Getaran di setiap sendi Shilla mengejang begitu hebat.
“ M- maksud Bapa? “
Shilla bahkan sampai bergetar menanyakan kejelasan pertanyaan Arka yang terdengar ambigu. Arka masih mengunci pandangan Shilla dan gadis itu tak tau harus melemparkan pandangan ke arah mana.
“ Karena kamu bodoh, kerja kamu engga bener. Dan yang terakhir. Kamu terlalu bodoh dalam hal mencerna situasi. “
Dan setelah itu hanya kebisuan. Shilla tak lagi mendengar pertanyaan Arka. Kebodohan mencerna situasi? Tentu saja Shilla bisa mencerna situasi ini! Sejak ia menapakan kaki di ruangan Arka. Ia sudah mencerna situasinya. Melangkah dengan hati hati agar tak membuat lapisan es licin nan tipis yang ia pijaki pecah dan malah menenggelamkan dirinya sendiri.
d**a Arka sejak tadi bergemuruh. Buntu. Otak super jeniusnya tak bisa mendapatkan jawaban dari segala peluang yang telah ia cari cari selama sebulan ini.
Semuanya tak mengarah pada jawaban yang ingin ia ketahui. Shilla yang ini, sekarang menghilang bertahun tahun yang lalu ke dasar bumi. Lalu baru muncul kembali akhir akhir ini.
Mobil berhenti di depan sebuah gedung dengan banyak tanaman di halamannya. Arka mengencangkan simpul dasinya. Merapikan jasnya dan keluar dari mobil.
“ Kamu jangan turun!“ Perintah Arka saat Shilla hendak membuka pintu mobil untuk mengejar Arka. Bahkan sang sopir sejak awal perjalanan sudah konsisten untuk bisu dan tuli. Buktinya, sering sekali Arka memberikan pertanyaan ambigu padanya. Tapi tak pernah terdengar gosip tak sedap di kantor.
Shilla hanya duduk di mobil sembari menyilangkan kaki dan tangannya. Tubuhnya terdiam, tapi otaknya berpikir keras. Memutari segala kemungkinan agar ia tak terjerembab kembali.
Dan nampaknya, Arka masih lama di dalam sana. Hampir satu jam lamanya. Dan laki laki itu belum juga keluar. Dan Shilla semakin bertanya. Siapa gerangan yang di temui laki laki itu di dalam sana.
Di landa rasa mati karena kebosanan. Pintu itu di buka dengan paksa oleh Arka. Shilla kaget dengan tampilan laki laki itu. Berantakan. Acak acakan. Dan wajah Arka menunjukan kalau dia tak ingin di wawancarai.
“ Jalan. “ perintah singkat yang amat jelas.
Sekali lagi, sopir itu menjadi tuli dan bisu selain untuk mencerna perintah Arka. Perjalanan di lanjutkan dengan kediaman kembali. Arka sesekali merapikan dandanannya. Dasi ia lepas dan simpulkan kembali.
“ Ke kantor. “ akhirnya, setelah hampir dua puluh menit si sopir ketar ketir tak tau arah tujuan. Ingin bertanya tapi takut di pecat. Arka memberikan tujuan.
“ Kamu. “
Arka menunjuk ke arah Shilla. Ia sudah ketar ketir takut kena damprat Arka yang sedang tak mood ini.
“ Jangan keluar dari mobil. “
Dan perintah itu menghentikan laju peredaran darah Shilla. Mata tajam Arka tak bergeming sedikitpun. Menandakan keseriusan laki laki itu meminta Shilla untuk tetap tinggal.
Shilla meneguk ludahnya, “ Saya di mobil buat apa ya Pak? “
Gugup. Itulah yang Shilla rasakan. Mau bagaimana lagi? Ia akan di cabik. Seperti Jack The Reapper pada korbannya. Arka sepertinya senang dengan kediaman. Ia tak menjawab atas dasar apa perintahnya di layangkan.
“ Keluar. “ perintah Arka. Dan sang sopir langsung mengangguk. Mobil di parkirkan ke tempat parkir khusus untuk Arka. Sopir keluar dan mata Arka seolah menelan bulat diri Shilla.
“ Pak? “ panggil Shilla seolah memanggil sisi Arka yang sadar. Dalam artian yang sepenuhnya. Karena laki laki itu sudah melepaskan jasnya dengan brutal. Pandangan Arka semakin menajam dan Shilla semakin bergerak mundur.
“ Lain kali, jangan pake rok span pendek lagi! “ semprot Arka sambil melemparkan jasnya untuk menutupi kaki Shilla yang hanya tertutup setengahnya.
“ Kamu kira saya bakalan tergoda sama kamu? Ngelindur. “ dan hanya kata itu, Arka keluar mobil. Si sopir yang masih berada tak jauh di sana melihat raut wajah Arka yang kesal dan juga frustasi di saat yang bersamaan.
“ Siapa yang mau goda situ… “ Shilla melemparkan jas milik Arka ke kursi yang mulanya di duduki laki laki itu.
“ Di kira situ siapa?!!! “ jerit Shilla dengan sebal. Memangnya siapa yang membuat peraturan seperti itu? Ia hanya mematuhi aturan. Si pembuat undang undang siapa? Apa Shilla harus mendemo si pembuat konstitusinya! Yang jelas adalah Arka sendiri. Lalu, kenapa sekarang Arka yang marah. Tidak jelas.
^^^
“ Saya minta semua file record untuk perkebunan bulan ini. “
“ Baik. Segera Pak, dalam lima belas menit lagi. “
Shilla langsung bekerja dengan cepat. Jarinya yang lentik sudah menari di atas papan keyboar laptopnya. Tak elak, Arka melihat ke arah Shilla dengan puas. Entah rok dari mana, Shilla sudah berganti rok dengan yang lebih panjang dan wajar. Arka marah saat karyawan di lobby melihat ke arah kaki Shilla seolah sedang menatap perempuan itu transparan tanpa ada busana di bagian yang Arka pahami. Bukan hal yang sopan.
“ Kenapa Pak? “
“ Apa? “
“ Kenapa Bapa sejak tadi senyam senyum sendiri ?”
“ Apa senyum di dunia ini sudah di larang, urus urusan kamu sendiri. Jangan banyak tanya. Inget, uang yang ngalir ke dompet kamu. Itu karena kebaikan hati saya. “
Shilla hanya mengangguk dengan menahan gemelutuk di giginya.
Kalau saya kurang kerjaan Pak, andai aja saya kurang kerjaan. Bapa yang buat saya banyak kerjaan, sampe saya engga sempet mikirin masalah saya sendiri.
Menilik diam diam, Shilla merasakan sakit yang amat besar yang sedang menggerogoti hatinya. Memikirkan peluang, siapa yang baru saja di temui Arka. Rasanya, kalau di ingat. Hatinya akan pecah saat itu juga. Tapi Shilla menarik nafas dengan dalam.
Jangan di inget Shilla, kan udah ikhlas. Ini udah lama. Udah bukan saatnya nginget kenangan kaya gitu. Batin Shilla berdiskusi, otak Shilla menentang. Raga Shilla yang kelelahan karena pertentangan melawan dirinya sendiri. Sudah bukan lagi masanya. Waktunya dengan Arka sudah lama berlalu. Ibarat tanaman, ia sudah tak lagi di rawat dan takan hidup.
Derajatnya akan berubah jadi belukar kalau ia menelusup kembali ke kehidupan Arka secara paksa dengan alasan masa lalu.
“ Ashilla Rahma! “
Panggilan Arka itu membuat Shilla tersingkap dari kenangan masa lalunya yang singkat. Tapi berkesan. Kesan manis, pahit dan getirnya bahkan masih terjaga bertahun tahun ke depannya.
“ Iya Pak…? “ Shilla tersenyum ke arah Arka. Pekerjaanya, menuntunya memberikan ekspresi palsu ini. Padahal, batinya ingin meraung memanggil nama Arka sekeras mungkin.
Arka Megantara!!!! Kenapa kisah ini harus kita yang mengalaminya. Kenapa???