Sang lelaki jalang yang sedang sibuk menelusuri setiap inchi wajah Jelita dengan telunjuk, mendadak menghentikannya tepat di sudut bibir gadis itu.
“Pardon me?”
Jhonas berlagak tuli, ia hanya ingin mendengar kembali apa yang di katakan Jelita. Tinggal selangkah lagi, gadis itu pasti akan masuk dalam perangkap salah satu rencananya.
“Aku akan membayar hutang-hutang, Ayahku.”
Seketika Jhonas berdiri, lalu berjalan perlahan menuju singgasananya sambil bertepuk tangan. Sebuah parodi tepuk tangan, karena tidak menunjukkan sikap mengapresiasi tapi lebih sebagai gaya mengejek.
“Kau dengar, Danu. Dia mau membayar semua hutang Budiman, hahaha.”
Danu tersenyum menyeringai sambil mengangkat sebelah alisnya. Dan lagi-lagi membuat Jelita merasa muak.
“Well, memangnya ... apa yang akan bisa kamu lakukan untuk melunasi hutang-hutang Ayahmu, hmm?” tanya Jhonas lagi sambil menopang dagu dengan kedua punggung tangan. Manik mata cokelat itu menatap tajam mengintimidasi ke arah Jelita.
“Aku memiliki pekerjaan,” jawab Jelita dengan mantap.
Ia berusaha mengendalikan dirinya untuk kembali tenang setelah mengetahui fakta tersebut. Walau ingin rasanya berteriak dan menjerit melampiaskan semua rasa frustrasi, namun ia masih menahan diri untuk itu.
Jelita tidak bodoh dan segera sadar jika sosok yang ada didepannya bukanlah orang sembarangan. Seperti yang tertera dalam surat perjanjian, Jhonas Miller, begitu namanya disebut; adalah CEO dari perusahaan Laksa Group. Perusahaan yang begitu asing didengar oleh Jelita. Ia anak seorang pengusaha namun baru kali ini ia mendengar nama itu.
Kembali Jhonas mengangkat tangan meminta sesuatu pada Danu dan dengan gesit ia menyerahkan map lain kepadanya.
“Jelita Revanala, mahasiswi yang sedang cuti, Diana Ibu kandung, Budiman Ayah kandung, Altara Revanala adik kandung laki-laki, golongan darah O, pekerjaan waiters,” terang Jhonas sambil membaca resume yang berisi data diri Jelita lengkap dengan tanggal lahirnya dan menekankan pada kalimat terakhir yang menyangkut pekerjaannya.
Jelita tak percaya dengan apa yang ia dengar. Bagaimana laki-laki itu bisa tahu persis data pribadinya? Mereka ini sebenarnya siapa?
“I know who you are. So, mau berapa lama kau akan melunasi hutang-hutang Ayahmu dengan pekerjaanmu sebagai pelayan restoran, Nona?”
Yang dikatakan Jhonas adalah kenyataan yang sangat menusuk dan langsung memporak porandakan seluruh rencananya. 10 Milyar adalah nominal yang tidak sedikit sementara gaji yang ia dapat dalam sebulan saja tak sampai menyentuh angka 2 juta.
Tapi, hanya itulah kesempatan baginya agar bisa kabur dari tempat ini. Persetan dengan Jhonas dan Laksa Group, yang penting ia harus mendapat kesepakatan ini bagaimanapun caranya. Ia tak sudi jika harus kembali diperlakukan kasar. Apalagi kini, saat ia tahu bahwa dirinya hanyalah sebuah jaminan.
Bukannya malah membuat semangatnya runtuh, tapi gadis yang berasa di ambang putus asa itu malah menjadi memiliki keberanian. Maju dengan terhormat, atau kalah sebagai pecundang, demikian hatinya berbisik.
Lalu Ia kembali menyusun rencana instan agar bisa lepas dari tempat itu,
“Aku pasti akan melunasinya,” sambung Jelita lagi. Ia berusaha sekuat tenaga agar suaranya tidak bergetar.
“Hmmm ... bisa saja.”
Seakan mendapat sebuah harapan, kini Jelita membetulkan posisi duduknya agar lebih tegap dan bisa menatap Jhonas lekat-lekat.
“Tapi ... bukan dengan caramu yang bodoh! Jaminan adalah sesuatu yang digadaikan dengan uang, Nona Jelita.”
Jhonas mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Jelita sambil tersenyum sinis.
“Kau benar ingin melunasi hutang-hutang Ayahmu?” tanya Jhonas lagi. Pandangannya tak beralih barang sedetikpun dari tubuh indah di depannya.
“Sudah kubilang aku akan melunasinya!”
“Good! Itu berarti kamu bisa mulai bekerja hari ini, oh ... mungkin besok saja. Amara akan mengatur semuanya, termasuk mencarikan pelanggan perdanamu.”
Gadis cantik itu menjadi shock mendengar apa yang dikatakan Jhonas. Melihat ekspresi terkejut dari Jelita, laki-laki kembali tertawa.
“Yeah, pekerjaan itu memiliki sallary 5 kali lipat lebih banyak dari sallarymu sebagai waiters. Bukankah itu lebih baik sehingga hutang Ayahmu bisa cepat lunas? Oh Damn! Budiman memang pengecut, haha.”
Jelita bergeming dengan mata tetap menatap lurus ke arah Jhonas. Sekarang ia mengerti, untuk bisa melunasi hutang sang ayah—sebagai jaminan, ia harus turut bekerja agar bisa membayar hutang sang Ayah apalagi Budiman kabur tanpa kabar sama sekali.
Namun pekerjaan yang Jhonas maksud benar-benar membuat harga dirinya merasa dilecehkan. Dia terlahir sebagai gadis baik-baik dan senantiasa diajarkan untuk selalu menjaga kehormatannya.
Kini, Jelita dihadapkan pada situasi yang mana harga diri dan kehormatannya akan dieksploitasi dengan bebas. Tubuhnya hanya akan dianggap sebagai alat dagang dan transaksi hutang piutang antara ayahnya dan laki-laki ini.
Kini kemarahan menjalar dari hati hingga menyebar ke setiap porinya. Tubuhnya merinding dengan semua bulu halus yang terbangun karena murka yang dirasakannya.
Lebih baik ia mati daripada harus menjadi pemuas napsu laki-laki belang b***t yang tak tau rimbanya. Mati terhormat, atau selamanya dihina sebagai penjaja tubuh pelunas hutang.
“Good bussiness. But, kau harus dengar, Jhonas. Aku lebih memilih mati daripada harus menjual harga diri dan kehormatanku padamu. Aku tidak tahu kamu siapa. Dan urusanmu dengan ayahku, tak ada sedikitpun hubungannya dengan tubuh yang aku miliki. Yang jelas, aku tidak sudi melakukannya, cuh!”
Meski telah sekuat tenanga menahan emosinya, tapi ia benar-benar merasa terhina saat ini. Tiada lagi rasa takut karena telah tersingkirkan dengan rasa marah yang kian bergejolak dalam diri.
Ludahnya menempel pada kertas peranjian itu sebagai bentuk ketidaksudian Jelita dan penolakannya terhadap aturan sepihak Jhonas.
“But You must know, Nona Jelita. Perjanjian adalah perjanjian. Kau adalah jaminan dan selamanya akan seperti itu sampai 10 Milyar yang Budiman pinjam kembali lagi padaku secara utuh!”
Jelita menelan ludahnya. Jhonas sangat cerdik berkata-kata. Selain ia adalah ‘penguasa’ disini, kharisma kepemimpinannya juga bisa Jelita rasakan.
Meskipun begitu, Jelita tetap bersikeras menatap tajam ke arah Jhonas. Dilawannya setiap rasa yang membujuknya untuk gentar, karena Ia sama sekali tidak sudi untuk menjual diri demi melunasi hutang sang Ayah.
“Luar biasa ... baru kali ini aku bertemu jaminan yang begitu keras kepala dan sombong. Tapi, sekali lagi ... mau sampai kapan kamu akan bisa bertahan, hmm?” Jhonas tersenyum dengan hanya sudut bibir yang terangkat.
“Mari kita lihat sampai di mana harga diri dan keberanianmu ... atau mungkin, hmm siapa tahu kamu malah akan ketagihan dan mengemis-ngemis untuk mengulanginya lagi ... Ha-ha-ha...”
Laki-laki itu mentertawakan perkataannya sendiri yang tak dimengerti maksudnya oleh Jelita.
Lalu, Jhonas menyambung kata-katanya lagi,
“Danu ... aku sedang bosan, jadi ... kau saja yang selesaikan bersama dua bodyguardmu,” titah Jhonas sambil melirik ke arah Jelita.
Mendengar hal itu, seolah Jelita menjadi lemas bersamaan dengan dingin yang melanda sekujur tubuh karena ketakutan yang amat sangat. Ia jadi paham apa maksud dari perkataan sang Big boss. Mereka akan menggunakan segala cara apapun, dan akan perlu menunggu kesediaannya untuk melakukan apa yang telah digariskan.
Jelita begitu shock dengan lirikan Jhonas yang menghujam jantungnya. Dengan sekali anggukan, dua bodyguard yang standby dibelakang Jelita kembali meringkusnya. Mereka mencengkeram kuat lengan kanan dan kiri, lalu memaksanya bangkit dari tempat ia duduk.
Sekali lagi ia dia dibawa dengan paksa membuatnya tertatih-tatih keluar dari ruangan Jhonas
“Wait.”
Jhonas memberi isyarat untuk berhenti sebentar. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat kearah Jelita.
“Kau memang b***k paling keras kepala yang baru kali ini aku temui. Tapi ... tak lama lagi kau pasti akan memohon padaku dan aku sudah tidak sabar untuk menantikannya. Good luck, Nona Jelita.”
Jhonas tiba-tiba saja mencium bibir Jelita. Gadis itu tersentak namun tak bisa melawan lagi. Antara kesal, marah, dan merasa terhina, Jelita hanya bisa diam dan berusaha menahan air matanya.
“Bawa dia,” perintah Jhonas lagi.
Gadis itupun dibawa paksa, diikuti Danu yang berada di belakang.
Lagi-lagi menuruni tangga raksasa dengan tergesa membuat Jelita hampir tersandung dan kini tibalah ia di depan pintu ruangan tempatnya disekap. Danu membuka pintu kamar tersebut, lalu dua body guard membawa Jelita masuk dan langsung melemparkan dirinya ke atas tempat tidur.
Segera, dua orang kekar yang tadi menyeretnya kembali mundur dan langsung keluar dari ruangan tersebut. Danu menutup pintu dengan seringai buas bak buaya yang siap menerkam mangsanya. Ia mengunci pintu tersebut dan meletakannya di atas nakhas tak jauh dari tempat tidur.
Seluruh indera Jelita menjadi begitu peka ketika Ia benar-benar merasakan jika dirinya secara nyata dan jelas telah berada dalam bahaya. Di depannya, seekor predator yang haus darah terlihat sedang memperlihatkan taringnya tanpa suara dan siap untuk mengoyaknya tak lama lagi.
“Come on, Baby!” begitu kata Danu dengan seringainya yang membuat Jelita bertambah jijik pada laki-laki itu.
Kali ini, ia benar-benar marah. Telinganya berdenging tinggi hingga begitu menusuk kepalanya sampai terasa sakit tak tertahankan. Jelita menahan rasa itu, dan bertekad untuk tetap sadar walaupun seribu jarum panas seakan menusuk kepalanya.
Ia merasa harga dirinya benar-benar dilukai. Panas pening dan begitu menyiksanya rasa yang menyerang kepalanya, namun Ia tetap bertahan untuk melawan itu. Ia harus tetap sadar dan menghadapi apa yang akan terjadi pada dirinya.
Sampai suatu saat, sengatan yang kuat layaknya aliran listrik bertegangan tinggi menghujam ke bagian dalam batok kepalanya. Sepersekian detik, Jelita mengejang. Lalu gadis itu mendengar denging kuat dalam telinganya, semakin lama meningkat tinggi nadanya dan akhirnya tak mampu Ia dengar lagi. Matanya yang kini terasa panas seakan dipenuhi darah yang memerahkannya.
Amarah membuncah dalam diri Jelita, kewarasannya hilang, namun tanpa sadar, pandangannya menjadi demikian jelas dan tajam. Lalu senyum manis terukir di bibir mungil itu menyambut seringaian Danu sambil berkata,
“Oke, let’s do it NOW!”
***
Bersambung ...