bc

25 to 38

book_age18+
7.9K
FOLLOW
58.8K
READ
possessive
family
love after marriage
age gap
pregnant
drama
comedy
bxg
first love
secrets
like
intro-logo
Blurb

ADA ADEGAN DEWASA (18+) HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN

Ah, mantap!

Tujuh tahun tak bertemu, Anwa Amita (38) kembali bertemu dengan Ansell Daneil Abrisam (25). Remaja lelaki yang dulu ia tolong bersama adiknya kala hujan lebat namun berakhir membuatnya harus kehilangan suami dan anak-anaknya.

Ketika pria itu kembali menjadi lelaki dewasa yang sangat sempurna dan terang-terangan mendekatinya. Akankah Anwa bisa menerimanya? Mengingat umur mereka berbeda hingga lima belas tahun.

Anwa merasa ia lebih cocok untuk menjadi ibu bukan isteri dari Ansell. Tapi, pria tidak memperdulikannya sama sekali.

“Saya mencintai apa yang ada di dalam dirimu. Bukan usiamu.”

Cover by Me.

Picture from Pexels.

Font by Canva

chap-preview
Free preview
Part 1
“Nduk, sedang apa?” “Ini Mbah lagi pecahin batu es untuk buat es nanti,” jawab wanita itu sambil menolehkan pandangannya ke arah Mbah Endang yang berdiri di depan pintu. “Kalo Mbah minta Wawa tolong beliin bumbu cireng di warung sana, bisa nduk?” tanya wanita paruh baya yang sudah cukup sepuh itu. Kepalanya ditutupi topi rajut yang cukup bisa menutupi rambutnya yang memutih.  “Nanti Mbah yang terusin kerjaanmu,” lanjutnya mendekat ke arah Anwa. Anwa tersenyum sambil menggeleng. “Iya Mbah biar Wawa aja yang beli, tapi ini batu esnya tinggal satu lagi. Jadi selesaian dulu ya, Mbah.” “Makasih ya, Nduk.” Wawa mengangguk ketika Mbah Endang kembali ke dalam rumah.  Wanita itu kembali menyelesaikan kegiatan memecahkan batu es, setelah dirasa semua semua sudah menjadi bongkahan yang lebih kecil, Anwa mengelap tangannya yang terasa dingin sambil melihat ke arah gerbang sekolah yang sebentar lagi akan terbuka. Senyumnya mengembang. Anwa yang kerap disapa Wawa, buru-buru meninggalkan warung sekaligus rumah Mbah Endang untuk membelikan bumbu cireng di salah satu warung yang tak jauh dari sini. Ia menjadi tak sabar ketika jam istirahat dan anak-anak keluar untuk mencari jajanan, warung Mbah Endang akan langsung diserbu bocah-bocah imut dan polos yang ingin membeli cireng atau es. “Mbah Wawa pamit!” seru wanita berumur 38 tahun itu meninggalkan warung. Setelah mendapatkan bumbu untuk cireng, Anwa kembali menuju warung Mbah Endang, ia tak ingin meninggalkan terlalu lama wanita paruh baya yang sudah sepuh itu. Mbah Endang sudah banyak sekali membantunya, wanita itu bahkan mengajaknya untuk tinggal bersama dan membantu usahanya ketka Anwa tidak tahu harus kemana ketika ia kembali dari kampung halamanya. “Kamu anak mana?!” Perhatian Anwa tertuju segerombolan anak di belakang pagar sekolah yang memang sepi. “Iya, ngapain anak orang kaya disini?” “Kamu ada duit?”  “Ini duit aku untuk beli cireng! Jangan diambil!” “Dasar pelit!” Bugh! “Heiii!” seru Anwa pada sekumpulan anak kecil yang baru saja melakukan aksi palakan. Dari seragamnya, ia mengetahui anak-anak itu merupakan murid dari sekolah yang berada di depan warung Mbah Endang. Anak-anak itu kemudian berlari berhamburan dengan menyisahkan seorang anak dengan seragam berbeda terjerembab di tanah. Anwa yakin, anak-anak yang kabur itu pasti membolos sekolah dengan melompati pagar. Tapi itu tidak penting sekarang, Anwa dengan cepat mendekati anak laki-laki yang baru saja dipalak itu. “Kamu enggak papa?” tanyanya sambil berjongkok disamping bocah itu. Anak laki-laki itu memegangi pipinya sambil meringgis dan tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di d**a Anwa membuatnya jadi terkejut. “Hm, lembut.” Seketika pipi Anwa memerah ketika mendengar ucapan anak itu mengenai dadanya. “Kenapa besar dan lembut sekali, Tante?” tanya anak laki-laki itu sambil memegangi d**a Anwa. Anwa berusaha untuk tersenyum, ia tahu bahwa anak laki-laki itu tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Jadi dengan peralahan Anwa melepaskan tangan itu dari buah dadanya. “Pipi kamu sakit?” tanya wanita itu mengalihkan perhatiannya. “Ray,” katanya cepat. “Pipi Ray sakit banget, Tante!” sebalnya. “Yang mana?” tanya Anwa dengan wajah prihatin. Bocah yang mengaku bernama Ray itu menggengam tangan Anwa dan meletakan di pipinya. “Ini sakit,” ringgisnya. Saat mengelus pipi Ray, tiba-tiba Anwa menjadi teringat dengan kedua anaknya yang sudah sangat lama tak ia temui.  “Tante, tantee...” panggil Ray sambil menggoyang tangan Anwa. Anwa tersentak. “Eh, enggak. Ray tadi pengen makan cireng kan? Ayo ikut Tante sekalian obatin lukanya,” ajak Anwa sambil membantu Ray berdiri.  Ray hanya mengangguk sambil memegangi pipinya yang perih akibat pukulan anak tadi. Wajahnya putihnya amat sangat kontras dengan noda kemerahan. “Lho itu anak siapa, Nduk?” tanya Mbah Endang yang ada di depan warung. Wanita paruh baya itu khawatir Anwa tersesat, walau wanita itu pernah tinggal di ibu kota ini namun selama tujuh tahun perpindahannya dari kampung halaman dan kembali kesini, tentu akan membuatnya sedikit linglung. “Ini tadi Wawa temuin Ray dipukul sama anak sekolah ini, Mbah,” cerita Anwa sambil meletakan bumbu cireng di meja. “Sakit, Nduk? Anak-anak disini emang pada nakal tapi ada juga kok yang baik,” ujar Mbah Endang perhatian. Wanita paruh baya itu mengelus rambut tebal milik Ray lembut. “Nama aku Ray, bukan Nduk,” kata anak laki-laki itu polos membuat Anwa dan Mbah Endang tertawa. “Sini Tante obatin dulu,” ujar Anwa menggandeng Ray masuk ke dalam rumah. Ia mengambil kotak P3K dan mengobati pipi Ray. Mbah Endang kemudian masuk sambil membawakan cireng dan segelas es teh lemon dan kembali ke depan. “Tante bantu Mbah Endang jualan dulu ya, Ray,” kata Anwa ketika mendengar suara ramai dari luar sana yang sudah dipastikan bahwa anak-anak yang tak sabar untuk berbelanja. Ray yang sedang mengunyah cireng hanya mengangguk dengan mulut penuh menggembung dan memberikan jempolnya. Anwa yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya dan terkekeh. Ia menjawil gemas dagu Ray sebelum keluar. —— Di sebuah koridor panjang nan mewah, tepatnya di salah satu perusahaan besar. Seorang pria gagah berjalan diikuti sang sekretaris yang berjalan di belakangnya menuju ruangan milik sang lelaki. Setiap langkahnya diikuti dengan tundukan kepala oleh para karyawan. “Apa Alvaro sudah sampai?” tanya pria itu datar pada sekretarisnya. “Pak Alvaro sudah berada di dalam ruangan, Pak,” jawab sekretarisnya. Ansell kemudian menggerakan satu jarinnya ke sembarang arah untuk memerintah sekretarisnya pergi karena ia ingin menemui tangan kanannya itu seorang diri. Sang sekretaris kemudian mengangguk patuh. Ansell Daneil Abrisam melepas jasnya ketika masuk ke dalam ruangan dan membuangnya ke sofa. Tatapan datarnya tertuju pada sesosok manusia yang kini tengah membuka majalah dewasa di sofanya. Benar-benar tidak tahu tempat. “Wah, Pak Ansell yang terhormat sudah tiba!” Alvaro meletakan majalah dewasanya itu diatas meja.  Ansell menggelengkannya kepalanya lalu duduk di depan lelaki itu sambil merenggang dasinya. “Ada apa?” tanyanya. “Bia—-“ Tok-tok! “Maaf, Buk, tapi sekarang Pak Ansell sedang tidak bisa diganggu.” “Saya harus bertemu Pak Ansell sekarang, ada hal penting yang saya harus katakan.” Suara ribut-ribut di depan membuat Ansell menghela nafasnya. Ia baru saja menghadari rapat yang melelahkan dan sekarang apa lagi? Rasanya ia tidak punya waktu untuk istirahat. Pintu ruangan Ansell kemudian terbuka lebar, seorang wanita masuk dengan wajah berani sedangkan sekretaris Ansell hanya bisa menundukan kepalanya takut. “Ada apa?” tanya Ansell menatap gadis yang menganggu waktunya. “Pak Broto Wijaya menarik dua persen sahamnya dari perusahaan kita, Pak. Dan dua hari kemudian, beliau membeli saham dari lawan perusahaan kita,” lapor wanita itu dengan ekspresi serius. Ansell hanya mengangguk membuat wanita itu tak puas. Dimana seorang Ansell Daneil Abrisam yang ditakuti orang-orang? “Kita tidak bisa diam seperti ini, Pak,” tambah gadis itu membuat Alvaro yang melihatnya sedikit takjub. Ia menduga bahwa wanita itu baru saja bekerja disini. “Hanya dua persen, tidak akan menghancurkan perusahaan ini,” balas Ansell enteng. “Tapi—-“ “Pak Broto Wijaya memiliki menantu seorang artis yang sering berbuat skandal. Temui Hana Tatjana di perusahaan HT Television dan katakan bahwa saya ingin dia bekerja.” “Maksud, Bapak?” tanya wanita itu dengan kening berkerut. “Biar saya saja yang jelaskan, Pak.” Sekretaris Ansell buru-buru menarik gadis itu keluar dari ruangannya. “Tunggu,” pintanya pada sang sekretaris membuat langkahnya sontak berhenti. “Jangan biarkan siapapun masuk atau kamu saya pecat!” “Bb-baik, Pak,” angguk sang sekretaris takut-takut. “Lo mau minta Hana untuk bocorin skandal menantunya Pak Broto Wijaya?” tanya Alvaro ketika ruangan ini kembali diisi oleh mereka berdua, Ansell mengangguk. “Emang pantas Pak Tua itu diberi hukaman, dia lupa siapa yang dulu membantu menutupi skandal menantunya!” seru Alvaro berapi-api.  “Tujuan lo datang kesini untuk apa?” tanya Ansell membuat Alvaro berdehem. “Rayyan kabur dari lagi dari sekolahnya,” lapor Alvaro. “Kemana lagi dia?” tanya Ansell. Kali ini pria itu benar-benar melepaskan dasinya dan membuka dua kancing atas. Penat dan lelahnya bertambah ketika mendengar laporan Alvaro tentang ulah adiknya. “Bodyguard Ray ngalaporin kalo dia sekarang berada di salah satu warung di depan sekolah dasar,” sampai Alvaro yang tadi ia dengan dari bawahannya.  “Lo mau...?” tanya Alvaro menaikan alisnya yang langsung diangguki Ansell. Alvaro berdecih. Ansell ingin ia menghancurkan usaha dimana tempat kaburnya Rayyan, lagi. Terhitung sudah empat kali ia melakukan hal ini. Namun, bukan berarti mereka menghancurkan saja, Alvaro akan memberikan biaya ganti rugi sebesar tiga kali lipat dari usaha itu yang tentu saja membuat pemilik usaha itu tergiur. Ansell sengaja melakukan itu agar Rayyan tak lagi membolos atau kabur dari sekolahnya. Walau jejak bocah itu tidak akan hilang karena diam-diam Ansell menyewa dua pengawal pribadi untuk adiknya yang dipantau dari kejauhan. “Sudah ketemu?” tanya Ansell. Kali ini manik matanya sedikit berubah kalah penuh pengharapan. Alvaro menggelengkan kepalanya dan mendesah. “Sampai kapan lo mau mencari wanita itu?” tanyanya yang sudah ke entah berapa kali. “Sampai gue ketemu dia,” jawab Ansell yang tak akan pernah berubah. Kecuali, ketika ia berhasil menemukan wanita yang menghilang dari hidupnya itu. “Tujuh tahun,” kata Alvaro. “Wanita itu mungkin sudah berumur 38 tahun, Sell?” tanyanya ragu-ragu. “Damn! She not hot again! Dan lo bayangin betapa melarnya—-“ Alvaro menghentikan perkataannya ketika melihat tatapan tajam dari Ansell. Itu berarti peringatan.  Alvaro berdecih. “Masih banyak cewek-cewek muda diluar sana, Sell.” “Dia udah pernah punya suami, Sell. Walau sekarang udah cerai. Bayangin kalo wanita itu dimasukin oleh suaminya.” “Setidaknya gue tahu kalo wanita itu hanya dimasuki suaminya, bukan kayak cewek-cewek muda di luar sana yang entah sudah dimasuki oleh siapapun.” Skak mat. Alvaro langsung mati langkah ketika mendengar perkataan dari Ansell. Ia memang tidak pernah bisa menang dari lelaki itu. “Gue pergi dulu,” ujar Alvaro memilih kabur.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
120.7K
bc

I Love You Dad

read
282.4K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
50.5K
bc

Hubungan Terlarang

read
500.2K
bc

Dependencia

read
185.8K
bc

OLIVIA

read
29.1K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook