan masuk di ponselnya yang menampilkan video berisi adegan panas antara calon suaminya Elton Wales dengan sahabat baiknya Mea Grey yang akan menjadi bridesmaidnya besok.

Dalam kekalutan pikirannya, antara meneruskan pernikahan dan lari dari kenyataan, Jillian akhirnya malah minum sampai mabok. Dan kejadian malam itu merubah nasib Jillian untuk selamanya. Ia membuat kesalahan yang fatal dengan terlibat hubungan cinta satu malam bersama Reyes, pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya.

Dan dari hubungan yang hanya berlangsung satu malam itu, sesuatu tumbuh di rahimnya yang mana Jillian pun tidak menyadarinya.

Apakah pernikahan itu akan berlanjut? Dan bagaimana Jillian menghadapi konsekwensi dari kesalahannya di malam itu?

Kejadian bertubi-tubi yang dialaminya dalam satu malam itu membuat Jillian sangat sulit untuk mempercayai sebuah kata cinta.

Baginya cinta adalah sesuatu yang pahit dan tidak ingin dia nikmati lagi seumur hidupnya!

Follow my IG @juliainzaghi untuk mendapatkan update cerita LEBAYku yang lain yah ^_^

Jangan lupa klik Love juga yg lagi on Going (up tiap hari) : The Untouchable Man (Spin off dari cerita ini)

