bc

Marrying The Doctor at Borneo

book_age16+
781
FOLLOW
6.5K
READ
fated
self-improved
doctor
drama
genius
office/work place
friendship
self discover
lonely
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Sampit, kota kecil di Kalimantan Tengah menjadi pelarian untu Dana Lee, seorang dokter cantik asal Negeri Ginseng, Korea Selatan. Kematian calon suaminya secara mendadak membuat Da na depresi sehingga membuatnya beberapa kali melalukan percobaan bunuh diri.

Atas usulan salah satu Sahabatnya, akhirnya ia memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai dokter di kota kecil kelahiran salah satu sahabatnya itu. Perbedaan adat, budaya bahkan cuaca sempat membuatnya kesulitan hingga ia bertemu dengan dr. Sakti, atasannya

Pria yang awalnya membencinya namun lambat laun menaruh perhatian pada dokter muda cantik ini. Dapatkah ia melupakan masa lalunya dan meraih masa depan yang lebih baik di Kalimantan? Dan dapatkah ia kembali ke membuka hatinya yang membeku?

chap-preview
Free preview
When The Bad News Come
Derap langkah terdengar begitu tergesa menyusuri lorong sebuah rumah sakit di Korea Selatan. Gesekan antara lantai dan sol sepatu hak tinggi terdengar memecah kesunyian. Tak seperti lorong lain yang dipenuhi dengan pasien ataupun perawat yang lalu lalang. Lorong itu terlihat sepi hanya terlihat karangan bunga krisan yang berjajar di sepanjang lorong. Empat orang wanita dengan pakaian hitam terus berlari menuju suatu ruangan. Wajah Dina, Dini, Dani, dan Dohae terlihat pucat pasi. Keringat dingin bercucuran dari wajah cantik mereka, bahkan kaki jenjang mereka seakan tak mampu lagi menopang sehingga beberapa kali membuat tubuh mereka oleng. Tubuh mereka seketika lunglai saat melihat sebuah foto yang mereka kenal terpasang di tengah altar yang dihiasi dengan bunga krisan putih pertanda kematian. Ruang duka di rumah sakit ini sudah dipenuhi dengan orang-orang berpakaian hitam sama seperti mereka. Suara isakan dan pembicaraan semua orang yang ada di ruangan ini melebur jadi satu. Di salah satu ruangan dipenuhi dengan pelayat yang sudah duduk di meja-meja panjang tanpa kursi memakan hidangan mereka dan meminum Mereka tau apa yang orang-orang ini lakukan. Duduk di bagian depan ruangan, memakan hidangan dan meminum Soju, arak khas dari Korea selatan yang biasanya digunakan sebagai kebiasaan mereka saat datang ke rumah duka. Mata keempat sahabat itu menjelajah dan menatap miris suami-istri paruh baya yang berada di sebelah altar mencoba tabah dan menerima salam dari satu persatu pelayat yang datang. Hanbok hitam , pakaian tradisional Korea selatan yang digunakan untuk berduka dengan pita kecil berwarna putih di rambut yang dikenakan sang istri dan kemeja hitam dengan garis putih di lengan kanan sang suami menandakan mereka sedang berduka atas kehilangan orang yang mereka cintai. Mata keempat wanita itu terlihat sayu, berusaha mencari keberadaaan seseorang yang mereka kenal di semua suduh ruangan. Napas mereka tercekat, tubuh mereka lemas tak bertenaga, bahkan air mata yang sedari tadi mereka tahan akhirnya keluar saat melihat Lee Dana, sahabat mereka sedang menangis di salah satu sudut ruangan sembari menggenggam erat foto Choi Won, calon suaminya. Pakaian berwarna biru khas dokter intern rumah sakit ini membalut tubuhnya menandakan dia mendapat shift malam saat mendengar kabar megejutkan ini. Pakaian biru itu terlihat basah karena tangisnya yang tak kunjung berhenti. Wajah cantik nan putih layaknya porselen mahal terlihat memerah. Matanya bengkak bahkan suaranya terdengar parau karena isakan memilukan yang sedari tadi dia keluarkan. Dina. Salah satu dari keempat gadis itu berjalan menghampiri Dana sembari melepaskan mantel hitam yang ia kenakan, lalu melampirkannya ke pundak gadis itu. “Dana-yah,” panggilnya. Air matanya ikut mengalir melihat Dana terlihat begitu ringkih. “Dana-yah... tolong,” panggilnya sekali lagi saat Dana tak juga merespons panggilannya. Dana mulai mengangkat kepala dan menatap Dina dengan tatapan nanar membuat hati Dina perih, “Dina-yah.., Ini tidak benar kan? katakan kepadaku bahwa ini salah?!” tanya Dana pilu. Matanya kembali menatap kosong sembari memeluk foto Won erat. Dina menelan air liurnya yang tiba-tiba terasa pahit. Bingung harus berkata apa. Ditatapnya kembali ketiga sahabatnya yang ikut bergerak mendekati mereka. “Katakan ini tidak benar... Won Oppa tidak mungkin meninggalkanku, kan?” Dana bergerak mendekati Dina, mencengkeram tangannya lalu menggoyangnya kuat. “Katakan padaku bahwa Won Oppa masih hidup, Dia masih hidup!” teriak Dana melihat keempat sahabatnya masih bungkam. “Oppa tidak mungkin meninggalkanku hiks ... hiks ... hiks ....” tangis Dana kembali pecah. Tubuhnya kembali luruh ke lantai membuat keempat sahabatnya itu menatap tak tega. Dani bergerak pelan mendekati Dana lalu memeluknya erat, begitu pula ketiga sahabatnya yang lain. Mencoba memberi Dana kekuatan, “Aku mohon iklaskan dia,” bisik Dani membuat tangis Dana semakin pecah. Dana melepaskan pelukan lalu menatap sayu. “TIDAK!” pekik Dana tiba-tiba, “kalian bohong. Oppa tidak mungkin meninggal,” elak Dana menggelengkan kepala mencoba untuk tak percaya. “Aku tau Won Oppa masih hidup. Dia mengatakan akan menjemputku setelah shift-ku selesai. Dia mengatakan akan menjemputku. DIA MASIH HIDUP!” pekik Dana tak terima. Dana berganti mencengkeram erat tangan Dani sehingga membuatnya meringis kesakitan, namun dia tutupi saat melihat wajah sahabatnya itu. “Aku mohon katakan padaku bahwa Won Oppa masih hidup. Aku mohon...” pinta Dana lemah di sela tangisnya. Dani kembali memeluk tubuh lemah Dana, membiarkan sahabatnya i mengeluarkan tangis kesedihan yang dia rasakan. Ditatapnya ketiga sahabatnya yang lain yang ikut memeluk tubuh mereka dan mengelus punggung Dana lembut memberinya sedikit kekuatan. Dani perlahan mengangkat kepala, menyadari semua orang yang ada di ruangan itu menatap kasihan pada Dana. Mereka mengerti dengan apa yang Dana rasakan. Rasa sakit dan perih karena kehilangan orang yang dia cintai, terutama lelaki yang telah berjanji menjaganya sehidup-semati dan di saat pernikahan yang mereka tunggu berada di depan mata. **** “Pulanglah,” pinta ibu dari Won yang mendekati Dana yang masih saja duduk di sudut ruangan. Seragam biru rumah sakitnya terlah berganti dengan dress one peace hitam dengan mantel warna senada. Rambut panjangnya dia ikat satu dengan pita berwarna putih tanda sedang berduka. Dana hanya terdiam, matanya Nampak tak bercahaya membuat wanita paruh baya itu tak tega. Dia juga sedih dan terpukul. Tak menyangka bahwa putra sulungnya akan meninggalkannya secepat ini. Rasanya dia ingin menangis, menjerit bahkan meneriaki semua orang yang dating dan memberi hormat kepada anaknya. Jika saja dia tak melihat keadaan calon istri Won yang begitu menyakiti hatinya. Sejak kemarin malam, calon menantunya itu masih tetap duduk di sudut yang sama menatap Foto Won yang dihiasi dengan bunga krisan sambil terus menangis. “Dana-yah...” panggilnya sekali lagi memegang tangan gadis yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri itu, lalu mengelusnya pelan. Ditatapnya lagi gadis itu miris. Dulu, saat Won memperkenalkan Dana, entah mengapa dia sudah menyukainya. Sifat Dana yang sopan dan tak sungkan untuk membantunya, membuatnya meminta bahkan mengancam Won untuk tidak menyia-nyiakan gadis itu. Permintaannya agar Won segera menikahi Dana akan segera terwujud setelah gadis itu menyelesaikan masa internship yang sedang dia jalani. Tapi ternyata, takdir berkata lain. Kematian akhirnya memisahkan cinta anaknya dan membuat gadis itu larut dalam kesedihan. “Omoni, aku mohon biarkan aku ada di sini. Aku tak ingin meninggalkan Won oppa. Hiks ... hiks ... hiks ...,” ucap Dana lemah disela tangisnya membuat keempat sahabatnya yang sedari tadi membantu menghidangkan makanan berhenti beraktivitas dan menatap lekat Dana. “Istirahatlah dulu. Penghormatan terakhir masih diadakan 2 hari lagi sebelum jenazah Won dikremasi. Aku tak ingin kau sakit akhirnya.” “Omoni ... izinkan aku tetap di sini. Aku mohon.” Suara tangis Dana semakin membesar membuat wanita separuh baya itu memeluknya erat. Dia menghela napas pasrah saat Dana tetap tak ingin berpisah dari anak laki-lakinya. ***** “Makanlah!” pinta Dina menyodorkan makanan ke mulut Dana yang putih pucat, bahkan mengering karena dehidrasi. Ini sudah hari ketiga, keempat sahabatnya itu bergantian membujuk Dana untuk makan, namun selalu tak digubris. “Dana, Jebal,” pinta Dina sekali lagi, namun Dana masih saja bungkam. Sudah tiga hari sejak meninggalnya Choi Won dan hari ini, hari di mana Won akan dikremasi. Tiga hari itu pula Dana tak pernah beranjak dari tempatnya, memandang foto Won dengan kesedihan dan tangis yang terus mengalir. Dina menatap khawatir Dana yang mematung dan tak pernah menyentuh makanannya sama sekali sejak hari pertama. Dia dan ketiga sahabatnya yang lain takut Dana tak mampu menopang tubuhnya lagi dan akhirnya roboh. “Kau harus makan. Setidaknya, biarkan Won oppa melihatmu baik-baik saja saat kau mengantarkan kepergiannya.” Ucapan salah satu sahabatnya itu membuat Dana merespons. Kepalanya terangkat menatap Dani yang telah berada di samping Dina menatapnya lekat, begitu pula dengan kedua sahabatnya yang lain. Pakaian hitam yang beberapa hari lalu mereka kenakan telah berganti dengan pakaian hitam yang seragam berupa celana kain dan blazer hitam yang membuat mereka lebih rapi. “Kau harus kuat untuk penghormatan terakhir hari ini. Ayolah!” pinta Dini membuat Dana menundukkan kepala seraya menggigit ujung bibirnya. Menimbang perkataan keempat sahabatnya, ia memang harus terlihat kuat dan tegar, setidaknya untuk penghormatan dan pertemuan terakhirnya dengan Won. Perlahan, Dana mulai membuka mulut, memakan makanan yang disodorkan Dini, namun ia kembali menutup mulutnya setelah suapan ketiga. Pandangannya terarah ke arah altar di mana, ayah Won mengambil foto besar Won yang diletakan di tengah karangan bunga krisan. “Jangan Lakukan itu” pekik Dana langsung berdiri saat ayah dari Won mengambil foto itu. “Jangan lakukan itu, Aku mohon ...,!” jerit Dana berlari dan memegang tangan ayah dari Won. “Abonim, Aku mohon . ... Hiks ... hiks ... hiks ...,” Tangis Dana kembali pecah, mencoba menghentikan Mr. Choi mengambil foto itu. Tangisannya berubah menjadi raungan. Tidak menerima kenyataan bahwa pria yang begitu ia cintai telah tiada dan sebentar lagi akan dikremasi. “Jangan lakukan itu, Abonnim, aku mohon jangan lakukan itu. Won Oppa masih hidup ...,” tangis Dana menghalangi jalan keluarga Choi yang ikut menangis melihat Dana yang terus memohon. “Dana-yah ... Maafkan kami ... Biarkan Won pergi dengan tenang,” ucap Mr. Choi mencoba tegar dan tak menggubris permintaan tunangan anaknya ini. Dia meminta istrinya untuk melepaskan tangan Dana dari lengannya membuat gadis itu memberontak. “Won Oppa belum mati, Abonim. Dia masih hidup hiks ..., dia hanya tertidur, sebentar lagi dia akan bangun. Kita harus menunggunya. Aku mohon Abonim ...” Keempat sahabat Dana yang sedari tadi terdiam akhirnya kembali mendekati Dana dan menariknya ke dalam pelukan. Dana kembali terisak kencang, menangis bahkan meronta meminta untuk dilepaskan. “Aku mohon katakan padaku bahwa Won oppa masih hidup. Dia tidak mati, aku mohon ...” isak Dana disela tangisnya membuat keempat sahabatnya ikut terisak. “Katakan padaku bahwa Won Oppa masih hidup! Katakan!” isaknya mencoba melepaskan pelukan keempat sahabatnya. “Won oppa masih hidup hiks ... hiks ... hiks, dia masih hidup.” Suara Dana memelan, tubuhnya semakin terasa tidak bertenaga. Kesedihan yang sudah ia coba tahan selama beberapa hari terakhir akhirnya keluar hingga membuatnya lemas. “Dana – yah!” pekik keempat sahabatnya saat merasakan tubuh Da na limbung dan akhirnya terjatuh dalam dekapan mereka berempat yang hanya bisa menatap khawatir tubuh Dana yang terlihat lemah di pelukan mereka sembari menahan tangis menyadari bahwa hidup sahabatnya itu tak akan pernah sama kembali.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook