bc

5 Second

book_age18+
586
FOLLOW
2.9K
READ
fated
friends to lovers
independent
versatile
others
drama
sweet
bxg
office/work place
sassy
like
intro-logo
Blurb

Kamandanu tidak pernah percaya jika akan ada seseorang yang akan dengan tulus mencintainya tanpa terpengaruh dengan penglihatan ajaib yang dimilikinya.

Namun kehadiran Yumna, seorang rekan kerjanya yang minim ekspresi itu melunturkan seluruh anggapannya.

chap-preview
Free preview
Satu
"Kamu harus bawa payung, cuaca engga bisa diprediksi sekarang! Lagian engga akan repot kalau cuma taruh payung lipat ini dalam tas kamu, kan?" Pria itu menghela nafas pelan, memutuskan untuk mengikuti perkataan ibunya daripada harus mendengarkan lebih banyak petuah yang bisa menyebabkannya telat berangkat sekolah. "Iya, Ma. Ini aku bawa payungnya ya," ujarnya sambil mengangkat tinggi payung lipat di tangannya dan langsung memasukan ke dalam ranselnya. "Wow! Tumben kamu jadi anak yang penurut." Ia hanya bisa memutar bola mata malas mendengar ucapan Mamanya itu. Kemudian dia langsung berdiri usai memakai sepatunya dan menyalimi tangan Mamanya itu sebelum berangkat ke sekolah. "Kama berangkat sekolah dulu ya, Ma," pamitnya. Kemudian melangkah keluar rumah. Namanya Kamandanu, hanya itu. Sebuah nama kuno yang membuatnya dipandang aneh dan menjadi bahan lelucon teman-temannya di sekolah. Ini semua karena ulah Ayahnya yang merupakan penggemar berat film legenda dan cerita rakyat Tutut Tinular itu, sehingga saat dirinya lahir tanpa ragu Ayahnya langsung memberikan nama itu. Ini gila, tentu saja. Kadang Kama brpikir andai saja dirinya sudah bisa berbicara saat baru lahir pastilah dirinya akan langsung menolak menerima nama itu dan akan lebih rela diberi nama Udin atau Ujang saja. "Minggir, Bodoh! Lo kan orang sakti, masa ada motor lewat aja lo engga tahu!" Kama reflek menahan nafas saat pria yang paling dia benci melintas dengan sengaja sangat dekat dengannya. Padahal si kampret itu mengendarai motor, tapi dia benar-benar nekad berjalan sangat dekat dan nyaris saja menyerempet Kama. "Nama doang yang kayak orang sakti, orang aslinya malah bodoh banget. Lo harusnya malu sama nama lo sendiri," cacinya dengan wajah meremehkan. Kama sudah terbiasa dengan hal semacam ini. Bahkan jika dirinya ditanya apa cita-cita yang ia miliki, dengan tegas Kama akan menjawab jika dirinya ingin sekali meremukkan tulang rusuk milik si sialan bernama Reka ini. Reka adalah orang yang sialnya selalu berada di sekolah yang sama dengan dirinya. Dan selama itu terjadi maka Reka dengan senang hati melakukan perbuatan konyol yang membuat Kama kesal tapi tidak bisa melakukan apapun. "Lo kayak siswa zaman dulu, masih aja kemana-mana jalan kaki. Dasar menyedihkan!" Sebentar lagi saja. Dia hanya perlu berjalan beberapa menit lagi hingga dirinya sampai di sekolah. Sepertinya Reka memang menjadikan membuli dirinya sebagai sebuah tujuan hidup sehingga pria itu sampai mau repot-repot mengendarai motornya dengan pelan demi bisa mengucapkan omong kosong untuk dirinya. "Pulang sekolah nanti gue mau ke warnet, kayaknya enak kalau lo ikut. Seenggaknya lo bisa jadi pesuruh buat gue disana, gimana?" Hah! Pertanyaan bodoh. Siapa juga yang mau jadi pesuruh dari berandalan seperti Reka. Lagipula dirinya sudah memiliki agenda lebih penting hari ini. Sebuah hal penting yang akan mengubah hidupnya jika saja dirinya berhasil. "Wah, Lili cantik banget!" seru Kama sambil menatap ke arah belakang mereka. Mendengar nama wanita yang dia sukai disebut, Reka langsung menoleh dengan cepat. Dan kesempatan itu digunakan Kama untuk langsung berlari ke arah sekolahnya, membiarkan Reka menjadi bodoh karena terperangkap jebakan remehnya. "Dasar bodoh!" ujar Kama cekikkan saat mendengar teriakan murka dari Reka untuk dirinya. Setidaknya Reka tidak akan berani bersikap kasar padanya selama ini, dan hanya ucapan berisi omong kosong saja yang selalu terdengar mengganggu bagai dengung lebah. ~ Adakah yang ingin bertanya apakah Kama pernah jatuh cinta atau tidak? Jika memang ada yang bertanya, maka Kama pasti akan menjawab dengan senyum bodoh di wajahnya. Tentu saja pernah, dan itu adalah sekarang! Benar, sekarang! Bagi seorang Kamandanu, Gempita atau yang biasa dipanggil dengan Pita itu adalah lentera nya, mataharinya, dan rembulannya. Pita selalu terlihat terlalu menyilaukan, sehingga dirinya yang ibarat laron itu akan berlari dengan hati riang mendekati sumber cahaya. "Kama, aku lupa bawa tempat pensil ku. Boleh aku pinjam pulpennya?" Untuk beberapa saat Kama hanya bisa terdiam sampai akhirnya Pita kembali memanggilnya. "Ah, iya. A--aku punya beberapa yang engga kepake. Kamu boleh ambil yang manapun yang kamu mau," Kama mengangsurkan kotak pensil miliknya ke arah Pita. Melihat bagaimana Pita tersenyum begitu lega hanya karena bantuan kecilnya membuat Kama merasa sangat senang. "Pita, pulang sekolah nanti kamu ada waktu?" tanya Kama pelan. Dia sudah memerhatikan sekitar sebelum bertanya begitu pada Pita, karena jika sampai ada yang mendengar maka Kama akan lebih dijadikan bahan lelucon oleh mereka. Pita menoleh padanya dengan kening berkerut, tapi kemudian senyum cantiknya terpampang begitu menyilaukan di mata Kama. "Ada, aku engga ada rencana kemana-mana," jawabnya. Kama ikut tersenyum lebih lebar, menyadari bahwa ini lah kesempatan baginya. "Ka-kalau begitu, kamu bisa ikut aku sebentar nanti? Ada yang mau aku omongin," pintanya. Pita terlihat mengangguk tanpa berpikir. "Okay, sepulang sekolah kan?" tanyanya memastikan. Kama mengangguk beberapa kali dengan senyum bodohnya. "Iya, sepulang sekolah. Cuma sebentar aja kok," ujarnya. Maka setelahnya Kama bisa melihat hal yang sudah dia tahan selama lebih dari satu tahun ini, akhirnya akan terungkap. Walaupun dirinya agak ragu bahwa Pita akan membalas perasannya, namun Kama cuma ingin memberitahu Pita saja dan tidak berharap tentang balasan apapun. Hanya setelah ia mengatakan untuk meminta waktu berbicara berdua, Kama merasa jam di depan kelas yang ditaruh di atas papan tulis itu nyaris tidak bergerak, lama, dan meresahkan karena diiringi dengan detak jantung miliknya yang menggila. Dia tidak boleh gagal lagi, tidak lagi setelah dia mempersiapkan semuanya semalaman. Maka usai pelajaran terlahir selesai, ia langsung duduk dengan tegas menunggu Pita yang sedang memasukan barang-barang milik gadis itu ke dalam tas. "Ini pulpen kamu. Makasih ya, Kama," ucapnya dengan senyum cantik. Kama mengangguk, menggenggam pulpen yang baru saja diberikan oleh Pita itu dengan erat. "Mau sekarang? Ngomongnya disini aja atau di tempat lain?" tanya Pita. Kama mengulum bibirnya, dia sempat menoleh kesana-kemari uuntuk memastikan bahwa tidak ada lagi orang selain dirinya dan Pita. "Disini aja, lagian aku engga terpikir tempat lain yang tepat buat ngomong," putus Kama pada akhirnnya. Pita mengangguk setuju, dia langsung membalikan badannya dan duduk menghadap ke arah Kama. "Mau ngomong apa?" tanyanya kemudian. Kama menunduk, rasa gugup itu kembali menyerang dirinya. Dia meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan sesuatu yang besar, bakan beberapa orang bisa mengatakannya dengan mudah. Dia hanya perlu bicara dengan jujur, tidak perlu menatap ke arah mata Pita agar keberaniannya tidak lenyap. "Pita, sebenarnya aku selama ini.." Ugh Kama benar-benar merasa