Gambar : PicsArt

Font : Special Elite, Many Weatz

Cover : Rie

chap-preview
Free preview
Betrayed
Jillian tertegun menatap layar ponselnya yang menampilkan adegan ranjang antara Elton dengan Mea. Video itu barusan dikirim oleh nomor tidak dikenal di ponselnya beberapa menit yang lalu. Elton yang besok akan menikah dengannya, sekarang sedang bercinta dengan sahabatnya sendiri, Mea yang besok juga akan menjadi bridesmaidnya. Hatinya yang tadi merasa sukacita saat merayakan bridal party bersama teman-temannya termasuk Mea, seketika hancur sudah.  Hari esok yang merupakan moment paling penting dalam hidupnya seperti menguap begitu saja. Impiannya untuk menikah dengan Elton kekasih yang sudah bersamanya selama tujuh tahun terakhir ini, seketika runtuh berkeping-keping seperti layar Led yang jatuh ke tanah. Semua keluarga Jillian sedang berkumpul di ruang tengah. Jillian tidak tau bagaimana ia bisa melewati ruang tengah tanpa bertegur sapa dengan semuanya.  Dengan tangan yang gemetar, Jillian meletakkan ponsel yang masih menampilkan adegan panas itu, video itu berdurasi sepuluh menit dan terpotong di tengah-tengah. Ia berdiri dan hendak memastikan sendiri kejadian yang sesungguhnya. Kamar Mea, dipesankan oleh keluarga Jillian jadi Jillian pun tau dimana ia harus mengecek kebenaran ini. Jillian mengumpulkan segenap kekuatannya, kakinya yang tiba-tiba gemetar ia paksa untuk berjalan dengan cepat menuju pintu dan menembus ruang tengah tanpa melihat ke semua kerabat yang sedang berkumpul di ruang tengah. Melihat Jillian yang sedang terburu-buru, maka satu anggota keluarga Jillian pun tidak ada yang sempat bertanya. Jillian dengan gemetar menuju kamar sebelah, kamar tempat dimana pengapit pengantin wanita menginap untuk memudahkan kepentingannya esok hari. Jillian sudah berdiri di depan pintu kamar Mea, tangannya dengan ragu menyentuh gagang pintu yang tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Langkah kecil Jillian memasuki ruangan yang berwarna kuning temaram, ia melihat pakaian dan celana saling berserakan di lantai. Pemandangan ini menimbulkan pemikiran yang bukan-bukan bagi siapapun yang melihatnya. Suara-suara erotis mewarnai ruangan itu, membuat hati Jillian semakin tegang. "Elton ... sebaiknya ... kita hentikan dulu malam ini, aku tidak ingin, Jillian mengetahui kamu sedang berada di sini ... !" Suara Mea terdengar seperti orang yang sedang menahan sesuatu. Kepala Jillian seketika merasa pening. Darahnya seperti berhenti mengalir mendengar nada suara Mea barusan. Sanggupkah ia melihat adegan yang sedang berlangsung di depannya ini? "Sst! Tidak akan sayang, ia pasti sedang kelelahan karena pesta tadi, lagian, dia yang akan menghubungimu lewat telpon. Tidak mungkin dia mendatangimu ke sini." Mendengar suara Elton yang terdengar serak dan parau membuat Jillian seketika merasa menjadi mayat hidup.  Video itu ternyata benar. Elton dan Mea sedang mengkhianatinya saat ini. "Tap-tapi, ini ... sungguh berbahaya, Sayang. Kenapa kamu tidak bisa ... menunggu sampai nanti malam saja? Saat semuanya sudah tidur?" Suara Mea terdengar memburu dan bercampur dengan suara nafas yang tertahan. "Aku tidak bisa menunggu lagi! Besok akan menjadi hari yang sangat melelahkan bagiku, Dan malam ini, aku ingin melakukannya berkali-kali denganmu, Mea! Aku tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun tanpa dirimu," Elton pun terdengar seperti sedang berusaha mencapai sesuatu. Suasana kamar benar-benar membuat tubuh Jillian seketika menggigil kedinginan. Suara desahan, geraman dan rintihan kedua orang itu membuatnya ingin mati saja. Kakinya yang seperti tak bertulang itu tiba-tiba tidak bisa digerakkan. Ia ingin segera keluar dari kamar itu namun ia sendiri mengalami kesulitan untuk melakukannya. Telinganya terus-menerus mendengar suara Mea dan Elton yang saling berkejaran. Sampai ia pun harus rela mendengar keduanya saling menyebut nama masing-masing yang membuat hatinya semakin pedih teriris!  Airmatanya sudah tumpah entah sejak kapan. Mendengar suara kamar yang hanya tersisa hembusan nafas kelelahan, Jillian pun akhirnya baru bisa mengembalikan fungsi otaknya. Ia dengan cepat keluar kamar itu dan dengan langkah yang besar ia pun terburu-buru, menuju luar hotel. Jillian merasa dunianya hancur seketika, ia berjalan di sepanjang jalan tanpa tujuan. Ia tidak mungkin kembali ke kamar dalam kondisi yang seperti ini.  Jillian seperti orang linglung, ia tidak tau harus melangkah kemana. Kakinya berjalan kemanapun tanpa arah. Dan setelah sekian lama berjalan, kakinya menuntun dirinya untuk masuk ke salah satu café bar yang banyak tersedia di sekitar hotel itu. Jillian masuk ke sebuah café bar berlabel "Beer&co".  Suasana café bar itu sangat ramai di malam hari seperti ini. Penampilan Jillian yang cantik namun dengan make-up yang sedikit berantakan akibat menangis itu sedikit banyak menarik perhatian para pria asing yang ada disana. Jillian tanpa memperdulikan sekelilingnya, langsung duduk di depan meja bartender. Dan ia pun menelungkupkan wajah sendunya di atas meja dengan bertopang pada kedua lengannya. "Mau minum apa, Nona?" Seorang bartender berwajah oriental menyapa Jillian yang baru saja duduk. Jillian mengangkat wajahnya dan tanpa ragu langsung menunjuk sebuah minuman yang pertama kali dilihatnya yaitu 'Cragganmore 12'. Lalu Jillian pun kembali menenggelamkan wajahnya diatas kedua lengannya. Ia sama sekali belum pernah menyentuh yang namanya minuman beralkohol seumur hidupnya. Tapi malam ini, Jillian tanpa berpikir langsung menunjuk nama minuman itu.  Bartender tersebut tersenyum melihat minuman pilihan Jillian kali ini dan ia dengan terampil segera meracik minuman yang diminta oleh Jillian lalu dengan cepat menyajikan segelas minuman beralkohol itu ke hadapan Jillian yang terlihat frustasi. "Silahkan...." Bartender itu kembali mengejutkan Jillian dengan suara lembutnya. Melihat minuman yang tersaji di depannya, tanpa pikir panjang, Jillian pun langsung menenggak minuman itu sampai habis. Gelasnya pun kosong hanya dalam hitungan detik. "Hai, sendirian saja, Girl?" Seorang pria asing yang tampan dengan tubuh atletisnya menyapa dan duduk di samping Jillian yang sedang memegang gelas kosong. Pria itu mengenakan kemeja bergaris dengan warna gelap. Tubuhnya tinggi dengan mata hijau dan hidung yang menjulang seperti menara Eiffel. Wajahnya sangat tampan seperti Dewa Hermes, membuat siapapun yang pernah melihatnya tidak akan semudah itu bisa lupa. Pria tampan itu menatap Jillian yang terlihat frustasi sambil tersenyum. Jillian tidak merespon pria itu, ia kembali menyerahkan gelas kosong tersebut ke arah bartender dan memintanya untuk mengisi kembali.  Si bartender dengan sigap melayani kebutuhan Jillian. Melihat Jillian tidak meresponnya, pria tampan tersebut menyuruh bartender untuk menyediakan tiga gelas sekaligus untuk Jillian dan langsung meletakkan beberapa lembar ratusan dollar di meja sebagai bukti pembayaran.  Melihat itu, Jillian pun tanpa sadar menoleh ke arah pria yang ada di sampingnya tersebut. Pria itu tersenyum melihat Jillian mulai meresponnya. "My name is Reyes," kata Pria itu sambil mengulurkan tangannya. Namun kali ini Jillian kembali tidak tertarik untuk menyambut uluran tangan pria itu  Jillian kembali menenggak gelas ke dua sampai habis.  Ketika minuman di gelas kedua itu mulai masuk ke tenggorokannya, Jillian mulai merasakan pusing di kepalanya.  Melihat cara minum Jillian yang sedikit ugal-ugalan itu, Reyes pun mengambil gelas miliknya dan juga meminumnya.  Ia menunjukkan ke Jillian cara minum wiski yang benar.  Namun Jillian sama sekali tidak menggubrisnya.  Melihat itu, pria itu pun lalu memegang gelas ke tiga, yang belum sempat disentuh oleh Jillian sambil menatap Jillian penuh minat.  Jillian yang sudah mulai merasa pusing berusaha mengambil gelas yang ada di tangan Reyes.  "Berikan .... padaku ... !" Nada Jillian seperti membentak namun suara yang keluar tidak sekeras yang ia harapkan.  "Siapa namamu?" tanya Reyes sambil mengalihkan gelas itu dari jangkauan Jillian.  "Anonymous" jawab Jillian asal.  Dan ia kembali berusaha meraih gelas di tangan Reyes.  Tubuh Jillian yang mulai kehilangan keseimbangan dengan mudah ditangkap oleh Reyes.  "Let me go... and ... give it to me! ..." Nada Jillian mulai terbata-bata. Dan ia berusaha lepas dari pelukan Reyes.  Reyes pun kembali menegakkan posisi duduk Jillian. Melihat Reyes tidak juga memberikan minuman itu, maka Jillian pun kembali memanggil bartender untuk memesan lagi.  Namun Reyes dengan cepat mencegah bartender itu untuk menuang minuman bagi Jillian.  Melihat gadis di sampingnya ini seperti sedang frustasi, Reyes pun berusaha mengajaknya bicara. Namun Jillian yang sedang tidak ingin diganggu, terus memaksa untuk memesan minuman lagi. Melihat usahanya untuk mencegah Jillian minum seperti sia-sia, akhirnya Reyes memutuskan untuk meminum isi gelas itu setengah lalu memberikan sisanya ke Jillian.  Jillian tidak lagi memperhatikan isi gelasnya yang sisa setengah itu. Dia dengan cepat menenggaknya sampai habis. Dan setelah itu, ia pun ambruk tanpa ampun.  ***** Next chapter: "Don't touch me!!!" Jillian mengebaskan tangan Reyes yang menyentuh bahunya.  "Hey, I will pay you. Don't worry. Just tell me the price," Reyes berkata untuk menenangkan Jillian yang masih histeris. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dependencia

read
186.2K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Accidentally Married

read
102.6K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.6K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.2K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook