YASA 3 : Pepaya (Perkumpulan Penggemar Yasa Maitreya)

1679
“Kenapa sih yang lo nggak pasang name tag untuk setiap tamu yang dateng?” ucapku kesal. Aku tahu ini bagian dari rencana Raditya. Kemungkinan terbesarnya adalah pasti karena ia tak ingin aku ... menjadikan salah satu dari mereka teman bermainku di atas ranjang. “Ini pasti ide lo, kan?” “Iya.” Raditya mengangguk mengiyakan. “Buat jaga-jaga aja. Koleksian lo cukup. Jangan nambah lagi.” “Sampe segitunya lo takut. Sepanjang acara gue perhatiin yang dateng mukanya standar-standar aja. Cuma ada satu orang yang berhasil narik perhatian gue.” “Yang mana?” tanya Raditya. Kuarahkan pandanganku pada bingkisan makanan yang kuletakkan di jok belakang. Khusus bingkisan ini sengaja kumasukkan ke mobilku, sisanya akan langsung di kirim ke apartemenku oleh pihak agensi. “Cewek yang kasih bingkisan itu?” “Iya. Cakep banget sih dia. Asli, deh,” ucapku jujur. Aku berkata apa adanya. Wanita yang memberikanku bingkisan itu memang terlihat sangat ayu dengan dandanan yang sangat natural. Orang bilang ‘Nggak ngebosenin’. Sesampainya di apaertemen, aku pun langsung membongkar bingkisan pemberian dari wanita itu. Plastik berisikan beberapa roti dan seloyang pai daging menjadi yang peling pertama kubuka. Sama sekali tak ada catatam khusus, seperti kartu ucapan atau sesuatu yang bisa memberikan petunjuk tentang dirinya. Isi yang ada di plastik itu sangat menjelaskan kalau ia mengenalku dengan baik. Ia benar-benar tahu soal seleraku. Sambil menikmati sepotong pai daging, aku lanjut membuka bingkisan yang satunya. Aku menggeleng heran melihat isi di dalamnya. Beberapa macam lauk pauk masakan rumahan. Kemasannya memang sangat sederhana. Ada secarik kertas yang terselip di antara bungkusan lauk pauk itu. “Chef Yasa, semoga suka sama makanannya, ya. Itu dari Tuti, Siti sama Endah. Itu masakan dari warung makan tempat kita bertiga kerja. Chef Yasa ganteng banget, ih!” Aku terkekeh setelah membaca apa yang tertulis di kertas itu. Aku sangat yakin kalau dari tiga nama yang tertuis di kertas, tak ada satupun nama wanita pemberi bingkisan itu. Entah kenapa aku merasa sangat yakin soal ini. “Lo dikasih apaan, Bang?” tanya Raditya yang abru saja berjalan keluar dari kamarnya. Ia sudah berganti pakaian. “Kok senyum-senyum. Dikirimin apaan?” “Lo lihat aja sendiri,” jawabku. Kusaksikan Raditya yang mulai menginspeksi isi dari kedua plastik itu. “Unik banget nggak, sih? Baru kali ini gue dikirimin sambel goreng kentang, balado tongkol, tumis usus ayam, sayur daun singkong sama rendang jengkol. Biasanya kan mereka kasih gue bunga, jam tangan, kemeja, sepatu olahraga sampe barang-barang mewah lainnya.” “Ini semua mau diapain?” “Maksud lo?” sahutku bingung. “Mau lo makan semuanya?” tanya Raditya lagi. Aku mengangguk. “Lo nggak takut keracunan?” “Baca doa dulu lah sebelum makan.” “Kalo sebelum main juga jangan lupa baca doa ya, Bang. Baca doa biar nggak jadi.” “Bacot banget, lo! Buruan ambil nasi! Bawa sama magic comnya aja ke sini. Tiba-tiba gue laper banget lihat lauk-lauk ini. Kayaknya enak semua.” OoO Setelah acara jumpa penggemar beberapa hari yang lalu, kondisi pun kembali berjalan baik. Usaha pembersihan nama baik berjalan dengan sangat lancar. Sungguh aku sama sekali tak mempermasalahkan soal para penggemar yang nekat datang ke lokasi syuting. Hanya saja, aku sangat menyayangkan sikap barbar mereka yang memaksa menerobos untuk bisa bertemu denganku. Aku tengah berselancar di internet. Usulan membuat komunitas penggemar pun akhirnya direalisasikan. Kuserahkan persoalan kepemimpinan komunitas pada mereka yang memang mampu memimpin. Aku terkekeh saat membaca detail fan-page. Mereka sungguh sangat kreatif. Pepaya. How funny! “Pepaya (Perkumpulan Penggemar Yasa Maitreya). Official fan-page untuk penggemar Chef Yasa Maitreya. Dibuat atas persetujuan Chef Yasa. Jadwal lengkap Chef Yasa akan di-share di sini.” Halaman penggemar di i********: dan f*******: pun sudah mulai dibanjiri para pengikut. Foto-foto pertama yang diunggah di sana adalah foto-foto saat acara jumpa penggemar saat itu. Dari semua foto yang diunggah di sana, ada beberapa foto yang berhasil menarik perhatianku. Foto-foto di mana wanita dengan gaun putih selutut itu ada di dalamnya. “Ini cewek yang kasih bingkisan kan, ya?” gumamku dalam hati. Sengaja kuperbesar foto agar wajah wanita itu terlihat lebih jelas. “Iya, bener. Ini cewek yang kasih lauk waktu itu.” Sama sekali tak ada informasi yang bisa kudapatkan untuk mengetahui seluk-beluk wanita itu. Raditya benar-benar rapat menutupinya. Ia sama sekali tak memberikan celah bagiku untuk mengenal tamu-tamu yang hadir. Bagai kurang kerjaan, aku pun langsung memeriksa seluruh pengikut akun i********: komunitas penggemarku. Tapi, nihil. Aku sama sekali tak berhasil menemukan wanita itu. Tak ada satu pun akun yang fotonya terlihat mirip dengannya. “Cindy, daftar tamu yang hadir di meet and greet gue waktu itu ada nggak? Gue mau lihat, dong,” ucapku pada Cindy—asisten pribadiku. Selain Raditya, Cindy lah yang membantuku mempersiapkan semuanya. “Nggak sama aku, Chef. Mas Radit yang pegang,” jawabnya. “Nggak ada copy-annya?” tanyaku. Cindy menggeleng. “Kok bisa?” “Mas Radit yang urus-urus semuanya, Chef. Mas Radit yang handle tamu di luar yang dateng ke lokasi syuting. Aku nggak tau menau soal daftar tamu. Ada apa sih, Chef?” “Nggak ada apa-apa, Cin. Jangan bilang-bilang Radit kalo gue tanya-tanya soal daftar tamu, ya.” Aku harus memastikan Cindy bisa tutup mulut serapat mungkin. “Awas. Jangan sampe keceplosan. Gue kasih izin lo balik cepet hari ini.” “Seriusan, Chef?” tanya Cindy memastikan. Aku mengangguk. Ia pun memekik bahagia. “Makasih ya, Chef!” “Awas jangan sampe keceplosan ya, Cin. Bisa gawat kalo sampe Radit tau nanti.” “Gampang, Chef. By the way, Chef butuh daftar tamu untuk apaan, sih? Beneran nggak mau jujur aja sama aku?” ucap Cindy. Aku mengangguk. “Yaudah kalo gitu. Padahal aku mau bantu cari daftar tamunya, sih. Tapi, kalo Chef nggak mau ya nggak apa-apa.” “Gue coba cari sendiri dulu ya, Cin. Makasih, ya! Lo balik aja, deh. Udah nggak ada schedule.” Aku segera berlalu meninggalkan Cindy. Samar-samar aku mendengar Cindy berguman pelan. “Jangan-jangan Chef Yasa mau cari temen bobok baru. Pantesan aja Mas Radit yang pegang semuanya dari awal sampe akhir.” Seluruh orang terdekatku memang sudah sangat mengenalku luar dalam. Mereka paham betul bagaimana tabiat, kesukaan dana apa-apa saja yang kubenci. Raditya sudah melatih Cindy dengan sangat baik sampai-sampai masalah kegiatan ranjangku pun ikut dibaginya. Soal Cindy, aku sama sekali tak pernah berniat untuk menjadikannya partner on bed-ku. Cindy datang jauh-jauh mengadu nasib ke ibukota untuk mencari uang demi keluarganya. Bagaimana mungkin aku rela merusaknya? Aku lebih memilih bermain dengan wanita-wanita yang memang sama rusaknya denganku. OoO Hari ini, tanpa Cindy karena dia kuizinkan untuk pulang lebih awal, aku dan Raditya pergi ke sebuah tempat. Aku akan membicarakan kontrak kerja baru sebagai brand ambassador sebuah merk dagang minyak goreng yang akan segera dipasarkan ke khalayak ramai. “Kami pastikan minyak goreng produksi kami ini berkualitas tinggi karena dibuat dengan teknologi modern. Kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pun mempunyai kualitas terbaik. Penyaringannya dilakukan sebanyak lima kali. Dua kali proses penyaringan dan tiga kali proses pemurnian. Jadi minyak akan terlihat sangat jernih meskipun sudah digunakan berkali-kali.” Pak Burhan baru saja menjelaskan garis kecil tentang profil minyak goreng yang akan kuiklankan. “Wow. Saya sangat tertarik dengan kontrak kerja ini, Pak Burhan. Saya akan mempelajari materi untuk Jernih. Kalau memang saya bejodoh dengan Si Jernih ini, di pertemuan selanjutnya nanti kita bisa langsung tandatangan kontraknya. Bagaimana, Pak?” “Saya setuju, Chef Yasa. Kami yakin kalau Chef Yasa bisa mem-branding Jernih dengan sangat baik. Kami sudah mempelajari profil Chef Yasa secara keseluruhan dan kami sama sekali tidak khawatir dengan kemampuan Chef Yasa,” ucap Pak Burhan. “Bahkan, bukan tidak mungkin kalau nanti akhirnya orang-orang lebih mengenal Jernih sebagai ‘Minyak gorengnya Chef Yasa’.” “Pak Burhan bisa aja. Di dunia ini, saya juga masih butuh banyak belajar, Pak. Kalau memang nanti bisa menggaet banyak konsumen ... itu berarti usaha kita berhasil. Saya akan lakukan yang terbaik yang saya bisa, Pak. Saya nggak akan pernah main-main kalau menyangkut pekerjaan.” “Saya tau Chef Yasa itu sangat menjunjung tinggi profesionalisme. Itu yang membuat kami yakin untuk bekerjasama dengan Chef Yasa.” Selesai bertemu dengan Pak Burhan, aku dan Raditya memutuskan untuk langsung pulang. Raditya mengantarku sampai ke apartemen, namun dia segera meminta izin agar bisa pulang ke rumah. Hari ini, ia dan keluarganya akan merayakan ulang tahun sang Ibu. “Gue nginep di sana ya, Bang. Baliknya lusa. Kita kan nggak ada schedule besok. Jadi, lusa baru balik normal. Lo nggak apa-apa kan kalo gue tinggal sendiri?” “Lo pikir gue masih bocah?” sahutku kesal. “Iya. Bocah yang suka bobok sembarangan.” Raditya segera turun dari mobilku karena melihatku yang mendadak bertambah kesal setelah mendengarkan ucapannya. “Kurang ajar, lo!” Kulihat ia berjalan menuju di mana mobilnya terparkir. Sudah kukatakan padanya bahwa ia bisa menggunakan mobilku dan aku akan menggunakan mobilnya sebagai gantinya, tapi ia menolak. Raditya berdalih kalau aku sudah terbiasa menggunakan mobil mewah. TINNN Raditya membunyikan klakson saat tepat melewati mobilku. Aku pun harus segera naik ke atas. Kupastikan semua barang tak ada yang tertinggal. Tapi, ada satu barang yang membuatku tersenyum menang. Itu tas Raditya. Dia pasti lupa membawa tasnya. Dan ... apa yang kucari-cari pasti ada di dalamnya. Langkahku terasa sangat ringan saat naik ke lantai unitku. Menenteng tas milik Raditya seakan membawa angin segar untukku. Sebelum melanjutkan usaha pencarian, aku harus membersihkan diri. Aku mendudukkan diri di atas tempat tidur. Aku siap menggali isi tas Raditya. Ibarat kata, tas Raditya adalah tempat di mana ia menyimpan semua harta karunnya. “Gila! Banyak banget. Yang mana ini?” Aku berhasil menemukan daftar nama tamu yang hadir di acara meet and greet. Tapi, aku pun segera dibuat bingung dengan sederet nama yang sangat asing untukku. “Ah! Masa iya gue harus nyocokkin sama list followers i********: gue?” Keputusan yang tepat. Satu demi satu nama kumasukan di kolom pencarian list followersku. Satu demi satu. Catat itu. “Tatjana Amaryllis Katja?” Mungkinkah dia? Mungkinkah dia yang nantinya akan menjadi partner on bedku selanjutnya?
신규 회원 꿀혜택 드림
스캔하여 APP 다운로드하기
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    작가
  • chap_list목록
  • like선호작