Kau dan Aku

1906
“Hei perempuan Asia.” Lukas menyerukan nama panggilan khusus Arabella dengan suara lantang yang membuat gadis itu langsung menghentikan langkahnya. Arabella segera membalikkan badan, melempar tatapan kesal bercampur geram pada Lukas. “Namaku Arabella bukan perempuan Asia. Lain kali kalau kau ingin bicara padaku, bicaralah dengan sopan. Kau sangat menjengkelkan.” Sahutnya tak kalah lantang, mengangkat dagu tinggi-tinggi seolah ingin menantang Lukas. Lukas menyeringai lambat-lambat kemudian bergegas melangkah ke arah Arabella dan berdiri di hadapan perempuan itu. Mata tajam Lukas tampak menyelusuri wajah Arabella dengan menilai.  “Kau sangatlah cantik . Aku menyukai mu, mulai detik ini kau adalah milikku. Aku tidak menerima bantahan apalagi penolakan.” Sambungnya kemudian menyuaran kepemilikan secara gamblang tanpa perlu bebasa-basi sama sekali .    Happy Reading. "Hei bagaimana. Apa kau mau menjadi kekasihku?" tuntut Lukas menatap lekat ke arah wajah Arabella. Arabella tersenyum tipis. "Omong kosong apa yang kau bicarakan. Jelas-jelas kau tidak mencintaiku." sahutnya meragu membalas pernyataan Lukas. Dia tidak ingin terjebak dalam pesona Lukas hingga membuatnya menyesal suatu saat nanti. "Cinta? Astaga.. ayolah. Menjadi sepasang kekasih tidak perlu ada cinta. Naif sekali kau ini." Lukas berucap dengan nada mengejek,  benar-benar tidak mengerti  cara berpikir Arabella yang  selalu saja merepotkan dirinya sendiri terhadap hal-hal yang tidak penting. "Hubungan tanpa cinta akan terasa hambar Lukas. Bagaimana mungkin sebuah kisah akan berjalan baik tanpa cinta. Dan kau... tidak mencintaiku sama sekali." Arabella tersenyum lembut mencoba memberi pengertian pada William. "Tau apa kau tentang cinta. Kau saja tidak pernah memiliki kekasih." Lukas mendelik tidak suka saat Arabella malah membahas sesuatu hal yang terdengar konyol. "Aku memang tidak punya kekasih tapi aku punya seseorang untuk ku cintai." Arabella berucap sangat lirih ingin rasanya menangis saat ini juga. "Siapa itu. Siapa yang kau cintai itu." penuh kecurigaan yang teramat sangat Lukas terlihat sudah merangkai balasan apa yang pantas pada seseorang yang berani mendekati gadis incarannya. "Dia para pengurus panti yang sejak kecil sudah merawatku." selalu saja Arabella  gagal menahan kesedihan jika menyangkut tentang kenangan panti. "Ara kau menangis?" Lukas mulai terusik dengan genangan air mata yang terlihat di pelupuk mata Arabella. Seperti virus, kesedihan itu turut melanda benaknya. Arabella menunduk sebentar untuk menghapus genangan air mata. "Tidak... aku tidak menangis. Untuk apa aku menangis?" lanjutnya kemudian. Merasa bahwa Arabella tengah berbohong Lukas langsung mengangkat tubuh kurus itu ke pangkuannya dan melingkarkan kedua tangan di pinggang kecilnya. "Apa yang kau lakukan!" pekik Arabella. Dia tidak pernah bersentuhan seintim ini dengan pria, wajahnya berubah pucat pasi sedetik kemudian. "Diamlah, aku ingin menghiburmu. Kau terlihat sangat jelek dengan wajahmu itu." Lukas menahan kuat pinggang Arabella saat dia mencoba turun dari pangkuannya. "Jangan seperi ini, tolong turunkan aku." Arabella berbisik lirih dengan kepala menunduk. Lukas mengangkat dagu gadis dipangkuannya. "Kenapa kau selalu menunduk, apa aku begitu menakutkan?" "Aku... aku tidak nyaman." Arabella berucap pelan tidak ingin memancing kemarahan Lukas yang bisa saja meledak tiba-tiba. "Kau memang gadis aneh, diluar sana banyak yang ingin berada di posisi mu semetara kau malah menolak ku mentah-mentah." Lukas mengeleng kepala merasa heran dengan tingkah aneh Angel. "Aku ... tidak menyukaimu. Berhentilah mengganggu ku, tolong turunkan aku." masih saja Arabella berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Lukas. Mata Lukas berkilat marah. "Kau... beraninya kau mengatakan hal itu." desisnya tajam. "Aku benar-benar tidak mengerti akan dirimu. Kita baru hari ini bertemu dan kau sudah berani memperlakukan ku seperti ini. Apa semua wanita yang pertama sekali kau temui juga kau perlakukan sama sepertiku?" Arabella dengan berani menantang Lukas. "Kau salah, aku tidak pernah mengejar wanita. Tanpa bersusah payah sekalipun, mereka akan sangat rela melempar diri padaku. Kau adalah gadis pertama yang ku perlakukan seperti ini. Sebab itu, berbahagialah." penuh percaya diri tanpa niat buruk sedikit pun kalimat itu meluncur mulus dari bibir Lukas. "Tapi aku tidak ingin dekat denganmu. Aku lebih suka sendirian Lukas, mengertilah bahwa aku sangat tidak nyaman dengan kehadiran mu." wajahnya Arabella berubah sendu seperti ingin menangis. "Bagaimana jika ku katakan aku tidak akan melepas mu. Bagaimana jika kukatakan aku ingin menemanimu untuk melewati rasa sepi itu. Bagaimana jika ku katakan aku ingin kau mengajari ku tentang cinta." seperti sebuah kalimat hapalan, begitu mudah dan lancar Lukas mengeluarkan semua isi hatinya. Keheningan seketika membentang. Arabella menatap lama kedua netra biru Lukas seperti sedang mencari-cari celah kebohongan disana. "Tapi... kenapa harus aku? Banyak gadis yang lebih cantik dari ku di luar sana." jelas Arabella kemudian. Lukas tersenyum manis. Dia mendorong wajahnya lebih dekat dengan Arabella. Kini kedua wajah itu hanya berjarak beberapa senti. "Karena kau berbeda dari semua gadis yang pernah ku temui." bisiknya lembut. "Kau tidak hanya cantik tapi juga unik, jantungku berdebar saat pertama sekali melihatmu." Dengan perlahan Lukas membiarkan jari telunjuknya menjelajahi setiap sudut wajah Arabella. Hingga tatapannya terpaku tepat di depan bibir ranum yang belum tersentuh sama sekali. Arabella terkesiap, pikirannya buruk mulai menghantuinya. "Apa... apa yang ingin kau lakukan?" "Hm, apa kau tidak tahu aku sedang berbuat apa?" Lukas tidak menghiraukan suara bergetar Arabella jemarinya semakin berani mengelus lembut bibir itu. "Luk.. Jangan macam-macam denganku." walau ketakutan Arabella tetap mempertahankan akal sehatnya. Lukas berhenti mengelus saat bibir Arabella bergetar takut. "Kenapa? Apa yang berada dalam otak kecilmu ini? "Jangan... berani menciumku." begitu polos dan lugu Arabella langsung menyuarakan apa yang sedari tadi ditakutkan. Lukas tertawa keras, bertemu dengan Arabella merupakan suatu hal yang menyenangkan baginya. Gadis itu begitu polos, penakut, lembut walau sesekali suka berteriak dan yang paling penting adalah dia terlalu lugu dan naif. "Kau lucu sekali. Astaga, kenapa kau begitu bodoh?" ujar Lukas disela tawanya. Wajah Arabella seketika berubah merah karena malu. Dia mengumpat dengan berbagai sumpah serapah di dalam hatinya. "Kenapa wajahmu merah? Lihatlah, wajahmu seperti tomat." Lukas semakin gencar menggoda Arabella. Bahkan pundaknya berguncang keras karena tertawa terbahak. "Diamlah... dasar mesum." Arabella berucap dengan nada kesal, menatap Lukas dengan tatapan malu-malu. "Apa katamu. m***m?" ucap Lukas mengulangi sambil menatap Arabella setengah tidak percaya.  "Aku tidak berpikir untuk mencium mu, kau saja yang terlalu menghayati suasana." sahutnya kemudian. Tetapi sebelum Arabella sempat menjawad, Lukas sudah terlebih dulu menyambung. "Baiklah, baiklah, kita sudahi topik bodoh ini. Bagaimana dengan pertanyaan ku tadi?" ujar Lukas mengulang pertanyaannya uang sempat terlupakan. "Pertanyaan yang mana?" kening Arabella berkerut dalam menandakan kebingungan. "Pertanyaan yang tadi, apa kau mau menjadi kekasihku?" lanjutnya Lukas kemudian, nadanya terdengar mengeram, kesal dengan tingkah polos Arabella yang menurutnya sudah di luar batas. Arabella menarik napas panjang kemudian memandang dalam wajah tampan Lukas. "Aku... aku sama sekali tidak mengenal mu Luk. Kita baru bertemu satu kali.  Dan tiba-tiba kau datang menghujani ku dengan cinta. Kau tahu, kehadiranmu membuat hidupku seolah berubah seratus delapan puluh derajat. Duniaku terasa sangat berbeda karenamu. Aku tidak ingin terjebak oleh cinta semu lalu berujung tangisan. Aku tidak ingin terluka dan aku terlalu takut akan hal itu. Bagiku sepi adalah dunia terindah, aku tidak ingin terperangkap dalam duniamu yang sama sekali tidak pernah terbayang oleh ku." "Kenapa? Kenapa kau takut. Apa kau memiliki pengalaman buruk?" tanya Lukas mengamati raut wajah sendu Arabella. "Aku... aku tidak ingin membahasnya." ujarnya dingin berusaha menutupi sesuatu. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu." ujar Lukas mengalah. Dia tidak ingin memaksakan keinginannya meskipun benaknya dilanda penasaran yang sangat.  Untuk saat ini dia harus menjaga sikap supaya tidak menggangu kenyamanan Arabella. Dia tidak akan bisa merebut hati Arabella dengan cara memaksa. Sebab Arabella adalah perempuan yang berbeda. Arabella tersenyum senang "Terimakasih. Apakah  aku sudah boleh turun?" tanya Arabella sedikit berbisik pelan, diujung suaranya tersirat ragu. Lukas terkekeh. "Kau juga bisa keluar dari ruangan ini sekarang juga." "Benarkah?" tanya Arabella berbinar tanpa sadar tangannya bertepuk kegirangan. "Dengan satu syarat." pinta Lukas dengan senyum licik yang membuat binar bahagia meredup dari wajah Arabella secepat angin berlalu. "A-apa itu?" dengan terbata-bata Arabella kembali berucap. Lukas menyeringai. "Aku ingin menciummu." Dan detik selanjutnya sebelum Arabella sempat mencerna kata-kata Lukas, bibirnya sudah dilumat keras dan dibawa ke dalam pusat gairah yang membuat kupu-kupu berterbangan dari dalam perutnya. Arabella membeku, matanya mengerjap perlahan antara syok bercampur kaget. Kedua bibir itu menyatu dalam kecupan yang panas. Lukas memagut, melumat bahkan menggerakkan bibirnya, menciumi bibir  ranum Arabella sesukanya. Tanpa permisi, Lukas mengecap rasa manis dari bibir mungil itu. Tidak cukup hanya sebentar, kemanisan bibir Arabella membuatnya kecanduan dan semakin melumat lebih dalam lagi. Dugaannya benar, bibir merah itu semanis madu murni, begitu lembut dan membuatnya lupa diri. Dia terus melumat bahkan sesekali menggigit pelan demi menuntaskan hasratnya   Arabella menegang hanya bisa terdiam, dia sama sekali tidak mengerti harus berbuat apa. Seperti orang bodoh, matanya mengerjap-erjap kebingungan. Ciuman itu berlangsung lama, Lukas lalu melepaskan pagutannya saat merasakan kepalan tangan Arabella memukul-mukul pundaknya. Mengerti bahwa Arabella membutuhkan waktu untuk bernapas,  Lukas langsung menyudahi ciumannya dan  menatap wajah Arabella yang memerah dipenuhi rasa malu,  "Ciuman pertama eh?" goda Lukas sembari mengedipkan sebelah matanya. "Berengsek! Kau memang b******n!" Arabella menatap benci Lukas yang sama sekali tidak merasa bersalah. Alis Lukas terangkat seketika, "Hati-hati jika bicara, aku bisa saja menunjukkan sisi berengsekku lebih dari ini." ancam Lukas penuh kepastian, mengancam.   Sial! Aku terjebak dengan permainan laki-laki b******n ini. Aku harus segera melepaskan diri. batin Arabella "Apa aku sudah bisa pergi?" tanya Arabella kemudian, mrncoba untuk mengendalikan amarahnya yang sudah mencapai puncak kepalanya. "Alangkah lebih baik jika kau tidak pergi." ujar Lukas enteng semakin tertarik mengorek emosi Arabella yang mulai terkuak. Tidak ingin terlalu larut dalam permainan Lukas. Arabella langsung melepas kasar dekapan di pinggangnya. Dia segera berdiri dan membenarkan penampilannya. Dia tidak bisa menunjukkan perasaannya saat ini, kesal, takut, gelisah, marah semua berkumpul jadi satu. Arabella menyembunyikan semua dengan memasang wajah datar. "Kalau begitu saya permisi, tuan." pamit Arabella membungkukkan badannya sedikit. Dia harus menunjukkan sikap sopan santunnya pada tamu. Lukas menggeram amarah. "Apa yang kau katakan Ara! Jangan berani menyebutku tuan, aku bukanlah tuanmu dan kau bukan pelayan ku! Perhatikan sikap mu lain kali, jika kau masih saja bersikeras, aku akan menghukum mu lebih dari sekedar ciuman." desis Lukas tajam, pelan dan mengancam dibalik punggung Arabella. Arabella kembali terkesiap, dia mematung mendengar kalimat mengerikan itu. Suara ketukan sepatu mulai terdengar menggema, Lukas melangkah mendekati Arabella. Dia langsung membalikkan punggung Arabella dengan  kasar. "Apa perlu ku ingatkan lagi tentang posisimu." tanya Lukas dengan mata berkilat ngeri yang hampir menyemburkan api panasnya. "Kau sudah menciumku bukan? Lalu apa lagi yang kau inginkan." geram Arabella menahan kobaran api didalam hatinya. "Aku bukan tuan mu. Dan Kau kekasihku. Jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi. "desis Lukas penuh peringatan tepat di  wajah Arabella. "Apa kau lupa aku tidak menjawab pertanyaan mu sama sekali. Jadi, berhentilah bersikap seperti seorang kekasih." ujar Arabella mengangkat dagunya tinggi. "Jangan membuatku marah Ara, kau adalah milikku!" bentak Lukas dengan nada tinggi, melupkan emosinya. "Aku bukan milikmu!" tukas Arabella tajam, berusaha untuk mempertahankan jawabannya. "Jangan menguji kesabaran ku Ara!" ujar Lukas sembari mencengkram rahang Arabella denganl kuat. "Lepaskan aku. Sakit..." pinta Arabella memelas, matanya berkaca-kaca hendak menangis. Lukas tersadar, dia lalu melepas cengkramannya dari rahang Arabella meninggalkan rona merah dipermukaan kulit perempuan itu yang putih pucat. "Itu salah satu hukuman jika kau berani menantang ku. Sekarang kau boleh pergi, sebelum aku benar-benar marah padamu." Arabella menyentuh rahangnya yang terasa sakit, dia langsung berbalik tanpa melirik sedikitpun pada pria dihadapannya. Sepeninggal Arabella, Lukas berusaha untuk meredam kemarahannya. Matanya yang masih berkilat emosi menatap ke arah pintu dengan tajam. "Kemari Arthur." panggil Lukas pada seorang pria yang berdiri di luar pintu sejak tadi. Secepat kilat, Arthor segera membuka pintu dan melangkah ke hadapan Lukas dengan setengah berlari. "Ya tuan." ucapnya tegas, berhasil menyembunyikan kegugupannya. Lukas menatap Arthur dengan dingin kemudian berucap. "Selidiki Arabella. Aku ingin informasi tentang perempuan itu malam ini." ucapnya memberi perintah tak terbantah.
신규 회원 꿀혜택 드림
스캔하여 APP 다운로드하기
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    작가
  • chap_list목록
  • like선호작