gugup luar biasa. semua perkataan yang sudah dia pikirkan dari semalam hilang begitu saja setelah dirinya sudah berhadapan dengan Pita. "Selama ini kenapa? Kamu sakit? Kamu sakit parah?" Sebuah tebakan salah kaprah yang keluar dari mulut Pita itu membuat Kama meringis dalam hati. Darimana imajinasi Pita bisa sampai kesitu? Tapi tidak heran jika Pita bisa memiliki pemikiran seperti itu mengingat Pita memanglah penggemar ceria romantis di dalam novel yang kerap kali menceritakan pria lemah dan semacamnya. Tapi masalahnya bukan itu yang hendak Kama katakan, dia sama sekali tidak sakit. Dirinya hanya jatuh cinta selama setahun lebih tanpa bisa mengatakan apa-apa. "Bukan, aku sehat sekarang. Bukan itu yang mau aku omongin," bantahnya. "Oh, syukurlah," ujar Pita lega. Kemudian dia melipat tangannya sambil menopangkan dagu di atasnya. "Terus apa yang mau kamu omongin/ Kamu dari tadi kelihatan gelisah banget," tanyanya lagi. Kama menarik nafas kian berat sebelum akhirnya mengucapkan kalimat yang sedari tadi susah payah ia rangkai ulang dalam kepalanya. "Aku suka sama kamu, Pit. Udah dari kelas satu, dan selama ini aku engga berani bilang. Tapi sekarang aku pengen kamu tahu soal perasaan ku." Seperti orang bodoh, Kama bahkan menutup mata pada saat mengatakannya. Dia tidak berani melihat reaksi seperti apa yang akan ditunjukkan oleh Pita setelah mendengar pernyataan darinya. Tapi karena berlalu beberapa menit dan tidak ada respon apapun dari wanita di depannya, Kama akhirnya membuka matanya pelan dan langsung mendapati wajah muram Pita di hadapannya. Dia tahu ini sama sekali bukanlah pertanda baik, maka Kama menyiapkan diri tentang apa yang akan dikatakan oleh Pita setelah ini padanya. "Aku engga tahu harus ngomong apa, Ka. Aku...engga pernah mikir kalau kamu suka sama aku," akunya. Kama menunduk dengan senyum miris. Kalau dia ada di posisi PIta juga pasti dia akan bingung dan tidak dapat berpikir dengan benar saat orang yang kamu kira adalah teman biasa ternyata menyimpan perasaan semacam itu pada mu. Dan mendengar jawaban seperti itu membuat Kama bisa langsung mengerti jika dirinya baru saja ditolak. "Aku ngerti, berarti bisa disimpulkan bahwa kamu engga punya perasaan yang sama, benar?" tanya Kama memastikan. Di depannya, Pita terlihat menunduk dengan wajah merasa bersalah. Hal itu sedikit membuat Kama menyesal karena sudah mengatakan hal semacam itu, harusnya dia tetap berdiam diri saja seperti apa yang selama ini dia lakukan. "Sebenarnya...kemarin aku baru aja jadian sama Rizal." Sebuah pengakuan yang datang dari Pita itu sungguh membuat Kama terkejut. Rizal yang baru saja Pita sebut adalah merupakan kapten team voli sekolah. Seseorang yang sama bersinarnya dengan Pita yang seorang ketua club Bahasa Inggris di sekolah mereka. Kama menunduk dengan sebuah senyum sedih. Harusnya dia sudah tahu bahwa seseorang seperti Rizal lah yang pantas berada di samping Pita. Walaupun selama ini dia tidak pernah menyadari kedekatan antara Rizal dan Pita, tapi entah kenapa apa yang baru saja Pita katakan terasa seperti sebuah hal yang wajar. "Selamat ya. Kalian memang cocok kok," ucapnya pelan. Kemudian Kama langsung berdiri, mengambil tasnya dan menyempatkan diri melihat wajah Pita yang tampak memandangnya dengan sedih. "Aku pulang ya? Kamu hati-hati pulangnya, dan makasih karena udah luangin waktu buat dengerin aku," katanya kemudian melangkah keluar kelas meninggalkan wanita yang disukainya itu seorang diri. ~~

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.7K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Fake Marriage

read
8.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook