Part 5. Ternyata...

1809 Kata
"Kenapa kau diam seperti itu? Bukankah seharusnya kau merasa bahagia? Ayolah Sil, keinginanmu sudah tercapai sekarang. Lihatlah di depan sana. Dialah pria yang berhasil memenuhi hatimu selama ini. Namanya Alfian Permana Guntara. Dia sudah menjadi seorang profesor di usianya yang masih 28 tahun. Selain tampan dia juga memiliki otak yang cemerlang sepertimu. Kurasa karena itulah kalian berdua berjodoh. Aku merasa terharu sekali. Kau memang berencana mengundangnya kembali ke sini dan kemarin para Dosen tidak menyetujui proposalmu tapi lihatlah, saat Tuhan yang berkehendak, apapun bisa terjadi," ucap Tasya yang memang sudah mengetahui segala tentang rahasia Silvia dan juga mengenai pria yang sketsanya ada di dalam buku catatan hariannya itu. Ya, saat ini seminar sudah berlangsung dan pembicara sedang berada di atas panggung, tengah menjelaskan sebuah materi pada penonton yang ada di ruangan pertemuan besar itu dan sebagian besar dari penonton itu adalah Mahasiswi. Wow... "Kau yakin tidak salah menulis namanya, 'kan? Kau yakin dia orangnya? Kau tidak sedang mempermainkanku, 'kan? Sepertinya saat itu pria itu tidak memakai kacamata? Kenapa sekarang dia____" "Ayolah... kau ini kenapa? Kau sama sekali tidak ada bersyukurnya sama sekali. Kau sendiri juga memakai kacamata saat sedang di dalam kelas dan juga belajar, 'kan? Maksudku, kita semua memakai kacamata saat dibutuhkan. Memangnya kenapa sih? Kau tidak terlihat senang sama sekali saat ini. Ada apa?" ucap Tasya terlihat gemas dan penasaran menunggu jawaban Silvia di sana dan karena tidak ingin sahabatnya itu berpikiran yang tidak-tidak akhirnya Silvia mengatakan yang sejujurnya. "Sebenarnya aku sudah bertemu dengannya, kemarin. Dia membantuku saat aku tidak bisa pulang karena terjebak hujan. Dia menawarkan payungnya padaku," ucap Silvia yang kemudian membuat temannya itu langsung berteriak heboh. "Kau serius???!!! Wah... sepertinya kalian memang berjodoh. Tapi tunggu?! Kau sudah bertemu dengannya kemarin dan kurasa kau tidak mengajaknya berkenalan, 'kan? Aku benar, 'kan? Kau membuang kesempatan percuma saat didepanmu berdiri seorang pria tampan seperti dia? Wah... kau memang aneh, Sil. Antara aneh atau bodoh. Entah bagaimana bisa aku tetap bertahan menjadi temanmu sampai sekarang? Aku pun jadi merasa bingung sekarang," ucap Tasya membuat Silvia sendiri merasa.... entahlah. Apa dia memang bodoh seperti yang dikatakan temannya itu? "Ya, kau tahu sendiri jika bertemu dengan orang asing kita harus berhati-hati, 'kan? Siapa yang tahu jika ternyata dia orang yang baik. Bukankah yang kulakukan itu adalah hal yang wajar?" ucap Silvia masih berusaha membela dirinya. "Orang asing tetap akan menjadi orang asing sampai kau mengajaknya berkenalan, Silvia. Dan lagi pula, kau pikir kau sedang hidup di dalam n****+, huh? Orang tampan seperti dia menurutmu adalah seorang penjahat? Ayolah...," ucap Tasya yang sebenarnya masuk akal juga tapi Silvia masih tetap pada pendiriannya, terbukti dia yang sudah bersiap mendebat temannya itu lagi tapi, "Sudahlah. Kau selalu tidak mau mendengarkanku. Tugasku sudah sepenuhnya selesai. Kau berusaha mendatangkannya ke sini, dan aku sudah menulis namanya dengan benar di dalam proposalmu sesuai keinginanmu. Tuhan juga sudah menunjukkan jalan-Nya dengan mendatangkannya ke sini, meski awalnya itu hal yang mustahil. Sekarang selanjutnya terserah padamu. Lakukan apapun yang kau mau sekarang. Ajak dia berkenalan dan cari sebanyak mungkin keburukan di dalam dirinya agar dia tidak diam di dalam hatimu untuk waktu yang lebih lama lagi. Aku mau pergi untuk cari makan dulu, sekarang. Berdebat denganmu membuat tenagaku banyak sekali berkurang," ucap Tasya kemudian pergi meninggalkan Silvia berdiri seorang diri saja di sana di sebelah panggung. Entahlah. Silvia sudah menantikan momen ini terjadi tapi, setelah tahu jika pria yang ingin ditemuinya itu adalah pria yang sama yang sudah beberapa kali membantunya, dia merasa.... sudah jahat sekali sejak kemarin dan hal itu membuatnya merasa malu. Ya, seharusnya Silvia tahu jika seorang pria yang masih menyempatkan diri untuk singgah di mushola dan melakukan ibadah adalah seseorang yang berhati baik. Tapi pasti pria itu merasa jika dirinya adalah wanita aneh karena sejak kemarin dia terus menghindarinya dan bahkan untuk menatapnya saja dia juga enggan. 'Bagaimana ini? Pasti aku sudah mendapat nilai minus di matanya. Cewek aneh? Apakah mungkin dia menganggapku sebagai cewek aneh? Lupakan tentang itu. Lihatlah bagaimana caranya berbicara dan menjelaskan di sana. Dia sangat baik sekali dalam merangkai kata dan semua yang dikatakannya mudah sekali dipahami. Tak heran dia bisa menjadi seorang profesor di usia muda. Tunggu, tunggu, ada apa denganku? Kenapa kekagumanmu malah bertambah terhadapnya? Tidak tidak. Ini tidak baik,' • • • • • "Dialah yang mengusulkan proposal seminar ini. Namanya Silvia Nayara Maheswari. Dia salah satu mahasiswi favorit kami di sini," ucap salah seorang dosen mengenalkan keduanya setelah acara seminar selesai. Canggung. Ya, Silvia dan Alfian sama-sama canggung di sana. Silvia yang malu dan Alfian yang mengganggap jika Silvia sendiri sebenarnya sudah mengetahui sosoknya tapi terus berpura-pura sejak kemarin. Rumit. Isi pikiran keduanya benar-benar rumit dan jika tidak ada satupun diantara keduanya yang mulai berbicara untuk menjelaskan, maka kesalahpahaman itu akan terus berlangsung hingga sampai selama-lamanya. "Kenapa kalian diam saja? Berbincanglah. Apa kalian malu karena ada aku di sini? Baiklah aku akan_____" "Jangan, Pak" "Jangan, Pak" Silvia dan Alfian terlihat saling melirik satu sama lain saat keduanya terdengar kompak sekali di sana. Bagaimana bisa begitu? "Astaga... kalian ini lucu sekali. Kalian tidak mau berbincang tapi, sekali membuka suara kalian kompak sekali," ucap Dosen Akuntansi itu sambil tertawa kecil di sana. Lagi-lagi Silvia dan Alfian terlihat kembali kompak dengan menggaruk belakang kepala mereka merasa tidak enak di sana. Dan Dosen yang menyadari hal itu akhirnya memutuskan untuk, "Begini saja, Sil, ajak Alfian berkeliling kampus, ya. Dengan begitu kalian bisa berbincang tanpa merasa canggung atau malu lagi. Tenang saja Silvia, ada Tasya yang sedari tadi menguping di depan pintu. Minta dia untuk menemanimu ya," ucap Dosen itu lagi membuat mata Silvia sedikit melebar karena terkejut. Tapi Dosen Akutansi mereka itu memang terkenal sangat peka dan teliti. Maka tidak heran jika keberadaan Tasya diluar pintu saja bisa sampai diketahui olehnya. Anak-anak terkadang menjulukinya CCTV berjalan karena, Dosen Akuntansi itu terlalu mengetahui banyak hal. "Mengenai Tasya saya minta maaf karena dia sudah tidak sopan, Pak. Kalau begitu saya permisi keluar duluan untuk menegurnya," ucap Silvia kemudian berjalan pergi keluar dari sana dengan langkah cepatnya. Alfian sendiri terlihat hendak berdiri dari duduknya dan menyusul Silvia fi sana tapi, "Dia sangat menjaga diri, Alfian. Dia juga sangat memegang teguh agamanya, karenanya dia tidak bisa pergi berduaan saja denganmu. Maaf karena aku meminta temannya untuk menemani kalian berdua. Kau tahu sendiri, 'kan? Pergi berdua saja antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim akan____" "Saya mengerti, Pak. Dan terima kasih karena sudah memperhatikan mahasiswi Anda sampai seperti ini. Anda sungguh baik sekali. Kalau begitu saya juga permisi keluar, ya," ucap Alfian kemudian pergi keluar dari sana dengan tergesa tanda jika dia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Silvia karena ada banyak sekali hal yang ingin ditanyakannya pada wanita cantik itu. 'Mari kita lihat apa jawabannya tentang pura-pura tidak mengenaliku kemarin. Kenapa dia melakukannya?' • • • • • "Apa kau akan terus diam dan menjaga jarak dariku seperti itu? Sampai kapan? Sampai kita selesai berkeliling? Apa kau tidak ingin bertanya atau menyampaikan sesuatu padaku? Baiklah. Kalau begitu biar aku duluan," ucap Alfian yang terlihat sudah sedikit kesal karena suasana yang tercipta diantara mereka itu terasa aneh. Silvia sendiri sebenarnya merasa gugup. Apalagi tadi pria itu meminta Tasya untuk mengikuti mereka dengan jarak yang sedikit jauh dibelakang agar mereka memiliki privasi. Pasti temannya itu akan memarahinya dengan saat pulang nanti. Pasti Tasya menjadi tidak suka dengan pria yang ada di dekatnya itu mengingat bagaimana sikapnya itu tadi. "Sebenarnya saya______" "Kemarin saat kita bertemu, kenapa kau berpura-pura tidak mengenaliku? Kau sudah tahu aku, 'kan? Mustahil kau tidak mengenalku karena semester lalu aku juga datang ke sini untuk menjadi pembicara. Setidaknya kau bisa menyapaku kemarin, 'kan? Tapi apa? Kau terlihat dingin sekali padaku? Kenapa begitu?" ucap Alfian terlihat sedikit kesal membuat Silvia di sana menjadi bingung bagaimana cara yang tepat untuk mulai menjelaskan segalanya. "Aku tidak tahu apa kau akan mempercayaiku tapi, kuharap kau bisa mendengar ceritaku ini secara utuh. Semester lalu, aku sedang sibuk sekali menjadi asisten dosen. Karenanya saat itu aku tidak sempat menghadiri seminar itu. Tapi saat Bapak akan pulang saat itu, entah Bapak sadar atau tidak, kita sempat berpapasan saat itu. Dan saya mendengar Bapak melafalkan surat Al-Mulk saat itu. Entah bagaimana bisa, suara Bapak terus menerus terngiang dipikiran saya. Tapi bukannya merasa senang akan hal itu dan mencari tahu segala sesuatu tentang Bapak, saya malah merasa takut. Karena menyimpan kekaguman dan kecintaan pada seseorang lebih dari kepada Tuhan, itu merupakan dosa. Karenanya selama ini saya tidak pernah tahu sosok Bapak sedikitpun. Saat orang lain memiliki dan tahu foto Bapak, saya tidak pernah tahu. Begitu juga nama Bapak, saya sebelumnya tidak pernah tahu siapa nama Bapak. Dialah yang menulis nama Bapak di dalam proposal seminar saya di saat-saat terakhir sebelum saya menyerahkan dokumennya kepada Dosen. Sekali lagi saya minta maaf jika ada tingkah dan perilaku saya yang mengganggu Bapak selama ini. Setelah ini saya janji tidak akan pernah mengganggu bapak lagi. Anggap saja, Tuhan hanya ingin kita sampai dalam perkenalan singkat ini saja. Jadi saya ucapkan selamat tinggal di sini. Assalamualaikum...," ucap Silvia terlihat pergi bergitu saja meninggalkan Alfian di sana tanpa menunggu jawaban Alfian dulu membuat pria itu refleks menahan tangan wanita itu agar tidak pergi. "Tunggu dulu_____ maaf tapi bisakah untuk tidak pergi dulu. Sebentar saja. Akupun ingin meminta maaf karena sudah menuduhmu tadi. Maaf jika sikapku terkesan menuduh tanpa bukti dan langsung menyalahkan tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya. Sekali lagi maafkan aku. Dan ya, jangan memanggilku Pak seperti itu. Cukup panggil namaku saja. Salam kenal. Dan ya, terima kasih karena membiarkan suaraku mendiami pikiran dan hatimu selama beberapa waktu belakangan. Kita sudah bertemu 2x sejak kemarin tanpa direncanakan sama sekali, bukan? Jika kita bertemu lagi nanti, bisakah jika aku mengganggap ada sesuatu yang tidak biasa yang sedang Tuhan siapkan untuk kita? Apakah kau merasa keberatan akan hal itu?" ucap Alfian setelah tadi melepaskan tangan Silvia karena wanita itu terlihat terkejut karena disentuh olehnya dan Alfian sendiri lupa jika dia tidak seharusnya melakukan itu kepada wanita yang berpegang teguh pada agamanya. Silvia terlihat berpikir sebentar di sana sebelum akhirnya menjawab, "Baiklah. Sekarang kita serahkan segalanya kepada Tuhan. Apa yang baik dan tidak, kita biarkan Tuhan yang akan memutuskannya. Kalau begitu saya permisi dulu, sekarang. Assalamualaikum...," ucap Silvia dengan nada suara yang sedikit lebih ramah sekarang, karena mungkin merasa lega karena kesalahpahaman diantara keduanya sudah selesai sekarang. "Waalaikumsalam... hati-hati dan sampai jumpa lagi, jika Tuhan menghendaki," ucap Alfian yang tanpa sadar membuat Silvia tersenyum kecil sebelum akhirnya dia pergi dari sana meninggalkan Alfian sendiri. Entahlah bagaimana caranya Alfian menggambarkan perasaannya saat ini. Antara senang dan juga merasa sedikit bersalah disaat yang bersamaan. Jujur, sejak pertemuan pertama mereka kemarin juga, Alfian merasa tidak tenang. Bahkan, sosok Silvia juga sampai hadir ke dalam mimpinya hingga membuatnya bangun tengah malam dari tidurnya. Karenanya saat itu juga Alfian memutuskan untuk melakukan shalat istikharah untuk menenangkan hatinya. Dan benar, setelah dia shalat, barulah dia bisa kembali tidur. "Dia berbeda dan kesan pertamaku padanya adalah wanita salihah," Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN